di Bumi Jihad fi sabilillah………
Ikhwan fillah, aku merasa ajalku telah dekat ketika menulis surat ini.
Betapa bahagianya aku, karena Allah mengijinkan aku menemuiNya mendahului antum semua.
Akh., pintu-pintu surga kini telah terbuka. Marilah engkau semua menyusulku,
Ketempat peristirahatan abadi.
Abi Hamzah tersentak ketika mendengar teriakan keras seorang wanita dekat perkampungan yahudi, segera ia mengintip dari balik belukar ilalang tempatnya bersembunyi. Pemandangan yang menjijikkan pun seketika terlihat jelas. Ya, tiga orang tentara Yahudi yang lebih mirip dengan anjing-anjing liar itu tengah ‘mengerubuti’ dan ‘menjamah’ tubuh wanita palestina yang sudah tidak berdaya. Ketiga anjing liar itu mulai merobek-robek abaya (baju panjang dan longgar) dan kerudung hitam yang melekat pada tubuh sang muslimah, sementara wanita itu hanya bisa menjerit-jerit dan sesekali terdengar dan berteriak minta tolong dengan kata-kata yang memilukan. Pada puncak kesedihan dan keletihannya iya masih sempat menyenandungkan bait :
Dan darahku mengalir kestiap arah
Bertebaran bagai merahnya bunga.
Para perampas menjilat-jilat anggota tubuh kami
Padahal kami masih memakai pakaian hitam
Dan benderaku di atas api duka cita
Berkibar diudara dan menangkis seragam dari anak-anak syetan.
“(dari kerikil-kerikil Beirut)
Mendengar bait-bait syair itu, dada Abu Hamzah serasa terbakar hangus. Matanya yang tajam itu kini menyalakan pijar merah. Pijar kebencian dan dendam pada anjing-anjing Yahudi yang licik dan biadab. Tanpa menunda waktu lagi, Abu Hamzah segera mengambil tiga peluru yang masih tersisa di sakunya, lantas ia masukkan peluru-peluru itu pada senjata Gerundnya. Dengan pandangan mata yang tajam dan penuh kehati-hatian, ia mengintai ketiga tentara Yahudi itu. Setelah sasaran dianggap tepat, dengan membaca Basmalah ditariknya pelatuk picu senjata pelan-pelan. Dan tak lama kemudian terdengar suara letusan tiga kali diudara, didiringi dengan robohnya anjing-anjing Yahudi itu di atas bumi Palestina. Bumi Allah yang tidak mengijinkan dikoyak-koyaknya kehormatan sang muslimah. Mendengar suaru letusan senjata, tentara-tentara Yahudi yang lain keluar dari markas. Mereka amat terkejut ketika mendengar ketiga kawannya roboh dan tak bernyawa lagi. Ya, mereka terlihat amat berang, dan seketika itu juga salah seorang diantara mereka memberi komando untuk memuntahkan senjata k arah belukar ilalang tempat terdengarnya suara letusan.
Sementara itu ditengah hingar bingar letusan senjata, sang muslimah yang sudah tidak diperhatikan para serdadu Yahudi itu diam-diam menyelinap kemudian melarikan diri dengan beralari sekencang-kencangnya. Berlari meninggalkan perkampungan Yahudi. Yang hampir saja merobek-robek kehormatannya.
Abu Hamzah cepat-cepat mengambil posisi tiarap ketika peluru serdadu Yahudi dating berturut-turut menembus semak belukar, namun ia tak dapat mengelak ketika sebuah granat mendarat tepat di kaki kirinya. Darah segar seketika itu juga memancar dari betisnya yang telah patah akibat tersambar granat. Ya, mata Abu Hamzah jadi terbelalak menatap potongan betis kirinya dan darah segar yang memancar deras. Di sela bibirnya yang pucat kering itu terukir seulas senyum yang iklas nn pasrah, “Ya, Robbi syahidkan aku sekarang juga. Terimalah jiwa dan ragaku, aku sudah amat merindukanMua.” Desah Abu Hamzah penuh harap. Belumlah kering bibir Abu Hamzah berdesah seketika tiba-tiba sebuah granat mendarat di kaki kanannya sehingga membuat kaki itu putus dan terpental dari sambungannya.
Melihat darah yang menucur dari kedua kakinya yang telah putus Abu Hamzah kembali tersenyum seraya berucap, “Ya Robbi……., bangkitkan aku dalam keadaan seperti ini di hari kiamat. Niscaya aku akan bahagia ketika Engkau berkata “kenapa kakimu putus wahai Abdullah……?” Dan aku akan dengan senang hati menjawab “Bahwa kakiku putus karena jihad dijalanMu Ya Allah.” Mujahid itu kemudian menguluarkan sesuatu dari saku celanya, ia mencarik sebuah kertas putih yang sudah lusuh, lalu disobeknya kertas itu menjadi dua bagian. Dan iapun meulailah menulis dengan tinta merah yang berbau harum kasturi, yaitu darahnya yang terus menerus memuncrat.
Buat Ikhwah Fillah,
di Bumi Jihad fi sabilillah………
Ikhwan fillah, aku merasa ajalku telah dekat ketika menulis surat ini.
Betapa bahagianya aku, karena Allah mengijinkan aku menemuiNya mendahului antum semua.
Akh……., pintu-pintu surga kini telah terbuka. Marilah engkau semua menyusulku,
Ketempat peristirahatan abadi.
Setelah selesai menulis surat itu Abu Hamzah segera menulis surat berikutnya,
Surat untuk seorang istri yang jauh dipelupuk mata.
buat Ummu Hamzah, di Bumi Allah Indonesia…..
Ummi, cita-citaku untuk syahid, Allah ijinkan. Terimakasih atas semua dorongan darimu.
Istriku……., didiklah Hamzah menjadis eorang mujahid untuk dipersembahkan
pada bumi jihad di setiap tanah Islam.
Ummi……
Tangan perkasa itu belum selesai meneruskan suratnya, Namun sang malaikat mat telah mengambil ruhnya atas perintah Allah. Tubuh mujahid itu terkulai di atas rumput yang basah oleh darah yang berbau kasturi, darah para syuhada. Bibir keringnya membentuk seutas senyum kebahagiaan dan kemenangan, sementara tangannya menggenggam dua pucuk surat.
Tak lam setelah itu, sekelompok mujahid lain berdatangan ketempat itu, karena mencium bau wangi kasturi. Ketika menemukan saudaranya ayahid mereka memburu dam menciuminta bertubi-tubi, darah syuhada yang berbau kasturi itu meraka raih dan mereka usapkan pada tubuh mereka dengan harapan agar bisa ketularan syahid. Subhanallah…………, betapa amat sangatnya mereka merindukan syahid. Salah seorang diantara meraka membacakan surat yang diambil dari genggaman Abi Hamzah. Sambil menangis diapun lalu berkata, “kapan aku menyusulmu wahai Abu Hamzah…….? Dan surat yang buat untuk istrimu, Insyaallah akan kami kirim ke Indonesia.”
*******************
Seorang Ummi yang menggendong bocah laki-laki berusia sekitar tiga tahun, tengah menangis, karena haru dan bahagia menerima sepucuk surat bertinta merah darah darah syuhada dari Gaza. Beberapa kali diciumnya surat yang berbau wangi kasturi itu, lalu dicumnya juga bocah kecil yang ada pada gendongannya sambil bertanya. “Hamzah……, kalau sudah besar mau jadi apa……?”. “Mau jadi mujahid seperti Abi.” Jawab sang bocah dengan spontan. Mendengar jawaban buah hatinya sang Ummi kembali meluruhkan air mata haru, lalu ia dekap tubuh si mungil itu erat-erat. “Aku masih memiliki seorang mujahid yang akan ku persembahkan pada bumi jihad.” Ucap sang Ummi dalam hati. Ketika didekap sang Ummi, bocah yang berusia tiga tahun itu mengepalkan tangannya yang mungil seraya berucap, ALLAHU AKBAR …………ALLAHU AKBAR…….ALLAHU AKBAR.
Hasbunalloh wani’mal wakil.
Persembahan buat para ikhwan
Di negri yang merindukan syahid
ukhzahro
No comments:
Post a Comment