Monday, August 26, 2013

Kala Ujian Melanda

Sambil melihat guyuran hujan dari balik jendela ini, aku kembali teringat curhatan dari seorang muslimah, beliau adalah mu’alaf chiness yang awalnya beragama katolik, ketidaknyamanan agama sebelumnya telah mengantarkan ia pada islam, agama rahmatan lil ‘alamiin, dien yang haq : memuaskan akal, menentramkan jiwa, dan sesuai dengan fitrah.
Meski telah dikarunia 2 anak perempuan, ia memutuskan bercerai dari suaminya yang pertama karena tidak mau beralih agama ke islam, ia pun menikah lagi dengan seorang laki-laki muslim yang juga telah bercerai dan beranak 1, kini dari rahimnya lahir kembali 1 orang anak laki-laki yang lucu.
Alloh benar-benar ingin memuliakannya, sekali lagi ia diuji dengan tingkah laku suaminya yang kedua, bisa dikatakn dzhalim dan buruk agamanya, jadilah pernikahan yang kedua ini tidak mengantarkannya kepada pernikahan yang sakinah, mawaddah, wa rahhmah seperti yang diinginkannya setelah berislam, tetapi pernikahan yang menyakitkan karena kedzhaliman ucapan, tingkah laku dan sikap laki-laki yang menjadi suaminya itu.
Masya Alloh, betapa air mata ini ingin mengalir dari pelupuk mataku, seorang mu’alaf yang seharusnya dibimbing oleh suaminya yang muslim, dimuliakan dan dicintai tetapi justru disakiti dan dicaci maki karena upayanya yang ingin taat pada Rabb nya. Beberapa kali pertengkaran telah berujung pada kesepakatan perceraian, tetapi akhirnya suami ini meminta rujuk, kembali dengan meminta maaf dan menangis, sekian maaf diberikan tetapi sekian ratusan kali pula menyakiti dan tidak memegang janji.
“Bertakwalah kalian kepada Alloh dlm perkara para wanita (istri), karena kalian mengambil mereka dgn amanah dari Alloh & kalian menghalalkan kemaluan mereka dgn kalimat Alloh.. (H.R. Muslim no. 2941).
Tidaklah mungkin seorang pengemban dakwah ketika dihadapkan sebuah masalah umat ia hanya diam dan terbengong-bengong hanya karena masalah ini sangat baru ia temui, harus ada tanggapan, memberi solusi, menguatkan serta memotivasi untuk kuat karena inilah ujian untuk naiknya derajat ketaqwaan, Masya Alloh jadilah ku yang masih belum berpengalaman dalam urusan berumah tangga ini memberi nasehat dengan Mengutip Nasihat dari Seorang Ulama dlm Menghadapi Suami yang Kasar :
Para istri yang menerima perlakuan kasar dari suami mereka mungkin bertanya-tanya, bagaimana menghadapi suami mereka yang tipenya demikian. Sebagaimana pertanyaan yang pernah diajukan seorang wanita kepada seorang ‘alim rabbani, Syaikh yang mulia Abdul ‘Aziz bin Baz v yang waktu itu menjabat sebagai mufti kerajaan Saudi Arabi.
Sang wanita mengadu, “Suami saya tak menaruh perhatian kepada saya di dlm rumah. Ia selalu bermuka masam lagi sempit dada. Katanya, sayalah yang menjadi penyebabnya. Padahal Alloh -segala puji bagi-Nya- mengetahui bagaimana keadaan saya yang sebenarnya. Saya selalu menunaikan haknya & senantiasa berupaya mempersembahkan untuknya segala kenyamanan & ketenangan, serta menjauhkan darinya segala yang tak disukainya. Saya juga menyabari tindak tanduknya yang kaku lagi kasar. Setiap saya bertanya kepadanya tentang sesuatu atau mengajaknya bicara satu hal, ia murka & mendidih kemarahannya. Ia mengomentari bahwa omongan saya itu tak ada artinya, ucapan orang yang pandir & dungu. Padahal suami saya ini selalu berseri-seri wajahnya bila bersama kawan-kawannya. Tapi kalau bersama saya, tak pernah saya dapati darinya kecuali ucapan yang menjelekkan & pergaulan yang buruk. Sungguh saya sakit menerima semua ini darinya. Dan ia banyak menyiksa saya, sehingga membuat saya beberapa kali berniat meninggalkan rumah. Saya sendiri adalah seorang wanita yang alhamdulillah menunaikan apa yang Alloh l wajibkan kepada saya.
Syaikh yang mulia, apakah saya berdosa bila meninggalkan rumah suami saya bersama anak-anak saya, kemudian menyibukkan diri mendidik anak-anak saya & menanggung sendiri beban kehidupan ini? Ataukah saya harus tetap tinggal bersamanya dlm keadaan yang seperti ini, menahan diri (berpuasa) dari berbicara dengannya, & dari menyertai serta ikut merasakan permasalahan-permasalahannya? Berilah fatwa kepada saya, apa yang harus saya lakukan. Semoga Allah l membalas anda dgn kebaikan.”
Syaikh yang mulia v menasihatkan, “Tidaklah diragukan bahwa wajib bagi suami istri utk bergaul dgn ma’ruf, saling memberikan kecintaan, & bergaul dgn akhlak yang utama, berdasarkan firman Alloh l:
“Bergaullah kalian (wahai para suami) dgn mereka (para istri) dgn ma’ruf.” (An-Nisa`: 19)
Dan juga firman-Nya:
“Mereka (para istri) memiliki hak yang seimbang dgn kewajiban mereka dgn cara yang ma’ruf, & para suami memiliki kelebihan satu tingkat di atas mereka.” (Al-Baqarah: 228)
Dan sabda Nabi :
“Kebaikan itu adalah akhlak yang baik.” (HR. Muslim)
Demikian pula sabda beliau n:
“Jangan sekali-kali engkau meremehkan perbuatan baik sedikitpun, walaupun hanya berupa memberikan wajah yang manis saat berjumpa dgn saudaramu.” (HR. Muslim)
Dan ucapan beliau n:
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya. Dan aku adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku.”
Masih banyak lagi hadits-hadits yang berisi hasungan utk berakhlak yang baik, berjumpa dgn wajah yang cerah & bergaul yang baik di antara kaum muslimin secara umum. Tentunya, lebih utama lagi pergaulan antara suami istri & dgn karib kerabat.
Sungguh anda telah melakukan perkara yang baik dgn kesabaran & ketabahan anda dlm menanggung kekakuan & jeleknya akhlak suami anda. Saya pesankan kepada anda utk terus menambah kesabaran & jangan meninggalkan rumah suami anda. Karena dgn terus bertahan dlm kesabaran Insya Allah ada kebaikan yang besar & akhir yang baik, berdasarkan firman Alloh :
“Bersabarlah kalian karena sesungguhnya Alloh bersama orang-orang yang sabar.” (Al-Anfal: 46)
“Sesungguhnya siapa yang bertakwa & bersabar maka sungguh Alloh tak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (Yusuf: 90)
“Hanyalah orang-orang yang bersabar itu diberikan pahala mereka tanpa batasan.” (Az-Zumar: 10)
“Bersabarlah engkau, sesungguhnya akhir/kesudahan yang baik itu diperuntukkan bagi orang-orang yang bertakwa.” (Hud: 49)
Tidak ada larangan bagi anda utk mengajaknya bercanda & berbincang dgn menggunakan kata-kata yang bisa melunakkan hatinya. Yang menyebabkannya senang kepada anda & membuatnya menyadari hak anda terhadapnya.
Tidak usah anda menuntut kebutuhan-kebutuhan duniawi kepadanya selama ia masih menegakkan perkara-perkara penting yang wajib. Sehingga hatinya menjadi lapang & dadanya menjadi luas dari menghadapi tuntutan-tuntutan anda. Anda akan mendapatkan akhir/kesudahan yang baik Insya Alloh.
Semoga Alloh  memberi taufik kepada anda agar memberi anda tambahan seluruh kebaikan. Dan semoga Dia memperbaiki keadaan suami anda, memberinya ilham kepada kelurusan & menganugerahinya akhlak yang baik serta penuh perhatian terhadap hak-hak yang ada. Sesungguhnya Alloh  adalah sebaik-baik Dzat yang diminta, & Dia memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Al-Fatawa, Kitab Ad-Da’awat, 1/193-195) 

Dan ketika suami tetap tidak berubah, beristikharahlah.. meminta yang terbaik pada Alloh, jangan sampai pernikahan yang seharusnya menjadi ladang amal suami dan istri malah justru menjadi prahara dan penzhaliman satu sama lain, ketika merasa bahwa pernikahan itu membawa kepada ketaqwaan maka jagalah, jika kepada kerusakan dan penganiayaan maka berpisah adalah yang terbaik dan berdo’a untuk dilapangkan urusan kedepannya serta dianugerahi pengganti berupa seorang suami yang sholeh, lembut dan baik agamaNya. La haula wa la quwwata illa billaah… 

No comments:

Post a Comment