Kenaikan gas 12 kg menjadi kado pahit
awal tahun bagi masyarakat. Kebijakan ini berdampak sistemis bagi inflasi di
Indonesia dan menjadi pemicu kenaikan harga barang produksi dan jasa bagi
masyarakat. Ironisnya alasan PT Pertamina (Persero) menaikkan harga
elpiji adalah atas rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporan
hasil pemeriksaan pada bulan Februari 2013, di mana Pertamina menanggung
kerugian atas bisnis Elpiji non subsidi selama tahun 2011 sampai dengan Oktober
2012 sebesar Rp 7,73 triliun, yang hal itu telah menyebabkan kerugian negara mencapai
Rp 22 triliun dalam 6 tahun terakhir.
Telah diketahui bahwa Negara Indonesia dikarunia oleh Allah SWT sumber daya alam gas yang sangat melimpah. Saat ini saja Indonesia memiliki cadangan gas bumi sekitar 152,89 triliun standard cubic feet (TSCF). Dengan produksi gas per tahun sebesar 471.507 MMSCF, cadangan gas di perut bumi Indonesi bisa cukup dikonsumsi lebih dari 40 tahun ke depan. Kemungkinan cadangan gas tersebut akan terus bertambah dengan ditemukannya cadangan gas baru. Ironisnya di tengah kelimpahan gas bumi tersebut PT Pertamina (Persero) tetap ingin menaikkan harga Elpiji, LPG (liquified petroleum gas) yaitu gas minyak bumi yang dicairkan yang merupakan campuran dari berbagai unsur hidrokarbon yang berasal dari gas alam.
Pertanyaannya Bumi
Indonesia yang kaya gas, seharusnya seluruh rakyatnya dapat menikmati elpji dengan
harga murah bahkan gratis tapi kenapa dengan harga elpiji seperti saat ini yang
relatif mahal pemerintah masih mengalami kerugian. Ternyata semua itu akibat
salah pengelolaan sumber daya gas. Betapa tidak ternyata sebagian besar gas
tersebut digunakan untuk ekspor demi memenuhi kebutuhan industri negara lain. Tragisnya
lagi, pemerintah lebih mempertahankan kebijakan mengekspor gas alam dalam
jumlah besar ke luar negeri, membiarkan negeri ini defisit gas. Dan yang paling
miris bahwa harga jual gas ke negara lain jauh lebih murah ketimbang harga jual
ke rakyat sendiri. Produksi gas alam dari blok Tangguh ke Cina diobral
habis-habisan. Harga gas ke Fujian China hanya US$ 3,45 per MMBTU, sementara
harga gas ekspor Indonesia ke luar negeri di atas US$ 18 per MMBTU sedangkan
harga gas domestik US$ 10 per MMBTU. Artinya harga gas untuk warga Cina di RRC
hanya seperempat harga gas untuk rakyat sendiri. Beruntunglah rakyat RRC karena
mereka hidup makmur disubsidi oleh pemerintah Indonesia. Jadi ini pemerintahnya
siapa sih? Kebijakan jual obral gas ke Cina dilakukan sejak jaman Megawati.
Tapi sampai sekarang presiden RI tak pernah menegosiasi lagi harga itu.
Akibat salah pengelolaan ini
Indonesia yang kaya gas tapi rakyatnya mesti memenuhi kebutuhan gas dari negara
lain. Kondisi ini tidak terlepas dari paradigma negara Indonesia dalam
pengelolaan sumber daya alam termasuk gas. Indonesia saat ini menganut sistem
demokrasi kapitalis. Dalam pandangan sistem demokrasi kapitalis sumber
daya alam yang jumlahnya melimpah harus segera dikelola agar dapat dimanfaatkan
secara ekonomi. Pemahaman ekonomi kapitalis ini sejalan dengan paham induknya
yaitu,laissez-faire,
kebebasan (minimnya) intervensi pemerintah dan kebebasan kepemilikan.
Dalam rangka produksi barang dan jasa sebesar-besarnya, masyarakat diberi
kebebasan seluas-luasnya dengan intervensi pemerintah yang minim. Ekonomi
kapitalis tidak mengatur tentang kepemilikan, siapapun boleh memiliki apapun
selama mereka mampu untuk membelinya.
Kebijakan ini
akan menimbulkan masalah jika yang dimiliki oleh orang-orang mampu tersebut
adalah barang-barang yang menjadi kebutuhan hidup masyarakat luas. Seperti gas
sebagai sumber energi yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Di Indonesia, barang
tambang migas dikuasai swasta bahkan pihak asing, akibatnya rakyat harus
membayar mahal untuk bensin, gas, dan listrik. Efek lanjutannya, masyarakat
juga harus membayar mahal untuk barang-barang alat pemenuhan kebutuhan
hidupnya, karena produksi barang tersebut membutuhkan energi dan bbm untuk
transportasinya.
Bagaimana dengan
peran negara? Negara berperan hanya sebagai pengatur (regulator). Negara
diarahkan untuk semakin mengurangi intervensinya terhadap aktivitas
perekonomian di masyarakat. Subsidi BBM, gas dan listrik, setiap tahunnya
semakin berkurang, masyarakat diarahkan untuk membayar sesuai dengan harga jual
di pasar internasional. Lemahnya peran negara ini semakin terlihat di saat
kebutuhan gas dalam negeri meningkat tapi negara tidak bisa menghentikan ekspor
gas karena sudah terikat kontrak jangka panjang dengan perusahaan asing sebagai
pemilik dan pengelola migas meskipun harga ekspor tersebut sudah jauh lebih
rendah dari harga pasar internasional.
Ini jelas
kebijakan yang tidak adil dan tidak masuk akal. Mana mungkin rakyat Indonesia
yang sejatinya pemilik gas harus membayar harga elpiji dengan harga pasar
internasional, sementara negara asing di’subsidi’. Bagaimana dalam
pandangan Islam?
Sistem Islam, Khilafah :
Pengelolaan Gas untuk Kesejahteraan Rakyat
Menurut pandangan Islam, barang
tambang/migas yang jumlahnya berlimpah, merupakan harta milik umum, dan
dilarang dikuasai individu. Tentang pandangan ini dijelaskan oleh hadits
riwayat Imam At-Tirmidzi dari Abyadh bin Hamal yang menceritakan, artinya, “saat itu Abyad meminta kepada
Rasul SAW untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul meluluskan
permintaan itu, tapi segera diingatkan oleh seorang sahabat. ‘Wahai Rasulullah,
tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah
memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (ma’u al-‘iddu)’ Rasulullah
kemudian bersabda, ‘Tariklah tambang tersebut darinya’. Hadits
ini sekalipun berbicara tentang tambang garam semata, akan tetapi yang
dimaksud adalah segala barang tambang yang jumlahnya melimpah ‘bagaikan air
mengalir’, termasuk dalam hal ini gas.
Pemerintah
(khalifah) berfungsi dan bertanggung jawab mengelolanya, dan tidak ada
kewenangan Negara menyerahkannya kepada korporasi, apapun alasannya. Sementara
itu, hasilnya harus dikembalikan kepada masyarakat. Khalifah tidak akan
dikelola secara asal, sebagaimana yang jamak ditemukan dalam sistem politik demokrasi,
akan tetapi niscaya dikelola secara amanah dan profesional. Yang demikian
karena itulah yang diperintahkan oleh Allah swt kepada penguasa. Tentang
hal ini Rasulullah saw bersabda, artinya,”Barang siapa mengangkat seseorang untuk mengurusi perkara kaum
Muslimin, lalu mengangkat orang tersebut, sementara dia mendapatkan orang yang
lebih layak dan sesuai daripada orang yang diangkatnya maka dia telah
berkhianat kepada Allah dan Rasulnya.” (HR Hakim; “jika suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, tunggulah saat
kehancurannya.” (HR. Muslim)
Pengelolaan
sumber daya yang dilakukan oleh khalifah secara langsung dan mandiri
menyebabkan semua gas yang diproduksi dapat dinikmati oleh seluruh
lapisan masyarakat termasuk kalangan industri dengan harga murah bahkan gratis.
Dengan melihat fakta sumber daya gas Indonesia melimpah memungkinkan gas yang
dihasilkan melebihi kebutuhan dalam negeri sehingga dapat dijual keluar negeri.
Selanjutnya hasil penjualan gas tersebut dikembalikan kepada seluruh
rakyat dalam bentuk layanan pendidikan dan kesehatan gratis maupun
infrastruktur lainnya seperti jalan dan jembatan.
Jelaslah sudah bahwa hanya dengan model pengelolaan Sistem
Islamlah sumber daya alam yang melimpah seperti gas seluruh rakyat
dapat merasakan manfaatnya yang sebesar-besarnya tidak hanya murah bahkan
gratis dan layanan publik lainnya yang berkualitas.
No comments:
Post a Comment