Friday, May 7, 2010

Ibu…., dalam Genggamanmu Pendidikan Generasi


Oleh: Dra. Rahma Qomariyah, M.Pd.I

( Nara Sumber Radio pada Rubrik Ketahanan Keluarga Muslim, Program Radio Cermin Wanita Sholihah, MMC- Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia)

ما نحل والد ولده افضل من ادب حسن

” Tidak ada pemberian seorang ayah( orang tua) yang lebih utama dari pendidikan yang baik”( HR Turmudzi).

Agar tercapai tujuan pendidikan keluarga, maka seluruh komponen pendidikan dalam keluarga harus menjalankan fungsinya secara baik. Yang termasuk komponen pendidikan keluarga adalah, segala sesuatu yang ada disekitar anak, dan mampu mempengaruhi tingkah lakunya. Karenanya lingkungan anak harus sesuai dengan Islam, misalnya: hiasan-hiasan dinding yang sesuai dengan ajaran Islam; tayangan televisi, internet yang bisa diakses anak; Buku bacaan yang mendidik.

Disamping itu yang paling berpengaruh adalah seluruh anggota keluarga: ayah, ibu, pembantu dan anggota keluarga yang lain, serta teman bergaul anak. Karenanya mereka juga harus orang yang bertingkah laku sesuai dengan Islam.

Agar pendidikan keluarga berhasil, maka ibu sebagai pendidik utama harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

  1. Bertaqwa.

Seorang yang bertaqwa akan selalu menjaga agar Allah tidak melihatmu di tempat larangan-Nya, dan jangan sampai anda tidak didapatkan di tempat perintah-Nya. melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan Allah[1]. Perintah taqwa ini terdapat dalam surat Ali Imran 102:

يٰأَيُّهَا الَّذينَ ءامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقاتِهِ وَلا تَموتُنَّ إِلّا وَأَنتُم مُسلِمونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam[2].

Seorang ibu harus bertaqwa karena tugasnya sebagai guru adalah mendidik anak agar tingkah lakunya sesuai dengan tuntutan Islam, bertaqwa kepada Allah, berarti semakin dekat dengan Allah. Abdurrahman Amaroh dalam bukunya mengatakan:

لقد نجح منهجالتربية الاسلامي في توجيه الناس الى ربهم وردهم الى خالقهم حتى امن كل منهم ان الله قريب منه

“Sungguh strategi pendidikan Islam telah berhasil mengarahkan manusia kepada Tuhannya dan mengembalikan mereka kepada Penciptanya. Sehingga masing percaya sesungguhnya Allah itu dekat”[3].

Memang yang demikian itu merupakan perubahan tingkah laku yang besar, karena jika tiap-tiap orang merasa dekat dengan Allah, selalu merasa diawasi Allah, maka akan menuntun tingkah lakunya sesuai dengan perintah dan larangan Nya.

2. Berilmu.

Seorang ibu harus betul-betul memahami ilmu yang akan disampaikan. Keahlian seorang ibu dalam menyampaikan materi pelajaran kepada anak, akan memberi dampak positif terhadapnya. Karenanya Al Qur’an memberikan perhatian yang besar terhadap orang-orang yang berilmu. Firman Allah surat al Mujadalah; 11

يَرفَعِ اللَّهُ الَّذينَ ءامَنوا مِنكُم وَالَّذينَ أوتُوا العِلمَ دَرَجٰتٍ

niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat[4].

Ilmu yang harus dikuasai seorang ibu bisa dikategorikan menjadi dua: Pertama, meliputi: ilmu untuk menuntun aktivitas keseharian anak, misalnya: bertanggung jawab, izin masuk rumah, cara berpakaian yang syar’i, cara membiasakan ibadah, berbagi dengan sesama manusia terutama yang fakir miskin, mengajak teman untuk berbuat baik, mncegah teman untuk berbuat munkar, dll. Kedua, ilmu yang menuntun kepada kepakaran dan keahlian, misalnya ibu mempersiapkan kurikulum pendidikan keluarga: penguasaan bahasa Arab dasar, Penguasaan hadits yang memperkuat keimanan dan nafsiyahnya dan lain-lain.

3. Selalu mengarahkan proses pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan dalam pandangan Islam merupakan upaya sadar, terstruktur serta sistematis untuk mensukseskan misi penciptaan manusia sebagai hamba Allah yang senatiasa mentauhidkan-Nya dan hanya beribadah kepadaNya. Firman Allah :

وَما خَلَقتُ الجِنَّ وَالإِنسَ إِلّا لِيَعبُدونِ

Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”(TQS. Adz Dzariat[51]; 56)[5]

Jadi tujuan pendidikan keluarga adalah terbentuknya kepribadian Islam atau seorang muslim yang selalu beribadah kepada Allah baik ibadah makdlo/ghoiru makdlo[6], karena tugas hidup seorang muslim adalah beribadah kepada Allah. Artinya Seorang muslim dituntut untuk mengisi hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah dengan cara senantiasa melakukan aktifitas sesuai perintah Allah dan dengan niat ikhlash hanya karena Allah.

Dengan demikian dalam mendidik anak, ingat pada tujuan pendidikan keluarga yang telah kita tetapkan: kapan tujuan sudah tercapai targetnya, tahap demi tahap tujuan yang telah kita tetapkan, dan telah kita capai. Semuanya untuk menggapai tujuan yang telah kita tetapkan menjadi mufassir misalnya.

4. Bisa sebagai tauladan dan mengamalkan apa yang diajarkan.

Sudah bukan menjadi rahasia lagi bahwa adak lebih mudah mencontoh tingkah laku orang tuanya daripada ucapannya. Karenanya keteladanan itu penting. Dan methode keteladanan ini terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membantu membentuk tingkah laku anak.[7] Oleh karena itu orang tua harus bisa menjadi figur yang baik bagi anak-anaknya dan melakukan sesuatu yang yang dikatakan. Firman Allah surat ash Shof ayat 3

كَبُرَ مَقتًا عِندَ اللَّهِ أَن تَقولوا ما لا تَفعَلونَ

3. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan[8].

5. Memahami keadaan anaknya secara baik, dan menggunakan metode yang tepat. Disamping ibu harus menguasai materi yang akan diajarkan, juga harus memahami keadaan anaknya, dan memahami metode pendidikan. Sehingga kita mampu memilih metode dan teknik yang tepat sesuai dengan tingkat akal anak. Dan mampu mengelola psikis anak dengan baik. Hal ini perlu diperhatikan karena bisa jadi kita punya anak 4, dan ternyata karakter keempat-empatnya berbeda satu sama lain. Dan ingat tentu saja berbeda kurikulum untuk anak kita yang umur 10 tahun dengan anak yang umur 3 tahun. Karenanya harus sesuai dengan tingkat akal anak, sehingga bisa difahami. Sabda Rasulullah:

امرناان نكلم الناس علىقد رعقولهم

“Kami diperintah supaya berbicara kepada manusia menurut kadar akal (kecerdasan) mereka masing-masing” (HR. Muslim)

6. Tidak menyimpang dari kurikulum yang ditetapkan.

Seringkali kalau kita menyebut kurikulum pendidikan, kita beranggapan bahwa itu untuk pendidikan formal saja, padahal pendidikan keluargapun membutuhkan kurikulum. Kurikulum Pendidikan adalah suatu rangkaian mata pelajaran berikut metode penyampaiannya yang menjadi patokan penyampaian ilmu pengetahuan (materi pelajaran). Karenanya jika kita menyimpang dari kurikulum yang telah ditetapkan, maka tidak akan mampu mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian dalam mendidik anak, ingat pada kurikulum pendidikan keluarga yang telah kita tetapkan: kapan harus dilakukan dan kapan harus mencapai targetnya. Ingat, kita tentu sudah menargetkan agar anak kita menjadi pejuang dan SDM Khilafah. Tentu kita harus memprosesnya sesuai dengan kurikulum yang telah kita persiapkan.

7. Ikhlash.

Ibu harus ikhlash dalam melaksanakan tugasnya karena sesungguhnya Allah memerintahkan hambahnya untuk beribadah dengan ikhlash, termasuk mendidik anak[9]. Sebagimana firman Allah dalam surat al Bayinah ayat 5:

وَما أُمِروا إِلّا لِيَعبُدُوا اللَّهَ مُخلِصينَ لَهُ الدّينَ حُنَفاءَ

5. Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus,[10].

Dan sungguh Allah membatasi ibadah yang diterima disisi-Nya hanya ibadah yang dilaksanakan hanya karena Allah.

8. Menyayangi anak dan penyabar.

Ibu mempunyai tugas untuk mendidik anak agar memperoleh ilmu pengetahuan dan mengubah tingkah lakunya sesuai dengan tuntutan materi pelajarannya dan tentu saja harus sesuai dengan Islam. Anak adalah manusia bukan benda. Kalau benda diberi perlakuan sama, maka ia berubah secara serentak, tapi berbeda dengan manusia. Karenanya saat manusia diberi perlakuan tertentu tidak serta merta semuanya berubah, ada satu-dua yang ‘ngadat’. Keadaan seperti ini tidak akan bisa diatasi, jika ibu bukan seorang yang menyayangi anak dan sabar[11]. Firman Allah surat Ali Imran;n 134

وَالكٰظِمينَ الغَيظَ وَالعافينَ عَنِ النّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ المُحسِنينَ

, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan[12].

9. Do’a

Do’a merupakan hal yang penting yang harus dilakukan orangtua untuk anak-anak. Sebagaimana Allah mengajarkan dalam firman-Nya: surat al Furqan; 74:

وَالكٰظِمينَ وَالَّذينَ يَقولونَ رَبَّنا هَب لَنا مِن أَزوٰجِنا وَذُرِّيّٰتِنا قُرَّةَ أَعيُنٍ وَاجعَلنا لِلمُتَّقينَ إِمامًا

74. dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.

Daftar Pustaka:

Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Aulat fil Islam (Terjemahan), Jakarta, Pustaka Amani, Cetaka kedua

Depag RI, Al-Quran dan Terjemah, Yakarta

Abdurrahman Amirah, Manhaj Al Qur’an fi Tarbiyati ar Rijal, Beirut, Darul Jail.

Taqiyuddin an Nabhani, Syakhsyiyah Islamiyah Juz I, Darul Ummah, Beirut, 2003.

Muhammad Nur ibn Abdul Hafidl, Manhaj Tarbiyah li ath Thifl, Beirut, Daru Ibnu katsir, 1999, cetakan kedua.


[1] Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Aulat fil Islam (Terjemahan), Jakarta, Pustaka Amani, Cetaka kedua, hlm. 339

[2] Depag RI, Al-Quran dan Terjemah, surat Ali Imran, 102, Jakarta

[3] Abdurrahman Amirah, Manhaj Al Qur’an fi Tarbiyati ar Rijal, Beirut, Darul Jail, hlm. 237

[4] Depag RI, Al-Quran dan Terjemah, surat al Mujadalah, ayat 11, Jakarta

[5] Ibid, surat adz Dzariat, ayat 56

[6] Taqiyuddin an Nabhani, Syakhsyiyah Islamiyah Juz I, Darul Ummah, Beirut, 2003, hlm. 20

[7] Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Aulat fil Islam (Terjemahan), Jakarta, Pustaka Amani, Cetaka kedua, hlm. 142

[8] Depag RI, Al-Quran dan Terjemah, surat ash shaf, ayat 2-3, Jakarta

[9] Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Aulat fil Islam (Terjemahan), Jakarta, Pustaka Amani, Cetaka kedua, hlm. 337-338

[10] Al Qur’an dan Terjemah, Departemen Agama RI surat al Bayyinah ayat 5

[11] Muhammad Nur ibn Abdul Hafidl, Manhaj Tarbiyah li ath Thifl, Beirut, Daru Ibnu katsir, 1999, cetakan kedua, hlm. 45

[12] Depag RI, Al-Quran dan Terjemah, surat Ali Imran ayat 134, Jakarta

No comments:

Post a Comment