Tuesday, February 1, 2011

Rubbish of Ideology

Jalan-jalan banyak yang rusak, tidak ada lampu penerang, disana sini masih banyak hutan-hutan yang rimbun yang masih belum terjamah oleh penebangan liar dan lainnya. Di luar dugaan, di pedalaman desa ini ternyata banyak rumah-rumah mewah berjajar di sepanjang jalan desa, namun ketika melihat lebih dekat, rumah sebesar itu hanya diisi oleh seorang nenek yang sudah lanjut usia beserta satu atau dua orang anak kecil. Suasana terasa begitu lengang. Suara canda anak-anak seakan tidak terdengar, sepi. Ada apa?

Di desa ini, Fenomena TKW sudah menjadi hal yang lumrah. Sunatullah yang ditetapkan oleh Zat Maha Pengatur dimana seorang suami berperan mencari nafkah dan istri mengasuh anak dan mengurus segala keperluan rumah tangga seolah-olah menjadi sesuatu yang tidak wajib untuk dilaksanakan. Yang terjadi malah sebaliknya, istri mencari nafkah dan mengadu nasib ke Saudi Arabia sedangkan suami mengasuh anak. Tingkat perceraian sangat tinggi. Bagaimana tidak, dua sampai tiga tahun sang istri bekerja sebagai TKW di Saudi, dan meninggalkan suami bersama anak-anak yang masih kecil. Selang beberapa bulan kemudian sang suami menceraikan sang istri dan pergi meninggalkan rumah dan anak-anak. Ia pun menikah lagi. Hampir semua keluarga mengalami hal ini. Kesempitan ekonomi mendesak setiap wanita untuk keluar rumah mengadu nasib ke luar negeri.

Anak yang putus sekolah semakin banyak, mereka menjadi anak-anak nakal yang tidak jelas pekerjaannya sehari-hari. Kadang-kadang bekerja sebagai supir pick up, atau sebagai petani kencur dengan luas lahan yang hanya beberapa hektar. Kalaupun masih sekolah, kenakalan mereka menjadi beban bagi guru-guru. ketika berkunjung kesekolah, Tidak jarang terdengar, para guru mengeluhkan hal ini.

Desa penghasil TKW. Banggakah dengan gelar ini? menjadi pembantu di negeri yang jauh, meninggalkan keluarga yang sejatinya merupakan gerbang awal pembentuk generasi-generasi terbaik. Tidak iba kah dengan anak-anak yang ditinggalkan? Tahukah bahwa mereka sangat membutuhkan kasih sayang dari ibu dan ayahnya? Mereka butuh sosok seorang ibu yang mestinya berperan sebagai madrasatul ula. Bukan rumah besar dan uang yang menjadi nomor satu, tapi yang mereka inginkan adalah kasih sayang kedua orang tua nya.

Satu Waktu, ketika mengisi sebuah pengajian remaja dan menceritakan tentang problematika umat di negeri ini dan negeri Islam lainnya karena keganasan kaum kaffir atas umat Islam, banyak anak-anak yang menjadi yatim dan piatu, mereka kehilangan semuanya. Tiba-tiba Ada seorang anak yang menangis dan berkata : Teh, ibu dan bapak juga sudah meninggalkan saya, saya seperti sudah tidak memiliki kedua nya. Ya Alloh, mata yang sudah berkaca-kaca dari tadi akhirnya tidak mampu untuk membendung air mata ini untuk keluar, melihat diri ini menangis, semua anak-anak ikut menangis. Ya Alloh…

Satu waktu yang berbeda, Usai mengisi sebuah pengajian ibu-ibu di sebuah dusun. Ada seorang ibu yang telah lanjut usia mendekati ku. Memang, sedari tadi ibu tersebut begitu serius memperhatikanku. Ada sorot mata yang berbeda. Yang aku rasakan, ada sorot mata kesedihan.

“Neng, disini tinggal dimana? main ke rumah emak dulu mau? deket neng, rumah emak arah ke pasar” ibu itu pun menunjukkan tangannya ke sebuah jalan dan beliau menggandeng tangan ku.

Ada hal yang istimewa di sini, penduduk nya ramah-ramah. Sepanjang jalan akan melihat senyuman-senyuman tulus kepada ku, sangat mudah mengakrabkan diri disini.

“ Oh, emak, saya tinggal di rumah bu Yati mak. iya, Insya Alloh mak, nanti saya kesana. Emak main juga yuk ke rumah, jawabku dengan senyuman.

“iya neng, jangan lupa ya main ke rumah emak. ada eneng, emak ngerasa seperti punya anak lagi. Anak emak udah tiga tahun jadi TKW ke Saudi dan belum pulang sampai sekarang. Emak tinggal dirumah sama cucu” Terdengar suara yang sedikit merendah, beliau mengeratkan genggamannya di tangan ku.

Ya Alloh, butir-butir air mata kembali menetes lagi.

Sekarang, siapa yang harus dipersalahkan??

Ya.

Ada satu: Kapitalis Sekulerisme.

Kapitalis Sekulerisme adalah Biang segala masalah. Sistem kufur ini benar-benar menistakan wanita dan semuanya. Kapitalisme sudah banyak merenggut korban, anak-anak kecil yang tidak berdosa pun turut merasakan kejahatannya. Maka, layakkah mempertahankannya???

Tsumma Na’udzubillah…

No comments:

Post a Comment