Thursday, April 1, 2010
Bismillah...
Janganlah terbenam wahai matahari
Sebelum habis pujianku terhadap keluarga
Al-Mustafa (Muhammad saw) dan anaknya
Hendaklah kau mengerakkan awanmu jika engkau ingin memuji mereka
Apakah kau lupa bahawa engkau berdiam untuk dia
Jika engkau berdiam adalah untuk dia
Maka jadikanlah diammu tersebut juga sebagai naungan untuk pasukan
berkuda dan infanterinya.
BUAT MAMA tersayang,,.
Apa yang paling dinanti seorang wanita yang baru saja menikah ?
Sudah pasti jawabannya adalah : k-e-h-a-m-i-l-a-n.
Seberapa jauh pun jalan yang harus ditempuh, Seberat apa pun langkah
yang mesti diayun, Seberapa lama pun waktu yang harus dijalani, Tak
kenal menyerah demi mendapatkan satu kepastian dari seorang bidan:
p-o-s-i-t-i-f.
Meski berat, tak ada yang membuatnya mampu bertahan hidup kecuali
benih dalam kandungannya.
Menangis, tertawa, sedih dan bahagia tak berbeda baginya, karena ia
lebih mementingkan apa yang dirasa si kecil di perutnya.
Seringkali ia bertanya : menangiskah ia? Tertawakah ia? Sedihkah
atau bahagiakah ia di dalam sana?
Bahkan ketika waktunya tiba, tak ada yang mampu menandingi cinta
yang pernah diberikannya, ketika itu mati pun akan dipertaruhkannya
asalkan generasi penerusnya itu bisa terlahir ke dunia.
Rasa sakit pun sirna, ketika mendengar tangisan pertama si buah hati,
tak peduli darah dan keringat yang terus bercucuran.
Detik itu, sebuah episode cinta baru saja berputar.
Tak ada yang lebih membanggakan untuk diperbincangkan selain anak.
Tak satu pun tema yang paling menarik untuk didiskusikan bersama
rekan sekerja, teman sejawat, kerabat maupun keluarga, kecuali anak.
Si kecil baru saja berucap "Ma?" segera ia mengangkat telepon
untuk mengabarkan ke semua yang ada di daftar telepon.
Saat baru pertama berdiri, ia pun berteriak histeris, antara haru,
bangga dan sedikit takut si kecil terjatuh dan luka.
Hari pertama sekolah adalah saat pertama kali matanya menyaksikan
langkah
awal kesuksesannya. Meskipun disaat yang sama, pikirannya terus
menerawang dan bibirnya tak lepas berdoa, berharap sang suami tak
terhenti rezekinya.
Agar langkah kaki kecil itu pun tak terhenti di tengah jalan.
"Demi anak", "Untuk anak", menjadi alasan utama ketika ia berada di
pasar berbelanja keperluan si kecil.
Saat ia berada di pesta seorang kerabat atau keluarga dan
membungkus
beberapa potong makanan dalam tissue.
Ia selalu mengingat anaknya dalam setiap suapan nasinya, setiap
gigitan kuenya, setiap kali hendak berbelanja baju untuknya.
Tak jarang, ia urung membeli baju untuk dirinya sendiri dan
berganti mengambil baju untuk anak.
Padahal, baru kemarin sore ia membeli baju si kecil.
Meski pun, terkadang ia harus berhutang. Lagi-lagi atas satu alasan,
demi anak.
Di saat pusing pikirannya mengatur keuangan yang serba terbatas,
periksalah catatannya.
Di kertas kecil itu tertulis: 1. Beli susu anak; 2. Uang sekolah anak.
Nomor urut selanjutnya baru kebutuhan yang lain. Tapi jelas di
situ, kebutuhan anak senantiasa menjadi prioritasnya.
Bahkan, tak ada beras di rumah pun tak mengapa, asalkan susu si
kecil tetap terbeli.
Takkan dibiarkan si kecil menangis, apa pun akan dilakukan agar senyum
dan tawa riangnya tetap terdengar.
Ia menjadi guru yang tak pernah digaji, menjadi pembantu yang tak
pernah dibayar, menjadi pelayan yang sering terlupa dihargai, dan
menjadi babby sitter yang paling setia.
Sesekali ia menjelma menjadi puteri salju yang bernyanyi merdu
menunggu suntingan sang pangeran.
Keesokannya ia rela menjadi kuda yang meringkik, berlari mengejar
dan menghalau musuh agar tak mengganggu.
Atau ketika ia dengan lihainya menjadi seekor kelinci yang
melompat-lompat mengelilingi kebun, mencari wortel untuk makan
sehari-hari. Hanya tawa dan jerit lucu yang ingin didengarnya dari
kisah-kisah yang tak pernah absen didongengkannya.
Kantuk dan lelah tak lagi dihiraukan, walau harus menyamarkan
suara menguapnya dengan auman harimau. Atau berpura-pura si nenek sihir
terjatuh dan mati sekadar untuk bisa memejamkan mata barang
sedetik. Namun, si kecil belum juga terpejam dan memintanya
menceritakan dongeng ke sekian.
Dalam kantuknya, ia pun terus mendongeng.
Tak ada yang dilakukannya di setiap pagi sebelum menyiapkan
sarapan anak-anak yang akan berangkat ke kampus.
Tak satu pun yang paling ditunggu kepulangannya selain suami dan
anak-anak
tercinta. Serta merta kalimat, "sudah makan belum?" tak lupa
terlontar
saat baru saja memasuki rumah. Tak peduli meski si kecil yang dulu
kerap ia timang dalam dekapannya itu, sekarang sudah menjadi orang
dewasa yang bisa saja membeli makan siangnya sendiri di kampus.
Hari ketika si anak yang telah dewasa itu mampu mengambil
keputusan
terpenting dalam hidupnya, untuk menentukan jalan hidup
bersama
pasangannya, siapa yang paling menangis? Siapa yang lebih dulu
menitikkan air mata? Lihatlah sudut matanya, telah menjadi samudera
air mata dalam sekejap. Langkah beratnya ikhlas mengantar buah hatinya
ke kursi pelaminan.
Ia menangis melihat anaknya tersenyum bahagia dibalut gaun pengantin.
Di saat itu, ia pun sadar, buah hati yang bertahun-tahun menjadi
kubangan curahan cintanya itu tak lagi hanya miliknya. Ada satu
hati lagi yang tertambat, yang dalam harapnya ia berlirih, "Masihkah
kau anakku?"
Saat senja tiba. Ketika keriput di tangan dan wajah mulai
berbicara tentang usianya. Ia pun sadar, bahwa sebentar lagi masanya
kan berakhir.
Hanya satu pinta yang sering terucap dari bibirnya, "Bila ibu
meninggal, ibu ingin anak-anak ibu yang memandikan. Ibu ingin
dimandikan sambil dipangku kalian".
Tak hanya itu, imam shalat jenazah pun ia meminta dari salah satu
anaknya.
"Agar tak percuma ibu mendidik kalian menjadi anak yang shalih &
shalihat sejak kecil," ujarnya.
Duh ibu, semoga saya bisa menjawab pintamu itu kelak. Bagaimana
mungkin saya tak ingin memenuhi pinta itu? Sejak saya kecil ibu telah
mengajarkan arti cinta sebenarnya.
Ibulah madrasah cinta saya,
Ibulah sekolah yang hanya punya satu mata pelajaran, yaitu "cinta".
Sekolah yang hanya punya satu guru yaitu "pecinta".
Sekolah yang semua murid-muridnya diberi satu nama: "anakku tercinta".
Sudah pasti jawabannya adalah : k-e-h-a-m-i-l-a-n.
Seberapa jauh pun jalan yang harus ditempuh, Seberat apa pun langkah
yang mesti diayun, Seberapa lama pun waktu yang harus dijalani, Tak
kenal menyerah demi mendapatkan satu kepastian dari seorang bidan:
p-o-s-i-t-i-f.
Meski berat, tak ada yang membuatnya mampu bertahan hidup kecuali
benih dalam kandungannya.
Menangis, tertawa, sedih dan bahagia tak berbeda baginya, karena ia
lebih mementingkan apa yang dirasa si kecil di perutnya.
Seringkali ia bertanya : menangiskah ia? Tertawakah ia? Sedihkah
atau bahagiakah ia di dalam sana?
Bahkan ketika waktunya tiba, tak ada yang mampu menandingi cinta
yang pernah diberikannya, ketika itu mati pun akan dipertaruhkannya
asalkan generasi penerusnya itu bisa terlahir ke dunia.
Rasa sakit pun sirna, ketika mendengar tangisan pertama si buah hati,
tak peduli darah dan keringat yang terus bercucuran.
Detik itu, sebuah episode cinta baru saja berputar.
Tak ada yang lebih membanggakan untuk diperbincangkan selain anak.
Tak satu pun tema yang paling menarik untuk didiskusikan bersama
rekan sekerja, teman sejawat, kerabat maupun keluarga, kecuali anak.
Si kecil baru saja berucap "Ma?" segera ia mengangkat telepon
untuk mengabarkan ke semua yang ada di daftar telepon.
Saat baru pertama berdiri, ia pun berteriak histeris, antara haru,
bangga dan sedikit takut si kecil terjatuh dan luka.
Hari pertama sekolah adalah saat pertama kali matanya menyaksikan
langkah
awal kesuksesannya. Meskipun disaat yang sama, pikirannya terus
menerawang dan bibirnya tak lepas berdoa, berharap sang suami tak
terhenti rezekinya.
Agar langkah kaki kecil itu pun tak terhenti di tengah jalan.
"Demi anak", "Untuk anak", menjadi alasan utama ketika ia berada di
pasar berbelanja keperluan si kecil.
Saat ia berada di pesta seorang kerabat atau keluarga dan
membungkus
beberapa potong makanan dalam tissue.
Ia selalu mengingat anaknya dalam setiap suapan nasinya, setiap
gigitan kuenya, setiap kali hendak berbelanja baju untuknya.
Tak jarang, ia urung membeli baju untuk dirinya sendiri dan
berganti mengambil baju untuk anak.
Padahal, baru kemarin sore ia membeli baju si kecil.
Meski pun, terkadang ia harus berhutang. Lagi-lagi atas satu alasan,
demi anak.
Di saat pusing pikirannya mengatur keuangan yang serba terbatas,
periksalah catatannya.
Di kertas kecil itu tertulis: 1. Beli susu anak; 2. Uang sekolah anak.
Nomor urut selanjutnya baru kebutuhan yang lain. Tapi jelas di
situ, kebutuhan anak senantiasa menjadi prioritasnya.
Bahkan, tak ada beras di rumah pun tak mengapa, asalkan susu si
kecil tetap terbeli.
Takkan dibiarkan si kecil menangis, apa pun akan dilakukan agar senyum
dan tawa riangnya tetap terdengar.
Ia menjadi guru yang tak pernah digaji, menjadi pembantu yang tak
pernah dibayar, menjadi pelayan yang sering terlupa dihargai, dan
menjadi babby sitter yang paling setia.
Sesekali ia menjelma menjadi puteri salju yang bernyanyi merdu
menunggu suntingan sang pangeran.
Keesokannya ia rela menjadi kuda yang meringkik, berlari mengejar
dan menghalau musuh agar tak mengganggu.
Atau ketika ia dengan lihainya menjadi seekor kelinci yang
melompat-lompat mengelilingi kebun, mencari wortel untuk makan
sehari-hari. Hanya tawa dan jerit lucu yang ingin didengarnya dari
kisah-kisah yang tak pernah absen didongengkannya.
Kantuk dan lelah tak lagi dihiraukan, walau harus menyamarkan
suara menguapnya dengan auman harimau. Atau berpura-pura si nenek sihir
terjatuh dan mati sekadar untuk bisa memejamkan mata barang
sedetik. Namun, si kecil belum juga terpejam dan memintanya
menceritakan dongeng ke sekian.
Dalam kantuknya, ia pun terus mendongeng.
Tak ada yang dilakukannya di setiap pagi sebelum menyiapkan
sarapan anak-anak yang akan berangkat ke kampus.
Tak satu pun yang paling ditunggu kepulangannya selain suami dan
anak-anak
tercinta. Serta merta kalimat, "sudah makan belum?" tak lupa
terlontar
saat baru saja memasuki rumah. Tak peduli meski si kecil yang dulu
kerap ia timang dalam dekapannya itu, sekarang sudah menjadi orang
dewasa yang bisa saja membeli makan siangnya sendiri di kampus.
Hari ketika si anak yang telah dewasa itu mampu mengambil
keputusan
terpenting dalam hidupnya, untuk menentukan jalan hidup
bersama
pasangannya, siapa yang paling menangis? Siapa yang lebih dulu
menitikkan air mata? Lihatlah sudut matanya, telah menjadi samudera
air mata dalam sekejap. Langkah beratnya ikhlas mengantar buah hatinya
ke kursi pelaminan.
Ia menangis melihat anaknya tersenyum bahagia dibalut gaun pengantin.
Di saat itu, ia pun sadar, buah hati yang bertahun-tahun menjadi
kubangan curahan cintanya itu tak lagi hanya miliknya. Ada satu
hati lagi yang tertambat, yang dalam harapnya ia berlirih, "Masihkah
kau anakku?"
Saat senja tiba. Ketika keriput di tangan dan wajah mulai
berbicara tentang usianya. Ia pun sadar, bahwa sebentar lagi masanya
kan berakhir.
Hanya satu pinta yang sering terucap dari bibirnya, "Bila ibu
meninggal, ibu ingin anak-anak ibu yang memandikan. Ibu ingin
dimandikan sambil dipangku kalian".
Tak hanya itu, imam shalat jenazah pun ia meminta dari salah satu
anaknya.
"Agar tak percuma ibu mendidik kalian menjadi anak yang shalih &
shalihat sejak kecil," ujarnya.
Duh ibu, semoga saya bisa menjawab pintamu itu kelak. Bagaimana
mungkin saya tak ingin memenuhi pinta itu? Sejak saya kecil ibu telah
mengajarkan arti cinta sebenarnya.
Ibulah madrasah cinta saya,
Ibulah sekolah yang hanya punya satu mata pelajaran, yaitu "cinta".
Sekolah yang hanya punya satu guru yaitu "pecinta".
Sekolah yang semua murid-muridnya diberi satu nama: "anakku tercinta".
SURAT BUAT IBUNDA tersayang,
kadang hari jadi demikian melelahkan,ibunda,
ruang menujumu tiba-tiba saja terasa luas dan jauh
ingin nanda ceritakan tentang sayap-sayap
yang tak henti belajar terbang
mencari setiap celah untuk memperpendek jarak mempersempit ruang
ingin nanda ceritakan tentang wangi kelopak sepanjang jalan,
biru langit, hembus angin dan warna pucuk-pucuk hijau
mengumpulkan keindahan dalam telapak untuk dibawa pulang ke pangkuan
berharap bisa menghapus letih kening dari sudut mata bunda
sesungguhnya tak jarang langkah nanda tersandung batu terhalang badai
tapi bekal yang bunda sampirkan sejak dulu
selalu bisa menghantar nanda ke seberang
kadang kabut sama sekali nyaris tak tertembus, ibunda,
perjuangan melewatinya tiba-tiba saja kehilangan tenaga
ingin nanda ceritakan tentang ketakutan-ketakutan
dan mimpi buruk menjelang tengah malam
tentang kegamangan dan keraguan
setiap kali jembatan dan pintu menghadang di depan mata
tapi percayalah,...
bekal yang bunda titipkan di bahu selalu bisa mengisi kekosongan,
menguatkan dan menegakkan kembali wajah nanda
seperti pesan bunda,
nanda belajar dari rumput yang tegar untuk selalu tumbuh
nanda belajar dari tetes hujan yg jatuh
di atas batu yang kokoh bertumpu
tak pernah mudah, ibunda, tak pernah
jika sesekali nanda berhenti ...
nanda ingin bunda tahu bukan tuk menyerah
tapi menerjemah hikmah dan menelaah diri sebelum berjalan lagi
tak pernah mudah, ibunda, memang tak pernah
tapi nanda tak gentar
sebab cinta dan doa bunda terbukti
jadi energi tak berbatas
yang tak pernah kehabisan cahaya dalam setiap langkah nanda
#- ku buka album biru
- penuh debu dan usang
- ku pandangi semua gambar diri
- kecil bersih belum ternoda
- pikirkupun melayang
- dahulu penuh kasih
- teringat semua cerita orang
- tentang riwayatku
reff#
- kata mereka diriku slalu dimanja
- kata mereka diriku slalu dtimang
- nada nada yang indah
- slalu terurai darinya
- tangisan nakal dari bibirku
- takkan jadi deritanya
- tangan halus dan suci
- tlah mengangkat diri ini
- jiwa raga dan seluruh hidup
- rela dia berikan
- oh bunda ada dan tiada
- dirimu kan slalu ada di dalam
- hatiku . . .
PENGERTIAN JILBAB SESUNGGGUHNYA
Akhir-akhir ini banyak sekali kita jumpai kaum Muslimah, baik remaja maupun dewasa mengenakan pakaian Muslimah dengan berbagai warna, corak dan model. Jika kita cermati, tidak semua kaum Muslim memiliki pandangan yang jelas tentang pakaian Muslimah. Faktanya, banyak wanita yang mengenakan kerudung hanya menutupi rambut saja, sedangkan leher dan sebagian lengan masih tampak. Ada juga yang berkerudung tetapi tetap memakai busana yang ketat, misalnya, sehingga lekuk tubuhnya tampak. Yang lebih menyedihkan adalah ada sebagian kalangan yang masih ragu terhadap pensyariatan Islam tentang pakaian Muslimah ini.
Di samping itu, masih banyak juga di yang memahami secara rancu kerudung dan jilbab. Tidak sedikit yang menganggap bahwa jilbab adalah kerudung dan sebaliknya. Padahal, jilbab dan kerudung adalah dua perkara yang berbeda.
Menutup Aurat
Menutup aurat dan pakaian Muslimah ketika keluar rumah merupakan dua pembahasan yang terpisah, karena Allah Swt. dan Rasul-Nya memang telah memisahkannya. Menutup aurat merupakan kewajiban bagi seluruh kaum Muslim, laki-laki dan perempuan. Untuk kaum Muslimah, Allah Swt. telah mengatur ihwal menutup aurat ini al-Quran surat an-Nur ayat 31:
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS an-Nur [24]: 31
Frasa mâ zhahara minhâ (yang biasa tampak padanya) mengandung pengertian wajah dan kedua telapak tangan. Hal ini dapat dipahami dari beberapa hadis Rasulullah saw., di antaranya: Pertama, hadis penuturan ‘Aisyah r.a. yang menyatakan (yang artinya)
Suatu ketika datanglah anak perempuan dari saudaraku seibu dari ayah ‘Abdullah bin Thufail dengan berhias. Ia mengunjungiku, tetapi tiba-tiba Rasulullah saw. masuk seraya membuang mukanya. Aku pun berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, ia adalah anak perempuan saudaraku dan masih perawan tanggung.” Beliau kemudian bersabda, “Apabila seorang wanita telah balig, ia tidak boleh menampakkan anggota badannya kecuali wajahnya dan ini.” Ia berkata demikian sambil menggenggam pergelangan tangannya sendiri dan dibiarkannya genggaman telapak tangan yang satu dengan genggaman terhadap telapak tangan yang lainnya). (HR AthTabrani)
Kedua, juga hadis penuturan ‘Aisyah r.a. yang menyakan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
Wahai Asma’, sesungguhnya seorang wanita, apabila telah balig (mengalami haid), tidak layak tampak dari tubuhnya kecuali ini dan ini (seraya menunjuk muka dan telapak tangannya). (HR Abu Dawwud)
Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa yang biasa tampak adalah muka dan kedua telapak tangan, sebagaimana dijelaskan pula oleh para ulama, bahwa yang dimaksud adalah wajah dan telapak tangan (Lihat: Tafsîr ash-Shabuni, Tafsîr Ibn Katsîr). Ath-Thabari menyatakan, “Pendapat yang paling kuat dalam masalah itu adalah pendapat yang menyatakan bahwa sesuatu yang biasa tampak adalah muka dan telapak tangan.” (Tafsîr ath-Thabari).
Jelaslah bahwa seorang Muslimah wajib untuk menutupi seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Artinya, selain wajah dan telapak tangan tidak boleh terlihat oleh laki-laki yang bukan mahram-nya.
Pakaian Wanita dalam Kehidupan Umum
Selain aturan tentang menutup aurat, Allah Swt. pun memberikan aturan yang sama rincinya tentang pakaian wanita dalam kehidupan umum, yaitu jilbâb (jilbab, abaya) dan khimâr Dalam kesehariannya, wanita tidak menutup kemungkinan untuk keluar rumah untuk memenuhi hajatnya; ke pasar, ke mesjid, ke rumah keluarga dan kerabatnya, dan lain-lain. Kondisi ini memungkinkan terjadinya interaksi atau pertemuan dengan laki-laki. Islam menetapkan, ketika seorang wanita ke luar rumah, ia harus mengenakan khim¬âr (kerudung) dan jilbab.
Allah Swt. Berfirman:
Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung (khimâr) ke dada-dada mereka. (QS an-Nur [24]: 31.
Dari ayat ini tampak jelas, bahwa wanita Muslimah wajib untuk menghamparkan kerudung hingga menutupi kepala, leher, dan juyûb (bukaan baju) mereka Sementara itu, mengenai jilbab, Allah Swt. berfirman dalam ayat yang lain:
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang Mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. (QS al-Ahzab [33]: 59)
Kata jalâbîb yang terdapat dalam ayat tersebut adalah jamak dari jilbâb. Secara bahasa, jilbab adalah sejenis mantel atau baju yang serupa dengan mantel (Lihat: Kamus al-Muhith). Menurut beberapa pendapat ulama tafsir, pengertiannya adalah sebagai berikut:
1. Kain penutup atau baju luar/mantel yang menutupi seluruh tubuh wanita. (Tafsîr Ibn ‘Abbas, hlm, 137)
2. Baju panjang (mulâ’ah) yang meliputi seluruh tubuh wanita. (Imam an-Nawawi, dalam Tafsîr Jalalyn, hlm. 307)
3. Baju luas yang menutupi seluruh kecantikan dan perhiasan wanita. (Ali ash-Shabuni, Shafwah at-Tafâsîr, jld. 2, hlm. 494)
4. Pakaian seperti terowongan (baju panjang yang lurus sampai ke bawah) selain kerudung. (Tafsîr Ibn katsir)
Intinya, Allah memerintahkan kepada Nabi agar menyeru istri-istrinya, anak-anak wanitanya, dan wanita-wanita Mukmin secara umum—jika mereka keluar rumah untuk memenuhi hajatnya—untuk menutupi seluruh badannya, kepalanya, dan juga juyûb mereka, yaitu untuk menutupi dada-dada mereka.
6. Pakaian yang lebih besar dari khimâr (kerudung). Ibn ‘Abbas dan Ibn Mas‘ud meriwayatkan, bahwa jilbab adalah ar-rada’u, yaitu terowongan (pakaian yang lurus tanpa potongan yang menutupi seluruh badan). (Tafsîr al-Qurthubi).
Lalu bagaimana keadaan wanita-wanita pada masa Rasulullah saw. ketika mereka keluar rumah? Hal ini akan tampak dari sebuah hadis berikut:
Kami, para wanita, diperintahkan oleh Rasulullah untuk keluar pada saat Idul Fitri dan Idul Adha, baik para gadis, wanita yang sedang haid, maupun gadis-gadis pingitan. Wanita yang sedang haid diperintahkan meninggalkan shalat serta menyaksikan kebaikan dan dakwah (syiar) kaum Muslim. Aku bertanya, “ Ya Rasulullah, salah seorang di antara kami ada yang tidak memiliki jilbab. Rasulullah saw. bersabda: Hendaklah saudaranya meminjamkan jilbabnya.” (HR Muslim).
Hadis di atas mengandung pengertian, bahwa ada salah seorang shahabiyah yang tidak memiliki pakaian (jilbab) untuk digunakan ke luar rumah; ia hanya memiliki pakaian rumah. Rasulullah saw. sendiri telah memerintahkan kepada semua wanita, bahkan wanita yang haid dan yang berada dalam pingitan sekalipun, untuk keluar shalat Id dan menyaksikan syiar/dakwah Islam. Lalu kemudian wanita tersebut mengadukan kondisi dirinya. Rasulullah saw. kemudian memerintahkan kepada wanita-wanita yang lain untuk meminjamkan pakaian luarnya kepada wanita tersebut agar wanita tersebut bisa keluar rumah untuk memenuhi seruan beliau.
.
Ayat al-Quran berikut lebih menguatkan hadits di atas:
Perempuan-perempuan tua yang telah berhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada keinginan untuk menikah lagi, tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka (pakaian luar) dengan tidak menampakkan perhiasan. (QS an-Nur [24]: 60)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa wanita-wanita yang sudah mengalami menopouse boleh untuk menanggalkan jilbab (pakaian luar)-nya. Akan tetapi, mereka tetap wajib untuk menutup auratnya.
Dari beberapa nash dan keterangan yang disebutkan di atas, jelaslah bahwa jilbab adalah pakaian luar (menyerupai mantel) yang luas dan tidak terputus (seperti terowongan) yang menutupi pakaian rumah/pakaian sehari-harinya (al-mihnah) dan seluruh bagian tubuhnya kecuali muka dan kedua telapak tangan.
Dengan demikian, jilbab dan kerudung merupakan dua hal yang berbeda. Keduanya merupakan perkara yang diwajibkan oleh Allah Swt. untuk dikenakan seorang Muslimah ketika hendak keluar rumah. Mudah-mudahan Allah Swt. memudahkan kita untuk melaksanakan setiap kewajiban yang telah Allah tetapkan serta mengokohkan iman kita dengan menjadikan kita senantiasa tunduk dan terikat dengan hukum-hukumnya.
“Barangsiapa yang mengerjakan amal sholeh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.(TQS An-nahl:97)
Di samping itu, masih banyak juga di yang memahami secara rancu kerudung dan jilbab. Tidak sedikit yang menganggap bahwa jilbab adalah kerudung dan sebaliknya. Padahal, jilbab dan kerudung adalah dua perkara yang berbeda.
Menutup Aurat
Menutup aurat dan pakaian Muslimah ketika keluar rumah merupakan dua pembahasan yang terpisah, karena Allah Swt. dan Rasul-Nya memang telah memisahkannya. Menutup aurat merupakan kewajiban bagi seluruh kaum Muslim, laki-laki dan perempuan. Untuk kaum Muslimah, Allah Swt. telah mengatur ihwal menutup aurat ini al-Quran surat an-Nur ayat 31:
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS an-Nur [24]: 31
Frasa mâ zhahara minhâ (yang biasa tampak padanya) mengandung pengertian wajah dan kedua telapak tangan. Hal ini dapat dipahami dari beberapa hadis Rasulullah saw., di antaranya: Pertama, hadis penuturan ‘Aisyah r.a. yang menyatakan (yang artinya)
Suatu ketika datanglah anak perempuan dari saudaraku seibu dari ayah ‘Abdullah bin Thufail dengan berhias. Ia mengunjungiku, tetapi tiba-tiba Rasulullah saw. masuk seraya membuang mukanya. Aku pun berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, ia adalah anak perempuan saudaraku dan masih perawan tanggung.” Beliau kemudian bersabda, “Apabila seorang wanita telah balig, ia tidak boleh menampakkan anggota badannya kecuali wajahnya dan ini.” Ia berkata demikian sambil menggenggam pergelangan tangannya sendiri dan dibiarkannya genggaman telapak tangan yang satu dengan genggaman terhadap telapak tangan yang lainnya). (HR AthTabrani)
Kedua, juga hadis penuturan ‘Aisyah r.a. yang menyakan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
Wahai Asma’, sesungguhnya seorang wanita, apabila telah balig (mengalami haid), tidak layak tampak dari tubuhnya kecuali ini dan ini (seraya menunjuk muka dan telapak tangannya). (HR Abu Dawwud)
Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa yang biasa tampak adalah muka dan kedua telapak tangan, sebagaimana dijelaskan pula oleh para ulama, bahwa yang dimaksud adalah wajah dan telapak tangan (Lihat: Tafsîr ash-Shabuni, Tafsîr Ibn Katsîr). Ath-Thabari menyatakan, “Pendapat yang paling kuat dalam masalah itu adalah pendapat yang menyatakan bahwa sesuatu yang biasa tampak adalah muka dan telapak tangan.” (Tafsîr ath-Thabari).
Jelaslah bahwa seorang Muslimah wajib untuk menutupi seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Artinya, selain wajah dan telapak tangan tidak boleh terlihat oleh laki-laki yang bukan mahram-nya.
Pakaian Wanita dalam Kehidupan Umum
Selain aturan tentang menutup aurat, Allah Swt. pun memberikan aturan yang sama rincinya tentang pakaian wanita dalam kehidupan umum, yaitu jilbâb (jilbab, abaya) dan khimâr Dalam kesehariannya, wanita tidak menutup kemungkinan untuk keluar rumah untuk memenuhi hajatnya; ke pasar, ke mesjid, ke rumah keluarga dan kerabatnya, dan lain-lain. Kondisi ini memungkinkan terjadinya interaksi atau pertemuan dengan laki-laki. Islam menetapkan, ketika seorang wanita ke luar rumah, ia harus mengenakan khim¬âr (kerudung) dan jilbab.
Allah Swt. Berfirman:
Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung (khimâr) ke dada-dada mereka. (QS an-Nur [24]: 31.
Dari ayat ini tampak jelas, bahwa wanita Muslimah wajib untuk menghamparkan kerudung hingga menutupi kepala, leher, dan juyûb (bukaan baju) mereka Sementara itu, mengenai jilbab, Allah Swt. berfirman dalam ayat yang lain:
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang Mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. (QS al-Ahzab [33]: 59)
Kata jalâbîb yang terdapat dalam ayat tersebut adalah jamak dari jilbâb. Secara bahasa, jilbab adalah sejenis mantel atau baju yang serupa dengan mantel (Lihat: Kamus al-Muhith). Menurut beberapa pendapat ulama tafsir, pengertiannya adalah sebagai berikut:
1. Kain penutup atau baju luar/mantel yang menutupi seluruh tubuh wanita. (Tafsîr Ibn ‘Abbas, hlm, 137)
2. Baju panjang (mulâ’ah) yang meliputi seluruh tubuh wanita. (Imam an-Nawawi, dalam Tafsîr Jalalyn, hlm. 307)
3. Baju luas yang menutupi seluruh kecantikan dan perhiasan wanita. (Ali ash-Shabuni, Shafwah at-Tafâsîr, jld. 2, hlm. 494)
4. Pakaian seperti terowongan (baju panjang yang lurus sampai ke bawah) selain kerudung. (Tafsîr Ibn katsir)
Intinya, Allah memerintahkan kepada Nabi agar menyeru istri-istrinya, anak-anak wanitanya, dan wanita-wanita Mukmin secara umum—jika mereka keluar rumah untuk memenuhi hajatnya—untuk menutupi seluruh badannya, kepalanya, dan juga juyûb mereka, yaitu untuk menutupi dada-dada mereka.
6. Pakaian yang lebih besar dari khimâr (kerudung). Ibn ‘Abbas dan Ibn Mas‘ud meriwayatkan, bahwa jilbab adalah ar-rada’u, yaitu terowongan (pakaian yang lurus tanpa potongan yang menutupi seluruh badan). (Tafsîr al-Qurthubi).
Lalu bagaimana keadaan wanita-wanita pada masa Rasulullah saw. ketika mereka keluar rumah? Hal ini akan tampak dari sebuah hadis berikut:
Kami, para wanita, diperintahkan oleh Rasulullah untuk keluar pada saat Idul Fitri dan Idul Adha, baik para gadis, wanita yang sedang haid, maupun gadis-gadis pingitan. Wanita yang sedang haid diperintahkan meninggalkan shalat serta menyaksikan kebaikan dan dakwah (syiar) kaum Muslim. Aku bertanya, “ Ya Rasulullah, salah seorang di antara kami ada yang tidak memiliki jilbab. Rasulullah saw. bersabda: Hendaklah saudaranya meminjamkan jilbabnya.” (HR Muslim).
Hadis di atas mengandung pengertian, bahwa ada salah seorang shahabiyah yang tidak memiliki pakaian (jilbab) untuk digunakan ke luar rumah; ia hanya memiliki pakaian rumah. Rasulullah saw. sendiri telah memerintahkan kepada semua wanita, bahkan wanita yang haid dan yang berada dalam pingitan sekalipun, untuk keluar shalat Id dan menyaksikan syiar/dakwah Islam. Lalu kemudian wanita tersebut mengadukan kondisi dirinya. Rasulullah saw. kemudian memerintahkan kepada wanita-wanita yang lain untuk meminjamkan pakaian luarnya kepada wanita tersebut agar wanita tersebut bisa keluar rumah untuk memenuhi seruan beliau.
.
Ayat al-Quran berikut lebih menguatkan hadits di atas:
Perempuan-perempuan tua yang telah berhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada keinginan untuk menikah lagi, tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka (pakaian luar) dengan tidak menampakkan perhiasan. (QS an-Nur [24]: 60)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa wanita-wanita yang sudah mengalami menopouse boleh untuk menanggalkan jilbab (pakaian luar)-nya. Akan tetapi, mereka tetap wajib untuk menutup auratnya.
Dari beberapa nash dan keterangan yang disebutkan di atas, jelaslah bahwa jilbab adalah pakaian luar (menyerupai mantel) yang luas dan tidak terputus (seperti terowongan) yang menutupi pakaian rumah/pakaian sehari-harinya (al-mihnah) dan seluruh bagian tubuhnya kecuali muka dan kedua telapak tangan.
Dengan demikian, jilbab dan kerudung merupakan dua hal yang berbeda. Keduanya merupakan perkara yang diwajibkan oleh Allah Swt. untuk dikenakan seorang Muslimah ketika hendak keluar rumah. Mudah-mudahan Allah Swt. memudahkan kita untuk melaksanakan setiap kewajiban yang telah Allah tetapkan serta mengokohkan iman kita dengan menjadikan kita senantiasa tunduk dan terikat dengan hukum-hukumnya.
“Barangsiapa yang mengerjakan amal sholeh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.(TQS An-nahl:97)
Sumber rujukan:
1. Taqiyyuddin an-Nabhani, an-Nizhâm al-Ijtimâ‘î fî al-Islâm, Darul Ummah.
2. Tafsîr Ibn abbas
3. Tafsîr Ibn katsir
4. Tafsîr jalalayn
5.‘Ali.ash-Shabuni,Ash-Sha
Subscribe to:
Posts (Atom)