Friday, May 14, 2010

Anak Kita Dalam Ancaman!


Anak-anak idealnya ditempa agar menjadi generasi penerus yang handal dan mumpuni demi kelangsungan kehidupan masyarakat pada masa mendatang. Namun, melihat potret buram dunia anak saat ini, tampaknya harapan itu sulit terpenuhi.

Bagaimana tidak, anak-anak kita saat ini hidup di tengah-tengah kondisi yang jauh dari kata ideal bagi tumbuh kembang fisik dan mentalnya. Bahkan berbagai ancaman siap menerkam dan menggilas mereka.

Data Kelam

Berbagai data memotret kelamnya nasib anak-anak kita di seluruh pelosok negeri ini, seperti kasus penelantaran anak oleh orangtuanya yang terjadi di Sukmajaya Depok, dan terakhir di Banten. Anak-anak usia balita ditinggalkan begitu saja oleh orangtuanya di rumah kontrakan dengan alasan himpitan ekonomi.

Hak-hak anak banyak pula yang terabaikan, termasuk hak memperoleh pendidikan karena mahalnya biaya. Data menyebutkan, sebanyak 12 juta anak Indonesia putus sekolah (Kompas, 28/4/2009). Akibatnya, mereka tidak bisa menyelesaikan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun.

Anak-anak di bawah usia 15 tahun tidak punya pilihan selain tak bersekolah karena tuntutan ekonomi dan kondisi keuangan keluarga yang minim. Inilah salah satu pemicu banyaknya pekerja anak, termasuk anak jalanan.

Hasil studi tentang pekerja anak yang dilakukan di lima wilayah Indonesia—Sulawesi Selatan, NTT, Maluku dan Papua Barat—menguatkan kondisi itu. Anak-anak usia 9-15 tahun terlibat berbagai jenis pekerjaan yang berakibat buruk terhadap kesehatan fisik, mental dan seksual.

Sementara itu, sebanyak 37 persen anak Indonesia usia 0-5 tahun bertubuh pendek (stunting, tinggi badan tak sesuai umur) karena kekurangan gizi. Hal itu terungkap berdasarkan data sementara dari penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) di Departemen Kesehatan (Tempointeraktif, 27/8/2008).

Anak-anak juga menjadi korban kekerasan. Bahkan kerap dilakukan orang-orang terdekatnya—yang semestinya menyayangi dan melindungi mereka—seperti orangtua, guru, oknum aparat dan teman-temannya. Data menyebutkan, 4 dari 100 anak Indonesia setiap harinya mengalami tindak kekerasan fisik, psikologis, emosional dan ekonomi dari kerabat dekatnya (Suryaonline, 27/7/2009).

Belum lagi anak-anak yang mengalami eksploitasi seksual, seperti kasus yang ramai diberitakan, 12 anak jalanan menjadi korban mutilasi Baekuni alias Babe. Mereka disodomi terlebih dulu sebelum dibantai.

Bahkan dari berbagai sumber data yang dirangkum United Nations Children’s Fund (UNICEF), didapat bahwa sepertiga dari jumlah korban eksploitasi seksual adalah anak-anak. Dari jumlah tersebut, 70% di antaranya anak perempuan (Waspadaonline, 24/11/2009).

Selain itu, jumlah pelacuran anak di Indonesia mencapai 30 persen dari total 150 ribu jumlah PSK secara keseluruhan. Artinya, pelacuran anak mencapai 45 ribu di seluruh Indonesia.

Dekadensi moral juga menjadi ancaman masa depan anak. Anak-anak sudah banyak yang terlibat narkoba. Jumlah pecandu narkoba di Indonesia pada 2008 mencapai 3,6 juta orang, rata-rata berada pada usia produktif 12-24 tahun (Bkkbn.go.id).

Bahkan menurut penelitian, empat dari lima anak mengetahui soal narkoba. Anak-anak yang tidak memiliki kegiatan setelah aktivitas sekolah lebih rentan terkena narkoba daripada mereka yang mempunyai aktivitas, seperti mengikuti les atau kegiatan ekstrakurikuler.

Di antara mereka yang telah mencoba narkoba, 80 persen menggunakannya di rumah sendiri dan 20 persen di rumah teman. Keluarga pecandu narkoba menjadi pihak terakhir yang mengetahui bahwa anggota keluarganya menjadi pecandu. Rokok dan alkohol menjadi pintu gerbang utama seseorang kecanduan narkoba. Berdasarkan riset, 100 persen pecandu narkoba adalah perokok dan juga mengkonsumsi alkohol (Bkkbn online, 2008).

Anak-anak juga semakin berani melanggar norma-norma agama, seperti berhubungan seks sebelum nikah alias berzina. Komisi Nasional Anak melansir data cukup memprihatinkan sepanjang 2007. Data itu menyimpulkan 62,7 persen remaja Indonesia sudah tidak perawan. Remaja itu rata-rata usia SMP dan SMA. Bahkan 21,2 persen remaja putri di tingkat SMA pernah aborsi. Sebanyak 15 juta remaja putri mengalami kehamilan dan 60 persen di antaranya berusaha aborsi.

Data ini dikumpulkan dari 4.500 remaja yang berada di 12 kota besar di seluruh Indonesia. Sebelumnya, Komisi Nasional juga merilis bahwa 97 persen remaja Indonesia pernah menonton tayangan pornografi. Sungguh miris. Kekerasan, pelecehan seksual, rokok, alkohol, narkoba, pornografi dan seks bebas begitu dekat dengan dunia anak. Lantas bagaimana kita bisa mempercayakan masa depan di pundak anak-anak bermasalah itu?

Solusi Keliru

Perhatian berbagai pihak terhadap anak-anak sebetulnya tak kurang. Di negeri ini ada beberapa lembaga pemerhati yang peduli pada nasib anak-anak. Mereka berusaha memberikan perlindungan terhadap anak agar terhindar dari perbuatan-perbuatan yang merugikan. Ada Komisi Nasional Perlindungan Anak (KPAI), misalnya. KPAI merupakan lembaga independen yang kedudukannya sejajar dengan komisi negara lainnya. KPAI dibentuk pada 21 Juni 2004 dengan Keppres No. 95/M Tahun 2004 berdasarkan amanat Keppres 77/2003 dan pasal 74 UU No. 23 Tahun 2002.

Dalam kepres tersebut dinyatakan bahwa KPAI bertujuan untuk meningkatkan efektivitas penyelengaraan perlindungan anak. KPAI juga dibentuk sebagai konsekuensi dari Konvensi Hak Anak (KHA), yang menyatakan bahwa setiap negara yang turut meratifikasi harus memiliki komisi nasional.

Sebagai lembaga independen, KPAI diharapkan mampu secara aktif memperjuangkan kepentingan anak. KPAI bertugas melakukan sosialisasi mengenai seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelahaan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap penyelenggaraan kepentingan anak.

KPAI juga dituntut memberikan laporan, saran, masukan dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak. Sejak pendiriannya, KPAI memperoleh dana untuk menjalankan segala tugas, fungsi dan program-programnya dari APBN (c.q Kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Departemen Sosial) dan APBD.

Selain itu, sumber dana juga dimungkinkan dari bantuan asing bila memang ada lembaga asing atau organisasi internasional yang ingin bekerja sama dengan KPAI. Masalah dana ini memang sensitif, karena KPAI kerap mengeluh kekurangan dana sehingga kinerjanya menjadi kurang efektif. Wajar jika gaung KPAI hanya terdengar sayup-sayup. Banyak pihak menilai kinerja KPAI kurang memuaskan karena memang tidak menimbulkan pengaruh di masyarakat. KPAI tidak ada ketika masyarakat justru membutuhkan adanya perhatian serta perlindungan bagi anak-anak mereka maupun anak-anak dalam lingkungan suatu masyarakat. Ini bukti bahwa sosialisasi yang menjadi salah satu tugas KPAI tidak berjalan dengan baik.

Eksistensi KPAI pun dipertanyakan karena minimnya minat serta pengetahuan masyarakat dalam menjadikan KPAI sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan anak. Ada atau tidaknya KPAI tidak menimbulkan dampak apa-apa terhadap kelangsungan pemenuhan hak serta perlindungan pada anak-anak Indonesia.

Karena itu, pengaduan masyarakat terkait masalah-masalah perlindungan anak serta masalah penyimpangan perlakuan terhadap anak lebih banyak disalurkan ke Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA). Komnas PA merupakan LSM yang disahkan dengan Surat Akta Notaris. Komnas PA memperoleh dana untuk membiayai operasional serta program-programnya dari hasil kerjasama dengan para donor asing, semisal UNICEF.

Tentu saja kinerja Komnas PA, meski dinilai berbagai pihak lebih aktif daripada KPAI, tetap bergantung pada adanya donor. Artinya, mereka akan bergerak jika ada dana. Hal ini tentu tidak maksimal untuk memberikan perlindungan pada anak, karena kinerjanya hanya bersifat reaktif.

Di sisi lain, Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Perlindungan Anak (UUPA) No 23 Tahun 2002. Lahirnya regulasi ini merupakan salah satu bentuk keseriusan Pemerintah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) tahun 1990. Sayang, UU yang berbau liberal ini tidak cukup mumpuni untuk menjamin hak-hak anak.

Menurut UUPA, yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak dalam kandungan. Jadi yang membedakan antara anak dan dewasa hanyalah sebatas umur saja. Definisi ini menuai polemik karena berbenturan dengan regulasi lain, seperti usia minimal menikah, yang akhirnya tidak boleh di bawah usia 18 tahun. Akibatnya, banyak yang memilih berzina karena khawatir terjerat UU jika menikah di usia di bawah 18 tahun. Hak untuk menikah pada usia di bawah 18 tahun menjadi hilang karena terbentur regulasi ini.

Sementara itu, hak dan kewajiban anak diatur dalam pasal 4 hingga pasal 12. Dalam UU tersebut, hak anak antara lain:beribadah menurut agamanya; mendapatkan pelayanan kesehatan; memperoleh pendidikan dan pengajaran; mengutarakan pendapatnya sesuai tingkat kecerdasan dan usianya; memanfaatkan waktu luang untuk bergaul dengan anak sebayanya, bermain dan berekreasi sesuai minat, bakat dan tingkat kecerdasannya dalam rangka pengembangan diri. Kelihatannya cukup ideal, namun implementasinya jauh dari harapan. Buktinya sudah dipaparkan di atas, seperti banyaknya anak putus sekolah, kurang gizi, dll.

Pasal lain dalam UUPA bahkan menjadi bumerang bagi anak-anak. Misalnya dalam pasal 77, orangtua yang secara sengaja menelantarkan anak bisa dipidanakan. Jika pasal ini dijadikan pijakan, anak-anak bisa dengan mudah dipisahkan dari orangtuanya dengan alasan dipelihara negara.

Kriminalisasi orangtua ini jelas tidak proporsional, karena akar masalah penelantaran anak umumnya terjadi sistemik akibat kemiskinan. Dengan demikian, Pemerintah, lembaga bentukannya maupun lembaga-lembaga independen lainnya hingga kini belum mampu menjadi tumpuan harapan hidup lebih baik oleh anak-anak Indonesia. Solusi terhadap permasalahan anak pun cenderung bersifat reaktif, parsial dan tidak menyentuh akar masalah. Contoh kasus, dalam menangani anak jalanan, justru mereka dikriminalisasi.

Ancaman Lost Generation

Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal (Dirjen PNFI) Depdiknas Hamid Muhammad saat memberikan keterangan pers di Gerai Informasi dan Media, Depdiknas, (16/11/2009), jumlah penduduk usia PAUD di Indonesia 30 juta orang. Jumlah ini mengalami pergeseran; angka generasi lansia lebih tinggi daripada populasi anak-anak. Ini karena meningkatnya angka harapan hidup. Artinya, generasi penerus makin berkurang, akibat berbagai propaganda penghentian laju natalitas. Dengan demikian, pada masa mendatang, anak-anak yang kelak menjadi generasi penerus ini akan menanggung beban lebih berat karena banyaknya generasi tua yang tidak lagi produktif. Sudahlah jumlahnya makin berkurang, kualitas anak-anak masa kini begitu buruk. Hal ini jelas mengancam kelangsungan hidup pada masa mendatang. Ancaman lost generation di depan mata. Anak-anak yang terkungkung dalam kubangan masalah ini, jika tidak segera dientaskan, akan menjadi bom waktu yang suatu saat siap meledak.

Khatimah

Sesungguhnya anak-anak adalah peletak dasar masa depan orang dewasa, bangsa dan bahkan masa depan peradaban. Entah bagaimana masa depan dunia jika anak-anak kita masih bertahan pada kenestapaannya pada masa sekarang. Tentu kondisi ini tidak bisa dibiarkan, karena itu berarti mempertaruhkan nasib seluruh umat manusia. [Kholda Naajiyah]

INSERT FOKUS

Tragedi Dunia Anak

● Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Sukabumi mencatat pada 2009 24 balita asal Kota Sukabumi diduga terinfeksi HIV yang ditularkan melalui orangtuanya. Di Bekasi, hingga November 2009 tercatat 18 balita positif HIV. Belum lagi di daerah lain.

● Figo Ramadhan, usianya 2 th, bobotnya hanya 5 kg (seharusnya 12 kg) karena gizi buruk. Farikha asal Dukuh Bulak Banteng, Sudotopo Wetan, Kenjeran, Surabaya, berat badan juga hanya 7,2 kg, padahal semestinya 12 kg.

● Rizki Rahayu (4 bulan) tewas dianiaya ayah kandungnya sendiri, Yudi Junaedi (25), warga Kampung Barulaksana, Desa Jayagiri, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, (1/2/2009). Rizki diberi minum minyak kayu putih dan dirogoh mulutnya dengan jari tangan hingga mengeluarkan darah.

● Sepuluh anak berusia 11-14 tahun ditangkap di Bandara Soekarno Hatta pada 29 Mei 2009 atas tuduhan melakukan perjudian. Kesepuluh anak-anak warga Desa Rawa Rengas, Tangerang, itu sering menyemir di Terminal B1 Bandara Soeta. Berdasar pengakuan, mereka mengalami kekerasan dan penganiayaan oleh aparat Bandara dan petugas LP. Meski divonis bersalah. Mereka dibebaskan tanpa syarat setelah melewati persidangan di PN Tangerang.

● Tegar Kurnia Dinata (4) asal Madiun dicekik lehernya oleh sang ayah, Puryanto, 5 Juli 2009. Tubuhnya kemudian dibuang di atas rel kereta api karena diduga sudah meninggal. Akibatnya, kaki kanan Tegar putus terlindas roda kereta api.

● Empat anak, masing-masing Windi Novianti (8), Rizki Zaelani (3), Rina Damayanti (2) dan Siti Rahma Romadhoni (3 bulan), ditelantarkan kedua orangtuanya di Kelurahan Sukamaju, Sukmajaya, Depok. Mereka ditinggal ibu dan ayahnya, Yanti dan Dadan, di rumah kontrakannya karena terlilit utang.

● Heri Setiawan (12), siswi SMP, tewas bunuh diri dengan menggantungkan diri di ranjang tingkat rumahnya, di Jalan Kemayoran Barat 3, Jakarta Pusat. Diduga ia terinspirasi tayangan sulap di televisi yang dilakukan master idolanya.

● Tiga balita Rafael (3,5), Farel (1,8) dan Putri (9 bulan) ditinggalkan di kontrakannya, di Jalan Pulo Indah Asri II RT 02/04 No 5, Keluarahan Petir, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang. Selama empat hari sejak 30 Januari 2010 orangtuanya pergi menelantarkan mereka.

Muhammad al Fatih


Bisyarah adalah sebuah kabar gembira yang Allah turunkan kepada ummatnya, baik melalui al-Qur’an ataupun melalui ucapan rasulullah. Bisyarah adalah perlambang janji Allah dan menjadi penyemangat kaum muslim selama berabad-abad lamanya, keyakinan akan janji ALlah ini terpatri kuat di dalam jiwa kaum muslim dan menjadi harapan ditengah-tengah kepuusasaan, menjadi pengingat dalam kealpaan dan menjadi sebuah sumber energi yang tidak terbatas sampai kapanpun juga. Dengan bisyarah inilah kaum muslim berjuang dan menorehkan tinta emas dalam sejarah peradaban dunia.

Salah satu bisyarah yang dapan menginspirasi setiap muslim adalah bisyarah rasulullah yang disampakan oleh Abdullah bin Amru pada shahabat:
فقال عبد الله بينما نحن حول رسول الله صلى الله عليه وسلم نكتب إذ سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم أي المدينتين تفتح أولا قسطنطينية أو رومية فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم مدينة هرقل تفتح أولا يعني قسطنطينية
Abdullah bin Amru bin Al-Ash berkata, “bahwa ketika kami duduk di sekeliling Rasulullah SAW untuk menulis, tiba-tiba beliau SAW ditanya tentang kota manakah yang akan futuh terlebih dahulu, Konstantinopel atau Roma. Rasulullah SAW menjawab, “Kota Heraklius terlebih dahulu (maksudnya Konstantinopel) (HR Ahmad)
لتفتحن القسطنطينية فلنعم الأمير أميرها ولنعم الجيش ذلك الجيش
Kalian pasti akan membebaskan Konstantinopel, sehebat-hebat Amir (panglima perang) adalah Amir-nya dan sekuat-kuatnya pasukan adalah pasukannya (HR Ahmad)
Ini adalah sebuah bisyarah, petunjuk dan kabar gembira bagi kaum muslim bahwa dua pilar peradaban barat pada waktu itu yang dijadikan simbol yaitu: Kota Roma (Romawi Barat) dan Kota Konstantinopel (Romawi Timur) akan diberikan dan dibebaskan oleh kaum muslim.
Dan hal ini menjadi penyemangat para Khalifah untuk melakukan futuhat, tercatat dalam sejarah bahwa Abu Ayyub al-Anshari (44 H) pada Khalifah Muawiyyah bin Abu Sufyan adalah orang yang pertama kali ingin merealisasikan janji Allah tersebut, namun karena kondisi fisik beliau tidak mampu memenuhinya, walaupun begitu, beliau meminta agar jasadnya dikuburkan di bawah kaki pasukan kaum muslim terdepan pada saat ekspedisi itu sebagai sebuah milestone bagi mujahid selanjutnya. Lalu Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik (98 H) pada masa Kekhalifahan Umayyah, Khalifah Harun al-Rasyid (190 H) masa Kekhalifahan Abasiyyah, Khalifah Beyazid I (796 H) masa Kekhalifahan Utsmanityyah, Khalifah Murad II (824 H) masa Kekhalifahan Utsmaniyyah juga tercatat dalam usaha penaklukan konstantinopel, tetapi karena satu dan lain hal, Allah belum mengizinkan kaum muslim memenangkan pertempuran itu.
Konstantinopel merupakan salah satu kota terpenting di dunia, kota ini memiliki benteng yang tidak tertembus yang dibangun pada tahun 330 M. oleh Kaisar Byzantium yaitu Constantine I. Konstaninopel memiliki posisi yang sangat penting di mata dunia. Sejak didirikannya, pemerintahan Byzantium telah menjadikannya sebagai ibukota pemerintahan Byzantium. Konstantinopel merupakan salah satu kota terbesar dan benteng terkuat di dunia saat itu, dikelilingi lautan dari tiga sisi sekaligus, yaitu selat Bosphorus, Laut Marmarah dan Tanduk Emas (golden horn) yang dijaga dengan rantai yang sangat besar, hingga tidak memungkinkan untuk masuknya kapal musuh ke dalamnya. Pentingnya posisi konstantinopel ini digambarkan oleh napoleon dengan kata-kata “…..kalaulah dunia ini sebuah negara, maka Konstantinopel inilah yang paling layak menjadi ibukota negaranya!”.

Adalah Muhamamd II atau selanjutnya dikenal sebagai Muhammad al-Fatih, yang akan menaklukan kota ini, sejak kecil dia telah dididik oleh ulama-ulama besar pada zamannya, khususnya Syaikh Aaq Syamsuddin yang tidak hanya menanamkan kemampuan beragama dan ilmu Islam, tetapi juga membentuk mental pembebas pada diri Mumammad al-Fatih. Beliau selalu membekali al-Fatih dengan cerita dan kisah para penakluk, kisah syahid dan mulianya para mujahid, dan selalu mengingatkan Muhammad II tentang bisyarah rasulullah dan janji Allah yang menjadikan seorang anak kecil bernama Muhammad II memiliki mental seorang penakluk.

Maka tidak mengherankan ketika berumur 23 tahun, al-Fatih telah menguasai 7 bahasa dan dia telah memimpin ibukota Khilafah Islam di Adrianopel (Edirne) sejak berumur 21 tahun (ada yang memberikan keterangan dia telah matang dalam politik sejak 12 tahun). Sebagian besar hidup al-Fatih berada diatas kuda, dan beliau tidak pernah meninggalkan shalat rawatib dan tahajjudnya untuk menjaga kedekatannya dengan Allah dan memohon pertolongan dan idzinnya atas keinginannya yang telah terpancang kuat dari awal: Menaklukan Konstantinopel.
Diapun sadar untuk menaklukkan konstantiopel dia membutuhkan perencanaan yang baik dan orang-orang yang bisa diandalkan, maka diapun membentuk dan mengumpulkan pasukan elit yang dinamakan Janissaries, yang dilatih dengan ilmu agama, fisik, taktik dan segala yang dibutuhkan oleh tentara, dan pendidikan ini dilaksanakan sejak dini, dan khusus dipersiapkan untuk penaklukan konstantinopel. 40.00 orang yang loyal kepada Allah dan rasul-Nya pun berkumpul dalam penugasan ini. Selain itu dia juga mengamankan selat bosphorus yang menjadi nadi utama perdagangan dan transportasi bagi konstantinopel dengan membangun benteng dengan 7 menara citadel yang selesai dalam waktu kurang dari 4 bulan.
Tetapi konstantinopel bukanlah kota yang mudah ditaklukkan, kota ini menahan serangan dari berbagai penjuru dunia dan berhasil menetralkan semua ancaman yang datang kepadanya karena memiliki sistem pertahanan yang sangat maju pada zamannya, yaitu tembok yang luar biasa tebal dan tinggi, tingginya sekitar 30 m dan tebal 9 m, tidak ada satupun teknologi yang dapat menghancurkan dan menembus tembok ini pada masa lalu. Dan untuk inilah al-Fatih menugaskan khusus pembuatan senjata yang dapat mengatasi tembok ini.
Setelah mempersiapkan meriam raksasa yang dapat melontarkan peluru seberat 700 kg, al-Fatih lalu mempersiapkan 250.000 total pasukannya yang terbagi menjadi 3, yaitu pasukan laut dengan 400 kapal perang menyerang melalui laut marmara, kapal-kapal kecil untuk menembus selat tanduk, dan sisanya melalui jalan darat menyerang dari sebelah barat konstantinopel, awal penyerangan ini dilakukan pada tanggal 6 April 1453, yang terkenal dengan The Siege of Constantinple.
Keseluruhan pasukan al-Fatih dapat direpotkan oleh pasukan konstantinopel yang bertahan di bentengnya, belum lagi serangan bantuan dari negeri kristen lewat laut menambah beratnya pertempuran yang harus dihadapi oleh al-Fatih, sampai tanggal 21 April 1453 tidak sedikitpun tanda-tanda kemenangan akan dicapai pasukan al-Fatih, lalu akhirnya mereka mencoba suatu cara yang tidak terbayangkan kecuali orang yang beriman. Dalam waktu semalam 70 kapal pindah dari selat bosphorus menuju selat tanduk dengan menggunakan tenaga manusia. Yilmaz Oztuna di dalam bukunya Osmanli Tarihi menceritakan salah seorang ahli sejarah tentang Byzantium mengatakan:
“kami tidak pernah melihat dan tidak pernah mendengar sebelumnya, sesuatu yang sangat luar biasa seperti ini. Muhammad Al-Fatih telah mengubah bumi menjadi lautan dan dia menyeberangkan kapal-kapalnya di puncak-puncak gunung sebagai pengganti gelombang-gelombang lautan. Sungguh kehebatannya jauh melebihi apa yang dilakukan oleh Alexander yang Agung,”

70 Kapal al-Fatih dipindahkan dari Selat Bosphorus ke Selat Tanduk melalui Pegunungan Galata dalam waktu 1 malam
Pengepungan ini terus berlanjut sampai dengan tanggal 27 Mei 1453, melihat kemenangan sudah dekat, Muhamamad al-Fatih mengumpulkan para pasukannya lalu berkhutbah didepan mereka:
Jika penaklukan kota Konstantinopel sukses, maka sabda Rasulullah SAW telah menjadi kenyataan dan salah satu dari mukjizatnya telah terbukti, maka kita akan mendapatkan bagian dari apa yang telah menjadi janji dari hadits ini, yang berupa kemuliaan dan penghargaan. Oleh karena itu, sampaikanlah pada para pasukan satu persatu, bahwa kemenangan besar yang akan kita capai ini, akan menambah ketinggian dan kemuliaan Islam. Untuk itu, wajib bagi setiap pasukan, menjadikan syariat selalu didepan matanya dan jangan sampai ada diantara mereka yang melanggar syariat yang mulia ini. Hendaknya mereka tidak mengusik tempat-tempat peribadatan dan gereja-gereja. Hendaknya mereka jangan mengganggu para pendeta dan orang-orang lemah tak berdaya yang tidak ikut terjun dalam pertempuran
Subhanallah, ini sebuah penegasan pada pasukannya bahwa kemenangan tidak akan bisa dicapai dengan mengandalkan kekuatan belaka, bukan pula karena kecerdasan dan strategi perang, Muhammad al-Fatih sangat memahami bahwa kemenangan hanya akan tercapai dengan izin dan pertolongan Allah.
Maka ia meminta seluruh pasukannya bermunajat pada Allah, menjauhkan diri dari maksiat, bertahajjud pada malam harinya dan berpuasa pada esok harinya. Pada tanggal 29 Mei 1453, serangan terakhir dilancarkan, dan sebelum Ashar, al-Fatih sudah menginjakkan kakinya di gerbang masuk konstantinopel. Berakhirlah pengepungan selama 52 hari lamanya dan penantian panjang akan janji Allah selama 825 tahun lamanya. Konstantinopel dibebaskan kaum muslim melalui tangan al-Fatih!
Bayangkan, kekuatan seperti apa yang bisa menjaga semangat, persatuan, dan kesabaran selama 52 hari perang dan lintas generasi dalam 825 tahun lamanya? Kekuatan seperti apa yang dapat menjadikan anak muda berumur 23 tahun menaklukan sebuah peradaban besar?
Inilah yang dinamakan kekuatan percaya pada janji Allah dan bisyarah rasul-Nya. Kemampuan melihat tidak dengan mata tetapi dengan keimanan, kekuatan yang melebihi apapun, Beyond the Inspiration.
They believe in something that can’t be seen by eyes! Allahuakbar!
Konstantinopel telah takluk dan itu tidak akan terulang kembali karena posisi yang mulia dalam bisyarah rasulullah telah ditempati oleh Muhammad al-Fatih. Penaklukan kota Roma hanya menunggu waktu dan posisi kemuliaan itupun akan ditempati oleh satu orang. Tetapi ada satu bisyarah lagi yang rasulullah sampaikan pada kita, yang mengajak kita semuanya untuk merealisasikan itu.
تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ
“Di tengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian, atas izin Allah ia tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (kerajaan) yang zalim; ia juga ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (kerajaan) diktator yang menyengsarakan; ia juga ada dan atas izin Alah akan tetap ada. Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian”. (HR. Ahmad)
Pragmatisme pasti akan menafikkan Idealisme
Pragmatisme meniscayakan Kompromisme
Sedangkan,
Idealisme menafikkan Pragmatisme
Idealisme meniscayakan Keyakinan akan Bisyarah Allah dan Rasul
Perbedaan orang kafir dan mukmin adalah:
Orang mukmin yakin dahulu lalu mereka (pasti) akan melihat
Orang kafir butuh melihat dulu lalu (mungkin) akan yakin
Pilih mana?!
Allah saksikanlah, Felix Siauw adalah telah mendaftarkan diri menyambut Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah yang akan segera tegak!
*Notes ini adalah makalah mendadak orasi di KMII, Lapangan depan Basket Indoor, 18 Oktober 2009 (dicopy dari blog Felix Siaw)

Khalifah Umar Abdul Aziz Yang Sederhana

Suatu hari Khalifah Umar Abdul Aziz berpidato di hadapan kaum muslimin. Sebagaimana biasa, pidato beliau sangant menarik dan memikat para pendengar. Akan tetapi pada kali ini, selain daripada kandungan pidatonya, gerak-gerik Khalifah pun turut menjadi perhatian. Khalifah sering memegang dan mengibas-ngibaskan bajunya ketika berpidato, sesekali di sebelah kanan dan sesekali di sebelah kiri. Dengan demikian orang ramai menyadari bahawa gerakan tangan Khalifah tidak ada hubungannya dengan kandungan pidato.

Setelah Khalifah turun daripada tempat berpidato, mereka saling bertanya dan akhirnya diketahui rahasianya. Dikatakan bahwa baju yang dipakai Khalifah baru saja dibasuh dan belum kering. Karena tidak ada baju lagi, maka baju itu dipakainya juga. karena itu beliau selalu mengerak-gerakkan bajunya ketika berpidato agar cepat kering.

Ketika Khalifah Umar sakit, pakaian yang dipakainya telah kotor. Muslimah Abdul Aziz kakak Fatimah Abul Malik datang menemui adiknya dan melihat Khalifah yang sedang sakit. “Fatimah, basuhlah pakaian Khalifah itu. Sebentar lagi orang ramai akan masuk menemuinya”, tegur Muslimah. “Demi Allah, beliau tidak punya pakaian lagi kecuali yang dipakai itu”, jawab Fatimah.

Seorang perempuan Mesir telah datang ke Damsyik kerana ingin bertemu dengan Amirul Mukminin Khalifah Umar Abdul Aziz. Dia bertanya-tanya di mana istana Khalifah dan orang ramai menunjukkannya. Sampai saja di rumah yang dimaksudkan, perempuan Mesir itu bertemu dengan seorang perempuan yang memakai pakaian yang sudah lusuh dan buruk dan seorang lelaki sedang bergelimang dengan tanah kerana memperbaiki rumahnya.

Perempuan itu bertanya lagi dan ketika mengetahui bahawa perempuan yang ditanya adalah Fatimah isteri Khalifah, dia terkejut luar biasa. Kerena mana ada seorang permaisuri raja yang berkuasa memakai baju buruk seperti itu. Dia merasa takut dan kagum. Akan tetapi Fatimah pandai melayani, sehingga tamu itu merasa suka dan tenang hatinya.

“Mengapa puan tidak menutup diri daripada lelaki tukang keruk pasir itu?” tanya perempuan Mesir itu. “Tukang keruk pasir itulah Amirul Mukminin” jawab Fatimah sambil tersenyum. Sekali lagi tamu itu terkejut dan beristighfar. Khalifah Umar tidak mempunyai pelayan kecuali seorang anak-anak lelaki. Dialah satu-satunya khadam dalam istana Umar. Fatimah memberinya makan kacang setiap hari sehingga si pelayan menjadi bosan. “Kacang..kacang…setiap hari kacang,” kata si pelayan merungut. “Inilah makanan tuanmu Amirul Mukminin, wahai anakanda,” kata Fatimah.

Diceritakan bahawa seorang lelaki dan isterinya di Syam telah merelakan anaknya ikut berperang di jalan Allah dan menemu syahid di medang perang. Beberapa masa kemudian dia melihat seorang lelaki dengan menunggang kuda menuju kearahnya. Setelah diperhatikan, ternyata pemuda itu seiras anaknya yang telah meninggal dunia. “Hai, coba kamu lihat pemuda yang berkuda itu, seperti anak kitakan?” kata lelaki itu kepada isterinya. “Semoga Allah merahmati engkau. Janganlah tertipu oleh syaitan. Anak kita sudah syahid, bagaimana bisa menunggang kuda seperti itu?” kata isterinya.

Sementara suami isteri itu memperhatikan dengan betul, tiba-tiba pemuda menunggang kuda itu telah berada di hadapannya. “Assalamualaikum.” kata penunggang kuda. “Waalikumsalam,” jawab kedua-dua suami isteri itu. Ternyata dia memang anaknya, maka terkejutlah keduaibu bapa itu sambil segera memeluknya. Mereka gembira luar biasa bercampur heran.

“Ayah, ibu tetap saja di situ,” kata pemuda itu menegur. “Saya bukan seperti ayah dan ibu lagi, demikian juga ayah dan ibu bukan seperti saya. Saya datang pun bukan untuk pulang kepada ayah dan ibu.” Kedua ibu bapa faham akan maksud anaknya, mereka pun diam. Kemudian anak itu menerangkan bahawa kedatangannya bukan sengaja.

“Sebenarnya aku datang bukan untuk mengunjungi ayah dan ibu, tetapi hanya mengambil kesempatan saja dalam keperluan lain. Yaitu Amirul Mukminin Khalifah Umar Abdul Aziz telah wafat. Golongan syuhada minta izin kepada Allah untuk hadir dalam pengurusan janazahnya. Allah memperkenankan permintaan mereka dan saya termasuk di antaranya.”

Kemudian dia bertanya keadaan kedua ibu bapanya, menghormatinya dan menjanjikan kebaikan daripada Allah. Setelah itu dia mendoakan ibu bapanya memberi salam lalu pergi. Dengan itu penduduk kampung mengetahui bahawa khalifah mereka, Umar Abdul Aziz telah wafat.

Felix Siauw: Aku Menemukan Islam

Sangat sedikit manusia yang menggunakan akalnya untuk menemukan Tuhannya dan jati dirinya. Padahal kalau mau jujur dan jernih berpikir siapapun akan menemukan kebenaran Islam. Pengalaman Felix Siauw (24 tahun) bisa menjadi pelajaran. Berikut kisahnya.

Jika kamu masih mempunyai banyak pertanyaan, maka kamu belum dikatakan beriman, Iman adalah percaya apa adanya, tanpa reserve”. Begitulah kira-kira pernyataan yang akan selalu aku ingat di dalam hidup ini.
Waktu itu aku masih seorang penganut Kristen Katolik. Di usiaku yang masih 12 tahun, banyak pertanyaan tentang kehidupan yang belum terjawab. Ada tiga pertanyaan yang paling besar yang muncul dalam benakku, yaitu darimana asal kehidupan ini, untuk apa adanya kehidupan ini, dan akan seperti apa akhir kehidupan ini. Lalu, “Kenapa tuhan pencipta kehidupan ini ada tiga, yakni ada tuhan bapa, tuhan putra dan roh kudus? Darimana asal tuhan bapa?”, atau “Mengapa tuhan bisa disalib dan dibunuh lalu mati, lalu bangkit lagi?” Aku diskusikan itu dengan orang tuaku atau dengan rohaniawan, tapi jawabannya mengambang dan tak memuaskan.

Ketidakpuasan itu lalu mendorongku untuk mencari jawaban langsung dari Alkitab yang katanya datang dari tuhan. Betapa terkejutnya aku, aku baru tahu jika 14 dari 27 surat di Injil perjanjian baru ternyata ditulis oleh manusia, yaitu Santo Paulus. Lebih terkejut lagi ketika mengetahui bahwa sisa kitab yang lainnya juga merupakan tulisan tangan manusia yang dibuat setelah wafatnya Yesus. Konsep trinitas yang menyatakan tuhan itu tiga dalam satu dan satu dalam tiga ternyata adalah hasil konggres di kota Nicea pada tahun 325 M.

Setelah mengetahui itu, kuputuskan bahwa agama yang kuanut tidaklah pantas untuk dipertahankan. Aku pun memutuskan untuk menjadi seorang yang tidak beragama, tetapi tetap percaya kepada Tuhan. Aku berkesimpulan bahwa semua agama tidak ada yang benar, karena sudah diselewengkan oleh penganutnya. Tanpa sadar waktu itu aku sudah menjadi manusia yang sinkretis dan pluralis.

Bertemu Ustad Muda

Waktu terus bergulir. Ketika aku kuliah di IPB memasuki semester ketiga, pemahamanku mulai berubah. Itu bermula dari perdebatanku dengan seorang teman tentang kebenaran. Syamsul Hadi, demikian nama temanku itu, mengatakan bahwa kebenaran hanya akan ditemukan di dalam Alquran. Aku pun berusaha mencarinya. Aku lalu dipertemukan dengan Ustad Fatih Karim, aktivis Islam. Lewat pertemuanku dengannya di Masjid Kampus itulah, perkenalanku dengan Alquran dimulai.

Kepadanya, aku menceritakan tentang pengalaman hidupku termasuk berbagai pertanyaan besar yang belum terjawab tentang kehidupan. Kami lalu berdiskusi hingga mencapai suatu kesepakatan tentang adanya Tuhan pencipta alam semesta. Aku pun akhirnya paham bahwa adanya Tuhan, atau Sang Pencipta memanglah sesuatu yang tidak bisa disangkal dan dinafikan bila kita benar-benar memperhatikan sekeliling kita.
“Tapi masalahnya ada lima agama yang mengklaim mereka punya petunjuk bagi manusia untuk menjalani hidupnya. Yang manakah yang bisa kita percaya?” tanyaku saat itu.
“Apapun diciptakan pasti mempunyai petunjuk tentang caranya bekerja,” jawab Ustad Fatih. Lalu ia menambahkan, “Begitupun juga manusia, masalahnya, yang manakah kitab petunjuk yang paling benar dan datang dari Sang Pencipta atau Tuhan yang Maha Kuasa?” Lalu dibacakanlah ayat dalam Alur’an: ”Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” (TQS al-Baqarah [2]:2)
Mendengar ayat itu, aku terpesona dengan ketegasan, kejelasan serta ketinggian maknanya. ”Mengapa penulis kitab itu berani menuliskan seperti itu?” pikirku.

Seolah membaca pikiranku, Ustad Fatih melanjutkan, “Kata-kata ini adalah hal yang sangat wajar bila penulisnya bukanlah manusia, ciptaan yang terbatas, Melainkan pencipta. Not creation but The Creator. Bahkan Alquran menantang manusia untuk mendatangkan yang semacamnya!”
Pikiranku saat itu bergejolak. Dalam hatiku berkata, “Mungkin inilah kebenaran yang selama ini aku cari!”. Tetapi ada beberapa keraguan di benakku. ”Mengapa agama yang sedemikian hebat malah terpuruk, menjadi pesakitan, hina dan menghinakan dirinya sendiri?” tanyaku.

Ustad itu menjelaskan bahwa Islam tidak sama dengan Muslim. Islam sempurna, mulia dan tinggi, tidak ada satu pun yang tidak bisa dijelaskan dan dijawab dalam Islam. Islam adalah sistem kehidupan. Sangat luar biasa penjelasannya. Sesuatu yang belum pernah aku dengar sebelumnya. Aku pun mulai sadar akan kelebihan dan kebenaran Islam. Keraguanku mulai luntur.

Masuk Islam

Aku pun akhirnya bisa menemukan jawaban sempurna atas ketiga pertanyaan besarku. Ternyata aku ini berasal dari Sang Pencipta dan itu adalah Allah SWT. Aku hidup untuk beribadah kepada-Nya sesuai dengan perintah-Nya yang tertulis di dalam Alquran. Alquran itu dijamin datang dari-Nya. Setelah hidup ini berakhir, kepada Allah lah aku akan kembali dengan membawa amal ibadah selama hidup untuk dipertanggungjawabkan sesuai dengan aturan yang diturunkan oleh Allah. Setelah yakin dan memastikan untuk jujur pada hasil pemikiranku ini, maka aku memutuskan, ”Baik, kalau begitu saya akan masuk Islam!”

Banyak tantangan setelah itu. Maklum aku hidup dalam lingkungan keluarga yang sangat tendensius kepada Islam. Di mata mereka orang Islam itu jahat dan jorok. Orang tuaku bilang aku sinting dan kerasukan setan. Tapi mau bagaimana lagi, aku tak akan mengorbankan kebenaran yang kucari selama ini. “Tidak, sama sekali tidak,” pikirku. Aku yakin bahwa Allah lah yang harus didahulukan. Kini orang tuaku bangga kepadaku.
Setelah masuk Islam, aku menemukan ketenangan sekaligus perjuangan. Aku bangga kepada Islam. Mudah-mudahan, sampai akhir hidup, aku dan keluargaku, tetap berada di barisan pembela Islam yang terpercaya. Janji Allah sangat jelas, dan akan terbukti dalam waktu dekat. Allahu Akbar!

Friday, May 7, 2010

Ibu…., dalam Genggamanmu Pendidikan Generasi


Oleh: Dra. Rahma Qomariyah, M.Pd.I

( Nara Sumber Radio pada Rubrik Ketahanan Keluarga Muslim, Program Radio Cermin Wanita Sholihah, MMC- Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia)

ما نحل والد ولده افضل من ادب حسن

” Tidak ada pemberian seorang ayah( orang tua) yang lebih utama dari pendidikan yang baik”( HR Turmudzi).

Agar tercapai tujuan pendidikan keluarga, maka seluruh komponen pendidikan dalam keluarga harus menjalankan fungsinya secara baik. Yang termasuk komponen pendidikan keluarga adalah, segala sesuatu yang ada disekitar anak, dan mampu mempengaruhi tingkah lakunya. Karenanya lingkungan anak harus sesuai dengan Islam, misalnya: hiasan-hiasan dinding yang sesuai dengan ajaran Islam; tayangan televisi, internet yang bisa diakses anak; Buku bacaan yang mendidik.

Disamping itu yang paling berpengaruh adalah seluruh anggota keluarga: ayah, ibu, pembantu dan anggota keluarga yang lain, serta teman bergaul anak. Karenanya mereka juga harus orang yang bertingkah laku sesuai dengan Islam.

Agar pendidikan keluarga berhasil, maka ibu sebagai pendidik utama harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

  1. Bertaqwa.

Seorang yang bertaqwa akan selalu menjaga agar Allah tidak melihatmu di tempat larangan-Nya, dan jangan sampai anda tidak didapatkan di tempat perintah-Nya. melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan Allah[1]. Perintah taqwa ini terdapat dalam surat Ali Imran 102:

يٰأَيُّهَا الَّذينَ ءامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقاتِهِ وَلا تَموتُنَّ إِلّا وَأَنتُم مُسلِمونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam[2].

Seorang ibu harus bertaqwa karena tugasnya sebagai guru adalah mendidik anak agar tingkah lakunya sesuai dengan tuntutan Islam, bertaqwa kepada Allah, berarti semakin dekat dengan Allah. Abdurrahman Amaroh dalam bukunya mengatakan:

لقد نجح منهجالتربية الاسلامي في توجيه الناس الى ربهم وردهم الى خالقهم حتى امن كل منهم ان الله قريب منه

“Sungguh strategi pendidikan Islam telah berhasil mengarahkan manusia kepada Tuhannya dan mengembalikan mereka kepada Penciptanya. Sehingga masing percaya sesungguhnya Allah itu dekat”[3].

Memang yang demikian itu merupakan perubahan tingkah laku yang besar, karena jika tiap-tiap orang merasa dekat dengan Allah, selalu merasa diawasi Allah, maka akan menuntun tingkah lakunya sesuai dengan perintah dan larangan Nya.

2. Berilmu.

Seorang ibu harus betul-betul memahami ilmu yang akan disampaikan. Keahlian seorang ibu dalam menyampaikan materi pelajaran kepada anak, akan memberi dampak positif terhadapnya. Karenanya Al Qur’an memberikan perhatian yang besar terhadap orang-orang yang berilmu. Firman Allah surat al Mujadalah; 11

يَرفَعِ اللَّهُ الَّذينَ ءامَنوا مِنكُم وَالَّذينَ أوتُوا العِلمَ دَرَجٰتٍ

niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat[4].

Ilmu yang harus dikuasai seorang ibu bisa dikategorikan menjadi dua: Pertama, meliputi: ilmu untuk menuntun aktivitas keseharian anak, misalnya: bertanggung jawab, izin masuk rumah, cara berpakaian yang syar’i, cara membiasakan ibadah, berbagi dengan sesama manusia terutama yang fakir miskin, mengajak teman untuk berbuat baik, mncegah teman untuk berbuat munkar, dll. Kedua, ilmu yang menuntun kepada kepakaran dan keahlian, misalnya ibu mempersiapkan kurikulum pendidikan keluarga: penguasaan bahasa Arab dasar, Penguasaan hadits yang memperkuat keimanan dan nafsiyahnya dan lain-lain.

3. Selalu mengarahkan proses pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan dalam pandangan Islam merupakan upaya sadar, terstruktur serta sistematis untuk mensukseskan misi penciptaan manusia sebagai hamba Allah yang senatiasa mentauhidkan-Nya dan hanya beribadah kepadaNya. Firman Allah :

وَما خَلَقتُ الجِنَّ وَالإِنسَ إِلّا لِيَعبُدونِ

Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”(TQS. Adz Dzariat[51]; 56)[5]

Jadi tujuan pendidikan keluarga adalah terbentuknya kepribadian Islam atau seorang muslim yang selalu beribadah kepada Allah baik ibadah makdlo/ghoiru makdlo[6], karena tugas hidup seorang muslim adalah beribadah kepada Allah. Artinya Seorang muslim dituntut untuk mengisi hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah dengan cara senantiasa melakukan aktifitas sesuai perintah Allah dan dengan niat ikhlash hanya karena Allah.

Dengan demikian dalam mendidik anak, ingat pada tujuan pendidikan keluarga yang telah kita tetapkan: kapan tujuan sudah tercapai targetnya, tahap demi tahap tujuan yang telah kita tetapkan, dan telah kita capai. Semuanya untuk menggapai tujuan yang telah kita tetapkan menjadi mufassir misalnya.

4. Bisa sebagai tauladan dan mengamalkan apa yang diajarkan.

Sudah bukan menjadi rahasia lagi bahwa adak lebih mudah mencontoh tingkah laku orang tuanya daripada ucapannya. Karenanya keteladanan itu penting. Dan methode keteladanan ini terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membantu membentuk tingkah laku anak.[7] Oleh karena itu orang tua harus bisa menjadi figur yang baik bagi anak-anaknya dan melakukan sesuatu yang yang dikatakan. Firman Allah surat ash Shof ayat 3

كَبُرَ مَقتًا عِندَ اللَّهِ أَن تَقولوا ما لا تَفعَلونَ

3. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan[8].

5. Memahami keadaan anaknya secara baik, dan menggunakan metode yang tepat. Disamping ibu harus menguasai materi yang akan diajarkan, juga harus memahami keadaan anaknya, dan memahami metode pendidikan. Sehingga kita mampu memilih metode dan teknik yang tepat sesuai dengan tingkat akal anak. Dan mampu mengelola psikis anak dengan baik. Hal ini perlu diperhatikan karena bisa jadi kita punya anak 4, dan ternyata karakter keempat-empatnya berbeda satu sama lain. Dan ingat tentu saja berbeda kurikulum untuk anak kita yang umur 10 tahun dengan anak yang umur 3 tahun. Karenanya harus sesuai dengan tingkat akal anak, sehingga bisa difahami. Sabda Rasulullah:

امرناان نكلم الناس علىقد رعقولهم

“Kami diperintah supaya berbicara kepada manusia menurut kadar akal (kecerdasan) mereka masing-masing” (HR. Muslim)

6. Tidak menyimpang dari kurikulum yang ditetapkan.

Seringkali kalau kita menyebut kurikulum pendidikan, kita beranggapan bahwa itu untuk pendidikan formal saja, padahal pendidikan keluargapun membutuhkan kurikulum. Kurikulum Pendidikan adalah suatu rangkaian mata pelajaran berikut metode penyampaiannya yang menjadi patokan penyampaian ilmu pengetahuan (materi pelajaran). Karenanya jika kita menyimpang dari kurikulum yang telah ditetapkan, maka tidak akan mampu mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian dalam mendidik anak, ingat pada kurikulum pendidikan keluarga yang telah kita tetapkan: kapan harus dilakukan dan kapan harus mencapai targetnya. Ingat, kita tentu sudah menargetkan agar anak kita menjadi pejuang dan SDM Khilafah. Tentu kita harus memprosesnya sesuai dengan kurikulum yang telah kita persiapkan.

7. Ikhlash.

Ibu harus ikhlash dalam melaksanakan tugasnya karena sesungguhnya Allah memerintahkan hambahnya untuk beribadah dengan ikhlash, termasuk mendidik anak[9]. Sebagimana firman Allah dalam surat al Bayinah ayat 5:

وَما أُمِروا إِلّا لِيَعبُدُوا اللَّهَ مُخلِصينَ لَهُ الدّينَ حُنَفاءَ

5. Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus,[10].

Dan sungguh Allah membatasi ibadah yang diterima disisi-Nya hanya ibadah yang dilaksanakan hanya karena Allah.

8. Menyayangi anak dan penyabar.

Ibu mempunyai tugas untuk mendidik anak agar memperoleh ilmu pengetahuan dan mengubah tingkah lakunya sesuai dengan tuntutan materi pelajarannya dan tentu saja harus sesuai dengan Islam. Anak adalah manusia bukan benda. Kalau benda diberi perlakuan sama, maka ia berubah secara serentak, tapi berbeda dengan manusia. Karenanya saat manusia diberi perlakuan tertentu tidak serta merta semuanya berubah, ada satu-dua yang ‘ngadat’. Keadaan seperti ini tidak akan bisa diatasi, jika ibu bukan seorang yang menyayangi anak dan sabar[11]. Firman Allah surat Ali Imran;n 134

وَالكٰظِمينَ الغَيظَ وَالعافينَ عَنِ النّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ المُحسِنينَ

, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan[12].

9. Do’a

Do’a merupakan hal yang penting yang harus dilakukan orangtua untuk anak-anak. Sebagaimana Allah mengajarkan dalam firman-Nya: surat al Furqan; 74:

وَالكٰظِمينَ وَالَّذينَ يَقولونَ رَبَّنا هَب لَنا مِن أَزوٰجِنا وَذُرِّيّٰتِنا قُرَّةَ أَعيُنٍ وَاجعَلنا لِلمُتَّقينَ إِمامًا

74. dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.

Daftar Pustaka:

Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Aulat fil Islam (Terjemahan), Jakarta, Pustaka Amani, Cetaka kedua

Depag RI, Al-Quran dan Terjemah, Yakarta

Abdurrahman Amirah, Manhaj Al Qur’an fi Tarbiyati ar Rijal, Beirut, Darul Jail.

Taqiyuddin an Nabhani, Syakhsyiyah Islamiyah Juz I, Darul Ummah, Beirut, 2003.

Muhammad Nur ibn Abdul Hafidl, Manhaj Tarbiyah li ath Thifl, Beirut, Daru Ibnu katsir, 1999, cetakan kedua.


[1] Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Aulat fil Islam (Terjemahan), Jakarta, Pustaka Amani, Cetaka kedua, hlm. 339

[2] Depag RI, Al-Quran dan Terjemah, surat Ali Imran, 102, Jakarta

[3] Abdurrahman Amirah, Manhaj Al Qur’an fi Tarbiyati ar Rijal, Beirut, Darul Jail, hlm. 237

[4] Depag RI, Al-Quran dan Terjemah, surat al Mujadalah, ayat 11, Jakarta

[5] Ibid, surat adz Dzariat, ayat 56

[6] Taqiyuddin an Nabhani, Syakhsyiyah Islamiyah Juz I, Darul Ummah, Beirut, 2003, hlm. 20

[7] Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Aulat fil Islam (Terjemahan), Jakarta, Pustaka Amani, Cetaka kedua, hlm. 142

[8] Depag RI, Al-Quran dan Terjemah, surat ash shaf, ayat 2-3, Jakarta

[9] Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Aulat fil Islam (Terjemahan), Jakarta, Pustaka Amani, Cetaka kedua, hlm. 337-338

[10] Al Qur’an dan Terjemah, Departemen Agama RI surat al Bayyinah ayat 5

[11] Muhammad Nur ibn Abdul Hafidl, Manhaj Tarbiyah li ath Thifl, Beirut, Daru Ibnu katsir, 1999, cetakan kedua, hlm. 45

[12] Depag RI, Al-Quran dan Terjemah, surat Ali Imran ayat 134, Jakarta

Ya Alloh...


Aku memulakan dengan kalimah “Dengan Nama Allah yg Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya tiada Tuhan yg layak disembah selain Allah. Maha Suci Allah, Tuhan Yang Maha Esa.”

Demi Allah yang menguasai jiwaku, demi Allah yg menentukan hidup matiku, demi Allah yg mencintai setiap makhlukNya. Kembalilah engkau wahai diriku kepadaNya dengan hati yg lapang dan akur dengan kekuasaanNya dan keagunganNya. Pulanglah engkau wahai diriku kepada Allah demi janji-janjiNya yg indah dan benar.

Syurga itu untuk kesemua umat Muhammad kecuali bagi mereka yg tidak menginginkannya. Demi dosa yg dilakukan, demi setiap titik noda yg dibuat, hanya keampunan Allah yg dapat meringankan beban, dan melapangkan dada. Kembalilah wahai diriku.

Ya Allah yg Maha Penyayang, terimalah kembali kami, hamba-hambaMu yg telah tersesat jauh ini. Terangilah jalan langkah kakiku dengan cahaya hidayah Mu. Setiap saat, setiap detik, setiap masa, sepanjang hayat hingga sampai kepada keridhoan Mu. Amin Ya Arhamarrahimiin, Irhamna birohmatik…

Menangis


Menangis lagi…
Menangisi dosa-dosa lalu
Kini kuinsafi diri…..
Ya Allah, kumohon padaMU
Keampunan….

Apakah taubat ku diterima
Sungguh janji Allah itu benar
tapi hati tetap resah apakah
taubat ku diterima…..

Aku menangis lagi
terlalu sedikit kebajikan
apakah ada naungan untukku di padang mahsyar
apakah tangan kanan ku mendapat penghormatan
apakah terlepas dari timbangan al mizan
apakah mudah bagi ku melalui titian siratMu

Ya Allah
Ya Arhamarrohimin… Irhamna…