Wednesday, November 30, 2011

Manusia Hidup diantara Dua Waktu


Mendung kelabu bergayut diwajah

Langitpun menangis, sirami hati yang duka

Agar asa kembali tumbuh dihati.

Manusia hidup diantara dua waktu

Masa lalu, yang membuat kita takjub

Masa mendatang hanya Alloh yang tahu

Hari ini…. Apapun yang terjadi

Harus dihadapi dengan usaha, tawakkal dan sabar.

Tiada seorangpun ingin kehilangan yang dicinta

Jangan cela daku bila menangis, karena Rasulpun menangis

Tak kuasa menahan duka,

Ketika yang dicinta mendahuluinya.

Biarkan air mata menetes, membasuh luka

Selama kata-kata tetap diridhoi Alloh.

Siapakah yang ingin bala menimpanya?

Atau adakah orang yang ingin ditimpa musibah?

Semua akan berkata semoga kita dijauhkan darinya.

Akan tetapi tak selamanya angin bertiup sebagaimana yang diinginkan nakhkoda

Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat raih

Alloh telah menakdirkan,

Kehendak-Nya jua yang terlaksana,

Jika baik, kita bersyukur

Jika sebaliknya, kita bersabar

Begitulah semestinya seorang mukmin

kita adalah milik Alloh dan akan kembali kepadanya

waktu, tempat dan cara yang berbeda.

Yang telah dahulu kembali kita do’akan

Yang akan menyusul, teguhkan iman semoga Alloh gantikan yang lebih baik

Istiqomah


“Ya Rasululloh, ajarkanlah kepadaku suatu perkara yang aku berpegang teguh kepadanya”. Bersabda Rasululloh SAW: “Katakanlah: Saya beriman kepada Alloh. Kemudian beristiqomahlah.” [HR Muslim].

Saturday, November 19, 2011

Menempatkan Anugerah

Cinta dan benci adalah rasa yang dianugerahkan Alloh SWT kepada manusia. Maka seperti halnya rasa benci, rasa cinta juga harus ditempatkan sesuai dengan perintah Alloh. Dalam QS. At-Taubah Alloh berfirman,

Katakanlah : “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Alloh dan RasulNya dan dari berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Alloh mendatangkan keputusanNya, “ dan Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik (TQS. At-Taubah (9) : 24).

Dalam ayat tersebut jelas sekali tersirat bahwa cinta kita kepada keluarga, jangan sampai mengalahkan cinta kita kepada Alloh. Maka ketika kita mencintai mereka, cinta itu harus diarahkan untuk mentaati Alloh dan RasulNya, menyambut seruanNya dan berlomba-lomba menuju ampunan dan surgaNya.

Ketika bicara cinta antara dua manusia, maka cinta antara Rasulullah dan Khadijah adalah gambaran yang utuh, cinta yang dibangun semata-mata hanya meraih keridloan Alloh semata. Rasullullah menikahi Khadijah bukan karena kedudukannya, bukan pula karena harta dan kecantikannya, sekalipun Khadijah memiliki itu semua. Rasulullah memperistrinya, karena melihat Khadijah adalah sosok yang mampu menyokong dakwah dan perjuangannya. Lihatlah ketika Khadijah mendampingi Rasulullah, dia mampu menjadi pendukung utama dakwah Rasul, dengan harta dan jiwanya, sepenuh hati. Menjadi sandaran Rasulullah saat orang-orang Quraisy Makkah memusuhi dan menghinanya. Menjadi hiburan teristimewa saat Rasul membutuhkannya, dan melahirkan generasi pejuang yang mampu menjadi aset akhiratnya.

Atau bagaimana kisah Ibrahim alaihissalam dan Hajar. Rasa cinta kepada Alloh, membuat mereka ridlo dengan apapun ketetapan Alloh, sekalipun Ibrahim harus meninggalkan Hajar dan Ismail di tengah padang pasir, meninggalkan istri dan anak yang tentu saja sangat dicintainya. Tapi lagi-lagi, cinta kepada Allohlah yang harus ditempatkan pada letak yang tertinggi.

Bagaimana pula dengan kisah suami istri Yasir dan Sumayyah. Dua pasangan syahid pertama yang rela disiksa demi mempertahankan akidahnya. Suami istri yang menyadari bahwa hidup hanyalah dipersembahkan untuk Alloh dan RasulNya, maka ikatan cinta yang mereka bangun adalah ikatan yang berlandaskan pada ketaatan kepada Alloh dan Rasulnya. Rela menanggung derita, rela mengorbankan apapun yang dimilikinya, rela melepaskan waktu berdua, ketika Alloh dan Rasulnya memintaNya.

Demikian hal nya kisah para sahabat di Uzbekistan. Ketika para suami mereka mendapat siksaan dari rezim Islam Karimov karena memutuskan tetap memilih berdakwah dan memperjuangkan ditegakkannya hukum-hukum Alloh di muka bumi, sang istri bukannya lari meninggalkannya, tapi memberi dukungan yang luar biasa. Mereka mengatakan, “Jika kau melepaskan jalan dakwah ini, sungguh kau tak pantas menjadikanku istrimu”. Subhanalloh,

Kisah-kisah yang luar biasa. Cinta mereka dipersembahkan hanya untuk Alloh dan RasulNya, cinta yang sudah tentu mendapat keridloanNya, kisah cinta yang akan Alloh tempatkan di surgaNya kelak. Sangat jauh berbeda dengan kisahnya Romeo dan Juliet, Sam Pek Eng Tay, Tittanic, Cinderella, Laila Majnun dan kisah-kisah fiksi lain yang digembar-gemborkan sebagai cinta sejati, nyatanya hanyalah kisah sampah yang melenakan para generasi kita. Wallahualam.

Menjadi yang dirindukan

Di setiap pagi, ada yang dirindukan oleh daun-daun pepohonan. Mereka merindukan hangatnya mentari pagi, mentari yang tidak saja memberi kehangatan tapi juga energi untuk membuatnya bisa bertahan hidup. Energi untuk bisa memproses CO­2O menjadi karbohidrat dan oksigen sebagai energi yang berguna untuk kehidupan. Karena dengan itulah pepohonan bisa menularkan manfaatnya untuk hewan, manusia dan lingkungannya. Indahnya menjadi matahari, memberikan energi terindah untuk kehidupan. dan H­

Di setiap malam, ada yang dirindukan oleh setiap makhluk. Siapa lagi kalau bukan rembulan, cahayanya di tengah kegelapan malam, menjadi penuntun setiap makhluk. Menjadikan mereka tak terperosok dalam kegelapan, tak terjatuh dalam keremangan dan mampu terus melaju di tengah kesunyian. Indahnya menjadi rembulan, menerangi setiap langkah kehidupan.

Di setiap kemarau panjang, ada yang dirindukan setiap insan. Apa lagi jika bukan sentuhan air hujan. Tetesannya mampu menyejukkan dahaga yang melanda, alirannya mampu memenuhi rongga-rongga dunia yang kekeringan dan limpasannya mampu membuat siapapun merasakan kesejukannya. Sebuah rahmat bagi makhluk semesta, dan tidak seharusnya menjadi bencana. Indahnya menjadi sang hujan, menaburkan sejuta manfaat di setiap tetesannya.

Matahari, rembulan dan hujan….mereka layak dirindukan, karena kehadirannya membuat semua makhluk mampu merengkuh manfaat tanpa pernah membayarnya, tanpa pernah meminta gantinya dan tanpa pernah menghitung pemberiannya. Memberi yang terbaik dengan ketulusan dan cinta, tanpa pernah meminta imbalan atas jerih payahnya.

Kita memang bukan matahari, rembulan dan air hujan….tapi kita adalah makhluk yang diberi kemampuan untuk berempati, kemampuan untuk berbagi, kemampuan untuk memberi dan kemampuan untuk berterimakasih. Kita memang tak punya apapun untuk dimiliki, tapi tak ada alasan yang membuat seorang manusia berkata ”Aku tak punya apapun untuk di bagi”, karena kita punya hati, akal dan budi. Jika tak ada harta yang bisa kau beri, berilah ilmumu, jika belum banyak ilmu yang bisa kau tularkan, berilah tenagamu, jika tak cukup banyak tenaga yang bisa kau bagi, berilah kata-kata indahmu untuk menghibur dan menyemangati, jika kata-kata pun kau tak mampu, berilah senyum dan doa tulusmu, dan berikan semua itu dengan cinta dan keikhlasanmu. Karena hanya dengan itulah kau layak dirindukan, sekalipun kau bukan matahari, rembulan ataupun hujan.

Absurditas Demokrasi


Jika ditanya apa persamaan antara becak dan bemo? Tentu saja karena rodanya sama-sama ada tiga. Tapi kita tidak sepakat kan walaupun sama-sama beroda tiga maka becak sama dengan bemo? Karena esensinya memang beda, bahkan jauh sekali. Dari tenaga yang menggerakkannya, onderdil penyusunnya, letak sopirnya dan mungkin ongkosnya. Begitu juga antara Islam dan demokrasi, walaupun sama-sama ada “musyawarahnya” (padahal sejatinya berbeda konteks musyawarah dalam demokasi dan dalam sudut pandang Islam), tapi demokrasi jelas-jelas tidak bisa disamakan dengan Islam, apalagi mengatakan Demokrasi bagian dari Islam, bahkan keduanya sangat bertolak belakang.

Demokrasi sering indah diucapkan, tetapi kecut dirasakan. Banyak yang tertipu karena tidak memahami hakikat demokrasi yang sesungguhnya. Ketika pemerintah memutuskan kenaikan harga BBM, apakah itu mencerminkan suara rakyat? Apakah wakil rakyat merupakan representasi dari suara rakyat? Sayangnya, TIDAK!. Tapi bukankah sistem demokrasi mengatakan berdasarkan suara mayoritas? Jika iya, seharusnya pemerintah tidak menaikkan harga BBM, tapi lagi-lagi, kebijakan diambil TANPA pernah melihat suara mayoritas rakyat (bukan wakil rakyat).

Jika ada yang mengatakan itu hanya orang nya yang salah menerapkan demokrasi, jika orangnya bener, pasti demokrasi terlaksana dengan semestinya dan sesuai amanah rakyat! Baiklah, mari kita tengok sejarah, asas, dan fakta penerapan demokrasi di berbagai Negara, adakah yang sesuai konsepsi awal? Ataukah ini sesungguhnya hanya sebuah ide yang ABSURD!

Sejarah dan Perkembangan Demokrasi

Istilah demokrasi berasal dari kata “demos” yang artinya rakyat dan “cratein” yang artinya pemerintah. Abraham Lincoln (1809-1865) mendefinisikan demokrasi sebagai “Government of the people” (suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat).

Kemunculan demokrasi terinspirasi fakta Negara kota (polis) di kota Athena, Yunani pada sekitar tahun 450 SM yang mempraktekkan pelibatan seluruh warga kota dalam proses pengambilan keputusan. Konsep Yunani kuno tersebut digali kembali di Eropa pada zaman “pencerahan/renaissance”, yakni era perlawanan terhadap kekuasaan gereja dan kaisar (pada zaman pertengahan) yang sarat dengan penimpangan dan penindasan terhadap rakyat dengan mengatasnamakan agama (gereja). Oleh karena itu, muncullah gerakan reformasi gereja yang menentang dominasi gereja, dan menghendaki disingkirkannya agama dari kehidupan, dan menuntut kebebasan. Puncaknya adalah Revolusi Perancis tahun 1789 yang berujung pada sekularisasi, yakni upaya kompromistik untuk memisahkan agama (gereja) dari masyarakat, Negara dan politik, bahwa agama (gereja) tak boleh lagi mengatur kehidupan publik, hanya ranah individu saja.

Pada masa itu, orang mencari suatu model agar kekuasaan tidak dimonopoli oleh satu orang, keluarga kerajaan, kaum bangsawan atau penguasa gereja. Ironinya, satu-satunya bahan yang tersedia bagi para pemikir di abad pertengahan adalah dari sejarah Yunani kuno yang dianggap sistem yang terbaik oleh mereka dan mempopulerkannya dengan nama “demokrasi”. Dari sini jelas, demokrasi demokrasi lahir dari rahim sekulerisme yang menolak campur tangan agama untuk mengatur seluruh aspek kehidupan, dan juga murni berasal dari rekacipta dan hawa nafsu manusia, bukan dari agama samawi manapun, apalagi Islam!.

Dalam perkembangannya, ide ini terlalu “utopis” untuk diwujudkan sesuai konsepsi awalnya, bahkan bergeser menjadi alat legitimasi para wakil rakyat (atas nama rakyat) untuk melegalisasi hukum sesuai kepentingan mereka. Istilah pemerintahan rakyat hanyalah jargon yang dipropagandakan untuk menipu rakyat agar mereka merasa ikut serta dalam menentukan arah pemerintahan dengan merasa telah “berpartisipasi” dalam mekanisme demokrasi (pemilu).

Asas Demokrasi

Menurut konsep dasar demokrasi, seluruh rakyat harus berkumpul di satu tempat umum dan mereka membuat aturan yang akan mereka terapkan, serta memberikan keputusan terhadap masalah yang perlu diselesaikan. Namun fakta yang berkembang karena rakyat tidak mungkin lagi dikumpulkan di satu tempat, maka dibentuklah legislatif, eksekutif dan yudikatif. Selanjutnya, agar rakyat dapat menjadi penguasa bagi dirinya sendiri (menentukan hukum) dan menjalankan kehendaknya secara sempurna (tanpa penentangan agama), maka kebebasan yang bersifat universal merupakan prinsip atau asas yang harus diwujudkan dalam sistem demokrasi, yang meliputi 4 aspek (HAM) yaitu :

  1. Kebebasan beragama
  2. Kebebasan berpendapat
  3. Kebebasan kepemilikan
  4. Kebebasan berperilaku

Dan akhirnya, atas nama HAM akhirnya semua orang bebas berbuat semaunya, homo, lesbi, waria, prostitusi, pornografi, penyimpangan dan penodaan agama, penguasaan sektor-sektor publik oleh individu, marak terjadi.

Fakta Penerapan Demokrasi

Kepala Negara dan anggota parlemen yang diklaim dipilih oleh mayoritas rakyat sejatinya tidak sesuai dengan fakta yang sesungguhnya. Di Indonesia sendiri bisa dilihat pada kasus pilkada, pemilihan anggota DPR dan pesiden beberapa waktu lalu. Hasil tersebut memperlihatkan mereka lolos hanya karena suaranya menang diantara para calon yang lain, bukan karena kehendak mayoritas rakyat, belum lagi jika terjadi kecurangan disana-sini. Bahkan pemilihan presidenpun memperlihatkan MAYORITAS rakyat tidak menghendakinya, terbukti angka golput yang mencapai hingga 40%.

Di Amerika sendiri yang meupakan dedengkotnya demokrasi, pendukung utama partai penguasa parlemen adalah para pemilik modal yang notabene dikuasai oleh Yahudi. Para pemilik modal akan membiayai seluruh atribut pencalonan hingga berhasil terpilih, walhasil kebijakan yang diambilpun kebijakan yang sarat kepentingan para kapital (Yahudi). Apakah penyerangan ke Afganistan paska tagedi WTC adalah keinginan mayoritas rakyat Amerika? Apakah mayoritas rakyat Amerika menyetujui pengiriman pasukan ke Irak? Apakah mayoritas rakyat Amerika menyetujui penjajahan Israel atas Palestina? TIDAK, tapi selama itu sesuai dengan kepentingan para pemilik modal, kebijakan itu akan tetap diambil.

Di Inggris yang berkuasa adalah orang-orang dari partai konservatif yang mewakili para konglomerat, pengusaha, tuan tanah dan aistokrat. Partai buruh tidak dapat menduduki pemerintahan kecuali jika ada kondisi politis yang mengharuskan tersingkirnya partai konservatif dari pemerintahan.

Di negeri-negeri muslim lebih parah lagi. Parlemen Yordania yang dipilih dengan slogan “Mengembalikan demokasi dan mewujudkan kebebasan”, ternyata tidak berani mengkritik raja Husein maupun pemerintahannya, padahal saat itu mereka mengetahui kebobrokan rezim keluarga kerajaan. Pemerintahan negeri-negeri Arab tak berani menentang penjajahan Israel bahkan merelakan pangkalan militernya untuk digunakan membantai saudara mereka sendiri, dan rakyat yang menentang kebijakan kerajaan Saud akan dibungkam! Dan kasus yang terakhir bagaimana pemerintahan Mesir dengan pongahnya menyetujui pembangunan tembok baja yang memasung dan memenjara Gaza, saudara sesama muslim! Padahal rakyat Mesir sendiri menolak! Sungguh menyedihkan !

Untuk memperjuangkan kepentingan ideologi kapitalismenya, mereka menjadikan demokrasi sebagai standar, persepsi serta keyakinan yang berlaku di segala aspek kehidupan. Untuk itu Negara kapitalis seperti AS melakukan internasionalisasi ideologi sebagai asas interaksi dan UU Internasional, yang kemudian membentuk PBB dengan hak vetonya, dan inilah yang selanjutnya menjadi ALAT PALING AMPUH untuk melegitimasi seluruh kebijakan internasionalnya!

Sumber :

  1. Ad-Dimukratiyah Nizham al-Kufr. Abdul Qadim Zallum. 1990. Pustaka Thariqul Izzah
  2. Menggugat Demokrasi. Mujiyanto. Al-Wa’ie No 104 Tahun IX, April 2009
  3. Islam Menolak Demokrasi. Luthfi Affandi. Al-Wa’ie No 104 Tahun IX, April 2009