Thursday, January 16, 2014

Kenaikan Elpiji: Dampak Gagalnya Sistem Demokrasi Liberal.


Kenaikan gas 12 kg menjadi kado pahit awal tahun bagi masyarakat. Kebijakan ini berdampak sistemis bagi inflasi di Indonesia dan menjadi pemicu kenaikan harga barang produksi dan jasa bagi masyarakat. Ironisnya alasan  PT Pertamina (Persero) menaikkan harga elpiji adalah atas rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporan hasil pemeriksaan pada bulan Februari 2013, di mana Pertamina menanggung kerugian atas bisnis Elpiji non subsidi selama tahun 2011 sampai dengan Oktober 2012 sebesar Rp 7,73 triliun, yang hal itu telah menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 22 triliun dalam 6 tahun terakhir.

Telah diketahui bahwa Negara Indonesia dikarunia oleh Allah SWT sumber daya alam gas yang sangat melimpah. Saat ini saja Indonesia memiliki cadangan gas bumi sekitar 152,89 triliun standard cubic feet (TSCF). Dengan produksi gas per tahun sebesar 471.507 MMSCF, cadangan gas di perut bumi Indonesi bisa cukup dikonsumsi lebih dari 40 tahun ke depan. Kemungkinan cadangan gas tersebut akan terus bertambah dengan ditemukannya cadangan gas baru. Ironisnya di tengah kelimpahan gas bumi tersebut PT Pertamina (Persero)  tetap ingin menaikkan harga  Elpiji, LPG (liquified petroleum gas)  yaitu gas minyak bumi yang dicairkan yang merupakan  campuran dari berbagai unsur hidrokarbon yang berasal dari gas alam.
Pertanyaannya Bumi Indonesia yang kaya gas, seharusnya seluruh rakyatnya dapat menikmati elpji dengan harga murah bahkan gratis tapi kenapa dengan harga elpiji seperti saat ini yang relatif mahal pemerintah masih mengalami kerugian. Ternyata semua itu akibat salah pengelolaan sumber daya gas. Betapa tidak ternyata sebagian besar gas tersebut digunakan untuk ekspor demi memenuhi kebutuhan industri negara lain. Tragisnya lagi, pemerintah lebih mempertahankan kebijakan mengekspor gas alam dalam jumlah besar ke luar negeri, membiarkan negeri ini defisit gas. Dan yang paling miris bahwa harga jual gas ke negara lain jauh lebih murah ketimbang harga jual ke rakyat sendiri. Produksi gas alam dari blok Tangguh ke Cina diobral habis-habisan. Harga gas ke Fujian China hanya US$ 3,45 per MMBTU, sementara harga gas ekspor Indonesia ke luar negeri di atas US$ 18 per MMBTU sedangkan harga gas domestik US$ 10 per MMBTU. Artinya harga gas untuk warga Cina di RRC hanya seperempat harga gas untuk rakyat sendiri. Beruntunglah rakyat RRC karena mereka hidup makmur disubsidi oleh pemerintah Indonesia. Jadi ini pemerintahnya siapa sih? Kebijakan jual obral gas ke Cina dilakukan sejak jaman Megawati. Tapi sampai sekarang presiden RI tak pernah menegosiasi lagi harga itu.
Akibat  salah pengelolaan ini Indonesia yang kaya gas tapi rakyatnya mesti memenuhi kebutuhan gas dari negara lain. Kondisi ini tidak terlepas dari paradigma negara Indonesia dalam pengelolaan sumber daya alam termasuk gas. Indonesia saat ini menganut sistem demokrasi kapitalis.  Dalam pandangan sistem demokrasi kapitalis sumber daya alam yang jumlahnya melimpah harus segera dikelola agar dapat dimanfaatkan secara ekonomi. Pemahaman ekonomi kapitalis ini sejalan dengan paham induknya yaitu,laissez-faire, kebebasan (minimnya) intervensi pemerintah dan kebebasan kepemilikan.  Dalam rangka produksi barang dan jasa sebesar-besarnya, masyarakat diberi kebebasan seluas-luasnya dengan intervensi pemerintah yang minim. Ekonomi kapitalis tidak mengatur tentang kepemilikan, siapapun boleh memiliki apapun selama mereka mampu untuk membelinya.
Kebijakan ini akan menimbulkan masalah jika yang dimiliki oleh orang-orang mampu tersebut adalah barang-barang yang menjadi kebutuhan hidup masyarakat luas. Seperti gas sebagai sumber energi yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Di Indonesia, barang tambang migas dikuasai swasta bahkan pihak asing, akibatnya rakyat harus membayar mahal untuk bensin, gas, dan listrik. Efek lanjutannya, masyarakat juga harus membayar mahal untuk barang-barang alat pemenuhan kebutuhan hidupnya, karena produksi barang tersebut membutuhkan energi dan bbm untuk transportasinya.
Bagaimana dengan peran negara? Negara berperan hanya sebagai pengatur (regulator). Negara diarahkan untuk semakin mengurangi intervensinya terhadap aktivitas perekonomian di masyarakat. Subsidi BBM, gas dan listrik, setiap tahunnya semakin berkurang, masyarakat diarahkan untuk membayar sesuai dengan harga jual di pasar internasional. Lemahnya peran negara ini semakin terlihat di saat kebutuhan gas dalam negeri meningkat tapi negara tidak bisa menghentikan ekspor gas karena sudah terikat kontrak jangka panjang dengan perusahaan asing sebagai pemilik dan pengelola migas meskipun harga ekspor tersebut sudah jauh lebih rendah dari  harga pasar internasional.
Ini jelas kebijakan yang tidak adil dan tidak masuk akal. Mana mungkin rakyat Indonesia yang sejatinya pemilik gas harus membayar harga elpiji dengan harga pasar internasional, sementara negara asing di’subsidi’.  Bagaimana dalam pandangan Islam?
 Sistem Islam, Khilafah : Pengelolaan Gas untuk Kesejahteraan Rakyat
Menurut pandangan Islam,  barang tambang/migas yang jumlahnya berlimpah, merupakan harta milik umum, dan dilarang dikuasai individu. Tentang pandangan ini dijelaskan oleh hadits riwayat Imam At-Tirmidzi dari Abyadh bin Hamal yang menceritakan, artinya, “saat itu Abyad meminta kepada Rasul SAW untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul meluluskan permintaan itu, tapi segera diingatkan oleh seorang sahabat. ‘Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (ma’u al-‘iddu)’ Rasulullah kemudian bersabda, ‘Tariklah tambang tersebut darinya’. Hadits ini  sekalipun berbicara tentang tambang garam semata, akan tetapi yang dimaksud adalah segala barang tambang yang jumlahnya melimpah ‘bagaikan air mengalir’, termasuk dalam hal ini gas.
Pemerintah (khalifah) berfungsi dan bertanggung jawab mengelolanya, dan tidak ada kewenangan Negara menyerahkannya kepada korporasi, apapun alasannya. Sementara itu, hasilnya harus dikembalikan kepada masyarakat.  Khalifah tidak akan dikelola secara asal, sebagaimana yang jamak ditemukan dalam sistem politik demokrasi, akan tetapi niscaya dikelola secara amanah dan profesional.  Yang demikian karena itulah yang diperintahkan oleh Allah swt kepada penguasa.  Tentang hal ini Rasulullah saw bersabda, artinya,”Barang siapa mengangkat seseorang untuk mengurusi perkara kaum Muslimin, lalu mengangkat orang tersebut, sementara dia mendapatkan orang yang lebih layak dan sesuai daripada orang yang diangkatnya maka dia telah berkhianat kepada Allah dan Rasulnya.” (HR Hakim; “jika suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, tunggulah saat kehancurannya.” (HR. Muslim)
Pengelolaan sumber daya yang dilakukan oleh khalifah secara langsung dan mandiri menyebabkan semua gas yang diproduksi  dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat termasuk kalangan industri dengan harga murah bahkan gratis. Dengan melihat fakta sumber daya gas Indonesia melimpah memungkinkan gas yang dihasilkan melebihi kebutuhan dalam negeri sehingga dapat dijual keluar negeri. Selanjutnya hasil  penjualan gas tersebut dikembalikan kepada seluruh rakyat dalam bentuk layanan pendidikan dan kesehatan gratis maupun infrastruktur lainnya seperti jalan dan jembatan.
Jelaslah sudah bahwa hanya dengan model pengelolaan Sistem Islamlah  sumber daya alam yang melimpah seperti gas seluruh  rakyat dapat merasakan manfaatnya yang sebesar-besarnya tidak hanya murah bahkan gratis dan layanan publik lainnya yang berkualitas. 

No comments:

Post a Comment