Sambil melihat guyuran
hujan dari balik jendela ini, aku kembali teringat curhatan dari seorang
muslimah, beliau adalah mu’alaf chiness yang awalnya beragama katolik, ketidaknyamanan
agama sebelumnya telah mengantarkan ia pada islam, agama rahmatan lil ‘alamiin,
dien yang haq : memuaskan akal, menentramkan jiwa, dan sesuai dengan fitrah.
Meski telah dikarunia 2
anak perempuan, ia memutuskan bercerai dari suaminya yang pertama karena tidak
mau beralih agama ke islam, ia pun menikah lagi dengan seorang laki-laki muslim
yang juga telah bercerai dan beranak 1, kini dari rahimnya lahir kembali 1
orang anak laki-laki yang lucu.
Alloh benar-benar ingin
memuliakannya, sekali lagi ia diuji dengan tingkah laku suaminya yang kedua, bisa
dikatakn dzhalim dan buruk agamanya, jadilah pernikahan yang kedua ini tidak
mengantarkannya kepada pernikahan yang sakinah, mawaddah, wa rahhmah seperti
yang diinginkannya setelah berislam, tetapi pernikahan yang menyakitkan karena
kedzhaliman ucapan, tingkah laku dan sikap laki-laki yang menjadi suaminya itu.
Masya Alloh, betapa air
mata ini ingin mengalir dari pelupuk mataku, seorang mu’alaf yang seharusnya
dibimbing oleh suaminya yang muslim, dimuliakan dan dicintai tetapi justru
disakiti dan dicaci maki karena upayanya yang ingin taat pada Rabb nya. Beberapa
kali pertengkaran telah berujung pada kesepakatan perceraian, tetapi akhirnya
suami ini meminta rujuk, kembali dengan meminta maaf dan menangis, sekian maaf
diberikan tetapi sekian ratusan kali pula menyakiti dan tidak memegang janji.
“Bertakwalah
kalian kepada Alloh dlm perkara para wanita (istri), karena kalian mengambil
mereka dgn amanah dari Alloh & kalian menghalalkan kemaluan mereka dgn
kalimat Alloh.. (H.R. Muslim no.
2941).
Tidaklah
mungkin seorang pengemban dakwah ketika dihadapkan sebuah masalah umat ia hanya
diam dan terbengong-bengong hanya karena masalah ini sangat baru ia temui, harus
ada tanggapan, memberi solusi, menguatkan serta memotivasi untuk kuat karena
inilah ujian untuk naiknya derajat ketaqwaan, Masya Alloh jadilah ku yang masih
belum berpengalaman dalam urusan berumah tangga ini memberi nasehat dengan Mengutip
Nasihat dari Seorang Ulama dlm Menghadapi
Suami yang Kasar :
Para
istri yang menerima perlakuan kasar dari suami mereka mungkin bertanya-tanya,
bagaimana menghadapi suami mereka yang tipenya demikian. Sebagaimana pertanyaan
yang pernah diajukan seorang wanita kepada seorang ‘alim rabbani, Syaikh yang
mulia Abdul ‘Aziz bin Baz v yang waktu itu menjabat sebagai mufti kerajaan
Saudi Arabi.
Sang
wanita mengadu, “Suami saya tak menaruh perhatian kepada saya di dlm rumah. Ia
selalu bermuka masam lagi sempit dada. Katanya, sayalah yang menjadi
penyebabnya. Padahal Alloh -segala puji bagi-Nya- mengetahui bagaimana keadaan
saya yang sebenarnya. Saya selalu menunaikan haknya & senantiasa berupaya
mempersembahkan untuknya segala kenyamanan & ketenangan, serta menjauhkan
darinya segala yang tak disukainya. Saya juga menyabari tindak tanduknya yang
kaku lagi kasar. Setiap saya bertanya kepadanya tentang sesuatu atau
mengajaknya bicara satu hal, ia murka & mendidih kemarahannya. Ia
mengomentari bahwa omongan saya itu tak ada artinya, ucapan orang yang pandir
& dungu. Padahal suami saya ini selalu berseri-seri wajahnya bila bersama
kawan-kawannya. Tapi kalau bersama saya, tak pernah saya dapati darinya kecuali
ucapan yang menjelekkan & pergaulan yang buruk. Sungguh saya sakit menerima
semua ini darinya. Dan ia banyak menyiksa saya, sehingga membuat saya beberapa
kali berniat meninggalkan rumah. Saya sendiri adalah seorang wanita yang alhamdulillah
menunaikan apa yang Alloh l wajibkan kepada saya.
Syaikh
yang mulia, apakah saya berdosa bila meninggalkan rumah suami saya bersama
anak-anak saya, kemudian menyibukkan diri mendidik anak-anak saya &
menanggung sendiri beban kehidupan ini? Ataukah saya harus tetap tinggal
bersamanya dlm keadaan yang seperti ini, menahan diri (berpuasa) dari berbicara
dengannya, & dari menyertai serta ikut merasakan
permasalahan-permasalahannya? Berilah fatwa kepada saya, apa yang harus saya
lakukan. Semoga Allah l membalas anda dgn kebaikan.”
Syaikh
yang mulia v menasihatkan, “Tidaklah diragukan bahwa wajib bagi suami istri utk
bergaul dgn ma’ruf, saling memberikan kecintaan, & bergaul dgn akhlak yang
utama, berdasarkan firman Alloh l:
“Bergaullah
kalian (wahai para suami) dgn mereka (para istri) dgn ma’ruf.” (An-Nisa`: 19)
Dan
juga firman-Nya:
“Mereka
(para istri) memiliki hak yang seimbang dgn kewajiban mereka dgn cara yang
ma’ruf, & para suami memiliki kelebihan satu tingkat di atas mereka.”
(Al-Baqarah: 228)
Dan
sabda Nabi :
“Kebaikan
itu adalah akhlak yang baik.” (HR. Muslim)
Demikian
pula sabda beliau n:
“Jangan
sekali-kali engkau meremehkan perbuatan baik sedikitpun, walaupun hanya berupa
memberikan wajah yang manis saat berjumpa dgn saudaramu.” (HR. Muslim)
Dan
ucapan beliau n:
“Mukmin
yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan sebaik-baik
kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya. Dan aku adalah orang
yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku.”
Masih
banyak lagi hadits-hadits yang berisi hasungan utk berakhlak yang baik,
berjumpa dgn wajah yang cerah & bergaul yang baik di antara kaum muslimin
secara umum. Tentunya, lebih utama lagi pergaulan antara suami istri & dgn
karib kerabat.
Sungguh
anda telah melakukan perkara yang baik dgn kesabaran & ketabahan anda dlm
menanggung kekakuan & jeleknya akhlak suami anda. Saya pesankan kepada anda
utk terus menambah kesabaran & jangan meninggalkan rumah suami anda. Karena
dgn terus bertahan dlm kesabaran Insya Allah ada kebaikan yang besar &
akhir yang baik, berdasarkan firman Alloh :
“Bersabarlah
kalian karena sesungguhnya Alloh bersama orang-orang yang sabar.” (Al-Anfal: 46)
“Sesungguhnya
siapa yang bertakwa & bersabar maka sungguh Alloh tak menyia-nyiakan pahala
orang-orang yang berbuat baik.” (Yusuf: 90)
“Hanyalah
orang-orang yang bersabar itu diberikan pahala mereka tanpa batasan.”
(Az-Zumar: 10)
“Bersabarlah
engkau, sesungguhnya akhir/kesudahan yang baik itu diperuntukkan bagi
orang-orang yang bertakwa.” (Hud: 49)
Tidak
ada larangan bagi anda utk mengajaknya bercanda & berbincang dgn
menggunakan kata-kata yang bisa melunakkan hatinya. Yang menyebabkannya senang
kepada anda & membuatnya menyadari hak anda terhadapnya.
Tidak
usah anda menuntut kebutuhan-kebutuhan duniawi kepadanya selama ia masih
menegakkan perkara-perkara penting yang wajib. Sehingga hatinya menjadi lapang
& dadanya menjadi luas dari menghadapi tuntutan-tuntutan anda. Anda akan
mendapatkan akhir/kesudahan yang baik Insya Alloh.
Semoga
Alloh memberi taufik kepada anda agar
memberi anda tambahan seluruh kebaikan. Dan semoga Dia memperbaiki keadaan
suami anda, memberinya ilham kepada kelurusan & menganugerahinya akhlak
yang baik serta penuh perhatian terhadap hak-hak yang ada. Sesungguhnya Alloh adalah sebaik-baik Dzat yang diminta, &
Dia memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Al-Fatawa, Kitab Ad-Da’awat,
1/193-195) ‘
Dan ketika suami tetap tidak berubah, beristikharahlah..
meminta yang terbaik pada Alloh, jangan sampai pernikahan yang seharusnya
menjadi ladang amal suami dan istri malah justru menjadi prahara dan
penzhaliman satu sama lain, ketika merasa bahwa pernikahan itu membawa kepada
ketaqwaan maka jagalah, jika kepada kerusakan dan penganiayaan maka berpisah adalah
yang terbaik dan berdo’a untuk dilapangkan urusan kedepannya serta dianugerahi
pengganti berupa seorang suami yang sholeh, lembut dan baik agamaNya. La haula
wa la quwwata illa billaah…