Saturday, October 15, 2011

Peta Pergerakan Mahasiswa: Mengulang Reformasi atau Mengusung Revolusi?


Oleh : Maretika Handrayani


Beberapa tahun terakhir ini mengemuka istilah : Negara Gagal (Failed State). Itulah julukan NKRI yang amat mengerikan hari-hari ini. Kegagalan rejim reformasi, kiranya nyata disebabkan telah terjebak sistem demokrasi itu sendiri. Pemilihan secara langsung telah menghasilkan presiden SBY, belasan gubernur, dan ratusan bupati/kepala daerah, tetapi sistem ini ternyata sarat oleh praktek sogok alias politik uang yang secara pasti akan menyeret bangsa Indonesia ke pusaran air bah yang akan menenggelamkannya.

Status Negara Gagal buat NKRI sebenarnya sudah mulai mencuat sejak 2007, setelah majalah Foreign Policy yang bekerjasama dengan tink-tank Amerika Serikat The Fund for Peace, mengumumkan daftar 60 index Negara Gagal. Indonesia masuk dalam daftar 60 Negara Gagal itu bersama Sudan, Somalia, Zimbabwe, Kongo, Ethiopia, Uganda, Irak, Timorleste, Myanmar, juga sederetan negara di Amerika Latin seperti Haiti. Ukuran sebagai negara gagal di antaranya disebutkan pemerintahan pusat posisinya sangat lemah dan tidak efektif. Pelayanan umum buruk, tindak kriminalitas dan korupsi merajalela, dan ekonomi merosot. “Tanda-tanda atau indikasi sebagai Negara Gagal yang telah dibuat Foreign Policy bersama The Fund for Peace, pada 2007 niscaya kini 2011 kondisinya lebih parah lagi dan makin merosot”. (Voa-Islam, 8/10/2011)

Istilah negara gagal tersebut tentu tidak bersebrangan dengan apa yang kita rasakan langsung. Tengok saja, jumlah orang miskin menurut data BPS masih 30,02 juta jiwa. Di sisi lain, pemerintah juga terus menambah utang. Padahal sekadar untuk membayar bunga utang saja, pada tahun 2011 menguras lebih dari Rp 100 triliun dana APBN. Makin menyedihkan karena sumber daya alam (SDA) Indonesia yang seharusnya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia, sekitar 90% kekayaan migas dan 75 % kekayaan tambangnya dikuasai asing. Di bidang pendidikan, jumlah siswa miskin di Indonesia hampir mencapai 50 juta. Dari jumlah itu, ada sekitar 2,7 juta siswa SD dan 2 juta siswa SMP terancam putus sekolah . Sementara itu, kasus korupsi semakin membudaya di berbagai lapis masyarakat.

Gamblang kiranya fakta yang terbentang dan diuraikan di atas, perubahan rezim otoriter Soeharto sejak Mei 1998 diganti rejim demokrasi liberal sepanjang 11 tahun terakhir, ternyata justru membawa Indonesia dalam kesulitan-kesulitan yang luar biasa. Yang paling mengerikan kini NKRI bahkan memiliki label baru : Negara Gagal.

Mahasiswa dan Pergerakannya

Negara ini butuh perubahan. Mahasiswa sebagai kaum intelektual merupakan satu-satunya pihak yang masih dipercaya rakyat sebagai penyambung lidah mereka yang pada akhirnya merupakan aktor perubahan guna menyampaikan aspirasi mereka kepada para penguasa. Keberadaan gerakan mahasiswa dalam konstelasi sosial politik di negeri ini tak bisa dipandang sebelah mata. Keberadaan mereka menjadi kekuatan yang selalu dipertimbangkan oleh berbagai kelompok kepentingan (interest group) terutama pengambil kebijakan, yakni negara. Dalam sejarah perjalanan bangsa pasca kemerdekaan Indonesia, mahasiswa merupakan salah satu kekuatan pelopor di setiap perubahan. Tumbangnya Orde Lama tahun 1966, Peristiwa Lima Belas Januari (MALARI) tahun 1974, dan terakhir pada runtuhnya Orde baru tahun 1998 adalah tonggak sejarah gerakan mahasiswa di Indonesia. Sepanjang itu pula mahasiswa telah berhasil mengambil peran yang signifikan dengan terus menggelorakan energi “perlawanan” dan bersikap kritis membela kebenaran dan keadilan.

Menurut Arbi Sanit[1], ada lima sebab yang menjadikan mahasiswa peka dengan permasalahan kemasyarakatan sehingga mendorong mereka untuk melakukan perubahan. Pertama, sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik, mahasiswa mempunyai pandangan luas untuk dapat bergerak di antara semua lapisan masyarakat. Kedua, sebagai kelompok masyarakat yang paling lama mengalami pendidikan, mahasiswa telah mengalami proses sosialisasi politik terpanjang di antara angkatan muda. Ketiga, kehidupan kampus membentuk gaya hidup unik melalui akulturasi sosial budaya yang tinggi diantara mereka. Keempat, mahasiswa sebagai golongan yang akan memasuki lapisan atas susunan kekuasaan, struktur ekonomi, dan akan memiliki kelebihan tertentu dalam masyarakat, dengan kata lain adalah kelompok elit di kalangan kaum muda. Kelima, seringnya mahasiswa terlibat dalam pemikiran, perbincangan dan penelitian berbagai masalah masyarakat, memungkinkan mereka tampil dalam forum yang kemudian mengangkatnya ke jenjang karier.

Disamping itu ada dua bentuk sumber daya yang dimiliki mahasiswa dan dijadikan energi pendorong gerakan mereka. Pertama, ialah Ilmu pengetahuan yang diperoleh baik melalui mimbar akademis atau melalui kelompok-kelompok diskusi dan kajian. Kedua, sikap idealisme yang lazim menjadi ciri khas mahasiswa[2]. Kedua potensi sumber daya tersebut ‘digodok’ tidak hanya melalui kegiatan akademis di dalam kampus, tetapi juga lewat organisasi-organisasi ekstra universitas yang banyak terdapat dihampir semua perguruan tinggi.

Pada era sekarang, Gerakan Mahasiswa terbagi atas dua fragmen penting. Yang satu terbangun atas ideologi dan paradigmanya yang diperhangat oleh kekokohan gerakan mahasiswa itu sendiri mencakup pemikiran (Fikrah), Metode (Thariqah), dan Strategi-strateginya (Khithah). Yang satunya terbangun atas spontanitas yang melahirkan kelompok opportunis, kapabilitas mahasiswa sebagai pengontrol kebijakan pemerintah pun dipertanyakan seiring biasnya pergerakan mahasiswa. Pasca reformasi, peta pergerakan mahasiswa menunjukkan pergeseran paradigma yang signifikan. Gerakan Mahasiswa yang meposisikan diri pada posisi “Moral Force” dan menjalankan fungsinya sebagai Agent of Change, Social Control, dan Iron Stock seakan mengalami degradasi. Trennya terus terbangun atas “keresahan bersama” yang diaktualisasikan melalui media aksi massa yang tidak jarang berujung pada tindak anarkisme. Beberapa diantara mereka, mengaktualisasikan “keresahan bersama” tersebut dalam wadah pengembangan diri (misal: Entrerpreunership). Lebih jauh lagi, di sebagian mahasiswa kini mengidap penyakit apolitis dan apatis yang tidak mau tahu kondisi yang terjadi saat ini.

Kegagalan Reformasi

Bicara reformasi 1998 tidak bisa dilepaskan dari peran mahasiswa. Saat itu, bicara mahasiswa berarti bicara reformasi, bicara reformasi berarti bicara mahasiswa. Saat ini 13 tahun sudah kita “menikmati” reformasi, perjuangan yang menganggap klimaksnya adalah ketika memaksa mundur orang no-1 di Indonesia saat itu.

Namun, apa buah reformasi selama 13 tahun tersebut? Hasil survei nasional yang dilakukan Indo Barometer, sebanyak 55,4 persen masyarakat tidak merasakan ada perubahan kondisi bangsa sebelum dan sesudah reformasi. Hanya 31 persen masyarakat yang menganggap kondisi bangsa setelah reformasi jauh lebih baik. Survei ini dilakukan April-Mei 2011 dengan 1.200 responden di 33 provinsi.

Hasil survey tersebut tentu tidak berseberangan dengan apa yang kita rasakan langsung. Reformasi 1998 memang berhasil menumbangkan orang no-1 saat itu, namun hingga kini persoalan Indonesia belum selesai. Apa yang di era Soeharto dikritik oleh demonstran seperti maraknya korupsi, kolusi,mafia peradilan, kemiskinan, justru kembali berulang saat ini. Bahkan Indonesia mendapatkan berbagai julukan: negara gagal, republik koruptor, negara lelucon sampai negara biadab!

Akar kegagalan reformasi sepantasnya mendapat perhatian serius dan analisis yang mendalam. Pertanyaan yang patut diajukan, mengapa gerakan kaum intelektual muda seperti mahasiswa ini seolah belum menemukan pola baku dalam melawan segala tirani dan ketidakadilan para penguasa, yang semakin hari semakin tidak lagi memihak kepada rakyat?

Ada tiga hal pokok penyebab gagalnya gerakan mahasiswa. Pertama, tidak menyentuh akar permasalahan, sehingga kurang tepatnya perumusan solusi krisis bangsa. Para aktivis gerakan perubahan, termasuk gerakan mahasiswa sebagai garda terdepan, menilai akar masalah dari segala krisis bangsa adalah kesalahan dari aparat pemerintah, antara lain penegakan hukum yang lemah, budaya KKN dan belum berjalannya demokratisasi. Sehingga mereka menyerukan tegakkan supremasi hukum, bersihkan aparat pemerintah dari KKN dan gencarkan demokratisasi. Begitu juga dalam permasalahan BHMN/BHP, mereka hanya sebatas berteriak-teriak tolak BHMN/BHP. Permasalahan kebobrokan ekonomi dengan seruan turunkan harga kebutuhan pokok. Jadi jelaslah mengapa perjuangan tidak kunjung membuahkan hasil yang baik, karena ide-ide itu masih umum dan tidak menyentuh akar permasalahan yang ada. Dari sini, dimunculkan solusi dengan enam visi reformasi dalam menuntaskan masalah tadi. Jika ditelusuri lebih mendalam, hal tadi bukanlah rumusan yang tepat sebagai solusi.

Kedua, ide yang tidak jelas. Pengadopsian sebuah ide atau pemikiran gerakan menjadi unsur yang penting bagi gerakan mahasiswa sebagai nilai perjuangan nantinya. Ide atau pemikiran itu haruslah ide dan pemikiran yang benar, jelas dan terukur. Dalam artian telah melalui proses studi kelayakan dan disimpulkan apakah baik untuk diadopsi. Ternyata prinsip ini dilupakan oleh gerakan mahasiswa selama ini. Lemahnya daya pikir politis mahasiswa juga membawa arah perjuangan mereka tidak menentu. Berbagai aksi yang yang dilakukan hanya sekedar respon yang spontanitas (reaksioner) tentang berbagai isu yang sedang populer di masyarakat. Dan tidak heran jika kemudian gerakan mahasiswa ini sering dimanfaatkan sebagai alat permainan isu dan manajemen konflik oleh berbagai pihak yang berkepentingan.

Ketiga, tidak ideologis. Sebenarnya mahasiswa selama ini belum memahami betul akan pentingnya sebuah gerakan yang berlandaskan ideologi, sehingga mereka terbiasa akan gerakan-gerakan yang ada saat ini, bahkan mereka mengikuti format-format gerakan tersebut dalam aktivitasnya meskipun mereka tidak merasakan kepuasan sebab gerakan tersebut tidak mampu berkarya dalam menyelesaikan masalah. Mereka yang mengusung gerakan yang tidak ideologis, akan terombang ambing ketika ditengah perjuangannya berbenturan dengan berbagai masalah yang sebelumnya tidak pernah dijumpai. Berbenturan dengan ketidakpercayaan diri dalam menghadapi realitas yang ada. ataupun berbenturan dengan mayoritas suara yang menyesatkan. Sehingga dapat kita saksikan, ide-ide yang diusung oleh sebagian gerakan mahasiswa lebih bersifat megikuti tren yang ada, ketika diteriakkan reformasi sebagai solusi bangsa ini maka mahasiswapun meneriakkan hal yang sama. Begitu juga ketika diberikan konsep demokrasi sebagai sebuah system yang adil maka mahasiswa pun ikut memperjuangkannya, tanpa mencermati apakah konsep-konsep yang ditawarkan tersebut layak untuk diperjuangkan. Akibatnya arah perjuangan merekapun tidak menentu.

Urgensitas Fondasi Ideologi bagi Sebuah Pergerakan

Hal ini sangatlah berbeda dengan gerakan yang berbasis sebuah ideologi. Mereka akan menemukan arah perjuangan yang jelas, sebab idelogi tersebut akan menuntun mereka dalam melahirkan berbagai solusi atas persoalan yang ada. Rekonstruksi Paradigma Gerakan Ketika masyarakat sadar bahwa ada suatu kondisi yang lebih baik dari semula maka keinginan untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik tersebut menjadi suatau keniscayaan. Berbagai cara dilakukan untuk mewujudkan perubahan tersebut. Bermunculanlah beberapa tokoh perubahan yang menyebut dirinya reformis. Mereka melakukan perubahan dalam tatanan masyarakat tanpa merubah sistem yang ada, hanya memperbaiki kelemahan sistem tersebut.

Disisi lain ada pula sebagian kelompok yang hendak melakukan perubahan secara sistematis dan sekaligus merubah tatanan sistem yang ada. Inilah kaum revolusioner yang ingin melakukan perubahan yang menyeluruh. Kaum reformis manganggap kaum revolusioner hanya akan memakan banyak korban dalam melakukan perubahan. Sedangkan kaum revolusioner berkeyakinan bahwa kaum reformis hanyalah membuang-buang waktu. Bahkan jika dulu para pejuang kemerdekaan kita hanya melakukan reformasi maka tidak mungkin kita akan lepas dari penjajahan mencapai kemerdekaan seperti sekarang. Apabila kita hendak menentukan arah perubahan yang akan di perjuangkan apakah perubahan barsifat reformasi atau revolusi, maka tidaknya ada dua hal yang harus kita perhatikan yaitu : Harus melakukan kajian seksama atas objek yang akan dirubah, Suatu penilaian atau evaluasi, mau tak mau, mengharuskan adanya pegangan sudut pandang tertentu yang khas yaitu dengan kacamata ideologi yang benar. Ketika memandang suatu objek permasalahan yaitu bangsa Indonesia ini, hendaknya kita bukan hanya sibuk dengan akibat yang ditimbulkan oleh permasalahan tadi, tetapi mestilah dicarikan penyebab/akar masalah mengapa akibat ini bisa muncul.

Dan kaitannya dengan kondisi Indonesia pasca reformasi yang terbukti telah gagal dan tidak mampu menyelesaikan persoalan negeri ini. Sebab perubahan yang diusung adalah reformasi yaitu hanya sekedar pergantian dari satu pemimpin ke pemimpin lainnya. Maka seharusnya perubahan yang dilakukan adalah secara mendasar (revolusi) berupa mengganti semua sistem aturan dan beralih ke sistem yang baru dan diikuti dengan pergantian pemimpin dengan yang amanah. Dalam hal ini kita perlu memiliki satu pegangan atau titik referensi terlebih dahulu yang akan dijadikan sebagai alat untuk mengevaluasi kinerja yang ada saat ini. Mengingat sudut pandang yang digunakan para reformis tidak mampu melihat akar permasalahan rakyat yang sedemikian banyaknya.

Maka, satu pegangan atau titik referensi yang ditawarkan adalah harus memakai kacamata yang lain yang lebih baik. Reformasi telah gagal semenjak kemunculannya, Sebab poin yang diagendakan dalam reformasi tersebut bukanlah poin yang mengakar bagi permasalahan rakyat saat ini. Maka sudah seharusnya kita menolak keadaan yang terjadi pada masa orde lama, orde baru, ataupun juga masa reformasi saat ini. Sebab apa yang harus menjadi gambaran kita adalah penyelesaian yang menyeluruh dari semua permasalahan yang sedang dihadapi. Oleh karena itu Reformasi hanyalah suatu bentuk yang jika diibaratkan seperti perpindahan dari kandang macan ke kandang harimau. Kedua-duanya sama ganasnya dan sama pemakan dagingnya. Salah satu kesalahan fundamental dari gerakan reformasi ini adalah tidak digantinya sistem sekaligus orang-orang yang memegang pemerintahan seluruhnya. Pada masa itu yang terjadi adalah sebuah gerakan massa besar-besaran yang bertujuan untuk menggulingkan penguasa yang sah saat itu yaitu Soeharto. Terkumpulnya massa dalam jumlah besar itu hanyalah sekedar massa yang banyak saja. Keinginan mereka hanyalah turunnya Soeharto dan berharap akan terjadi suatu perubahan yang lebih baik. Massa yang sangat banyak tersebut cenderung hanya berkumpul semata tanpa adanya gagasan ataupun konsep perubahan yang jelas. Mereka hanyalah sekedar menginginkan perubahan tanpa tahu perubahan seperti apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dilakukan untuk melakukan perubahan tersebut.

Islam, Ideologi Shahih

Melihat itu semua maka penulis menawarkan suatu solusi dan gagasan yang jelas yaitu ideologi Islam. Karena melihat bahwa akar permasalahan dari sekian banyak permasalahan yang ada adalah tidak diterapkannya Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Islam hanya ditempatkan pada wilayah privat (sekularisme). Bukankah Alloh swt telah menyatakan :

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. QS. Thaaha : 124.

Syariat Islam datang dalam rangka memecahkan masalah bagi kemaslahatan semua elemen masyarakat. ketika Islam menetapkan sebuah sistem ekonomi yang berlandaskan pada prinsip syariat, maka sistem itu adalah untuk seluruh masyarakat tanpa memandang muslim ataupun non muslim. Ketika ekonomi secara umum gonjang-ganjing sejak Indonesia mengalami krisis, lembaga keuangan syari’at menunjukkan ketegarannya atau ketentuan syariat Islam dalam banyak hadits bahwa komoditas milik umum seperti minyak, hutan, gas alam, emas dan barang mineral lain adalah milik umum yang karenanya harus dikelola oleh negara. Hasilnya, diberikan kepada seluruh rakyat baik langsung maupun tidak langsung melalui pendidikan dan kesehatan murah bahkan gratis akan membuat rakyat merasakan manfaat dari kekayaan sumberdaya alam yang dimilikinya.

Begitu juga, syariat Islam menetapkan adanya pendidikan bermutu yang tegak berdasarkan paradigma Islam dimana pendidikan diorientasikan pada pembentukan kepribadian, penguasaan tsaqofah Islam dan penguasaan sains dan teknologi, diselenggarakan gratis atau biaya murah, semua itu dinikmati oleh setiap warga negara, muslim dan non muslim (Al Baghdady, 1996). Sebaliknya, sistem pendidikan sekuler yang amburadul, mahal dan arah yang berganti-ganti saat ini menghasilkan sosok manusia yang diragukan kualitasnya terlihat dari maraknya perkelahian pelajar, seks bebas dan penyalahgunaan narkoba. Siapa yang merasa aman dalam dunia pendidikan seperti ini? Sementara, kemampuan sistem Islam menjaga keamanan, jiwa, harta dan kehormatan melalui penerapan (uqûbat) Islam dimana para pelaku pelacuran, perampokan termasuk koruptor, pezina, peminum-minuman keras, pembunuh dihukum setimpal (Abdurrahman Maliky, 1990). Hal ini akan membuat kriminalitas menurun dan segala penyakit sosial turun drastis atau dapat ditekan serendah mungkin.

Sudah seharusnya gerakan mahasiswa yang ada saat ini berjuang untuk mensosialisasikan solusi Islam ini dan mengkampanyekan penegakan syariah di negeri ini, melalui suatu momentum Revolusi. Saya yakin bahwa para pejuang Reformasi akan kehabisan tenaga dalam memperjuangkan misinya tersebut. Sebab, solusi yang diperjuangkan oleh mereka itu bukan menyentuh akar masalah dari problematika umat. Mereka akan kelelahan karena ibaratnya sibuk membersihkan air yang jatuh ke lantai dari atap yang bocor tanpa pernah memperbaiki atap yang bocor tersebut. Oleh karena itu Mengapa kita takut lagi mengatakan bahwa system sekarang sudah bertolak belakang dengan Islam. Mengapa kita takut mengatakan bahwa hanya satu aturan Islamlah yang benar. Bukankah kita semua tahu sendiri bahwa kebobrokan kehidupan saat ini karena tidak diterapkannya system Islam secara Kaffah. Malah kita terjebak dalam roda pergerakan system Kapitalis-demokrasi saat ini, bukankah Alloh telah mengingatkan kita :

“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (TQS. Al A’raf [7] : 96).

Perjuangan Rasulullah, Tauladan bagi Arah Pergerakan

Walhasil, Sekarang kita telah menemukan akar persoalan bangsa ini yaitu diterapkannya sekularisme dan solusi yang fundamental pun sudah kita dapatkan, yang mana dengan penerapan syariat Islam di segala bidang. Jadi, hanya tinggal bagaimana metode untuk memperjuangkan syari’at Islam itu agar bisa diterapkan di negara ini.

Tahapan yang harus dilakukan oleh gerakan mahasiswa kedepan sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah SAW dalam mambangun negara Islam di Madinah yaitu : Pertama, tahap pembinaan dan pengkaderan, yang dilaksanakan untuk membentuk kader-kader yang mempercayai pemikiran dan metode pergerakan yang akan dijalankan dalam rangka melakukan perubahan. Para kader inilah yang akan menyampaikan Islam kepada masyarakat dan mendorong mereka untuk mengemban Islam serta membentuk kesadaran atas dasar ide-ide dan hukum-hukum Islam. Disamping itu juga meluruskan kekeliruan pemahaman masyarakat terhadap Syariat Islam, kerena opini negatif yang selama ini dibangun oleh musuh-musuh Islam seperti dikatakan syariat Islam itu kejam, kuno, memecah belah bangsa, menindas non muslim dan sebagainya. Padahal Islam itu rahmat bagi seluruh alam. Bukankah Alloh swt telah berfirman:

Dan tiadalah Kami utus engkau (ya Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam” (TQS. AL Anbiya 107).

Kedua, tahapan berinteraksi dengan masyarakat secara langsung dan kontinyu, pada tahapan ini yang dilakukan ialah aktivitas pergolakan pemikiran dan perjuangan politik. Pergolakan pemikiran dilakukan dalam rangka menentang kepercayaan, ideologi, aturan, dan pemikiran-pemikiran kufur yang bukan dari Islam; menentang segala bentuk akidah yang rusak, pemikiran yang keliru seperti ide demokrasi, serta persepsi yang salah dan tersesat. Caranya adalah dengan mengungkapkan kepalsuan, kekeliruan, dan pertentangannya dengan Islam; sekaligus membersihkan umat dari segala bentuk pengaruh dan bekas-bekasnya. Sebab Islam adalah agama dan ideologi yang sempurna sehingga tidak memerlukan sistem yang lain untuk mengatur negara ini. Sedangkan perjuangan politik dilakukan dalam rangka menghadapi makar negara-negara barat imperialis yang menguasai negeri ini; menghadapi segala bentuk penjajahan, baik berupa pemikiran, politik, ekonomi, maupun militer; mengungkapkan taktik dan strategi persekongkolan negara-negara barat untuk membebaskan bangsa ini dari kekuasaan dan pengaruhnya. Perjuangan politik juga dilakukan dengan cara menentang secara terus-menerus para penguasa yang tidak memihak rakyat, mengungkapkan kejahatan mereka, mengadakan nasihat dan kritik buat mereka, sekaligus berusaha mengubah tingkah laku mereka setiap kali mereka merampas dan menghilangkan hak-hak rakyat, tidak melaksanakan kewajibannya terhadap rakyat dan melalaikan urusan rakyat. Dakwah ini juga ditujukan kepada pemilik kekuatan dan simpul-simpul umat seperti pihak militer, tokoh-tokoh masyarakat, alim ulama, cendikiawan dan lainnya. Dengan begitu, seluruh komponen masyarakat tersebut telah menjadikan Islam sebagai pemikiran mereka yang akan mendorong mereka untuk mewujudkannya dalam kehidupan. Sehingga mereka bersama-sama yang menuntut perubahan revolusi tadi, yakni revolusi putih tanpa kekerasan dan tanpa pertumpahan darah kerena berangkat dari wujud kesadaran yang sempurna. Jika telah demikian halnya siapa lagi yang akan mampu manghalangi untuk tegaknya Islam di negara ini, Insya Alloh.

Ketiga, tahapan menerima penyerahan kekuasaan, yaitu pada saat masyarakat sudah mempunyai kesadaran akan kebobrokan sistem demokrasi yang diterapkan dan tidak amanahnya penguasa yang memimpin mereka selama ini, pada saat itulah masyarakat akan mempercayakan kepemimpinannya kepada gerakan yang selama ini telah menyadarkan mereka. Ketika kekuasaan telah diperoleh dan sistemnya pun sudah diganti dengan sistem pemerintahan Islam, maka pada saat itulah syariat Islam dapat diterapkan secara menyeluruh yang akan mensejahterakan bangsa ini, insyaAlloh. Oleh karena itu kedepan gerakan mahasiswa harus mengganti enam agenda reformasi 1998 yang lalu menjadi enam agenda Revolusi 2011 yaitu : Menjadikan Rasulullah SAW sebagai tauladan dalan segala aspek kehidupan. Penegakan Syariat Islam dalam kehidupan bernegara yang meliputi bidang ekonomi, social, budaya, peradilan, politik, pemerintahan, pertahanan, pendidikan dan pergaulan. Pemberantasan KKN yaitu Kapitalisme, Komunisme dan Neo-Liberalisme Sekuler beserta ide turunannya yang merupakan akar persoalan bangsa. Pembersihan para pejabat pemerintahan yang tidak amanah beserta kroni- kroninya. Ganti Sistem demokrasi yang dijalankan karena telah nyata gagal. Menegakkan Pemerintahan yang berlandaskan Islam yakni Khilafah Islam sebagai Institusi yang akan menjalankan Islam secara sempurna.

Khatimah

Wahai mahasiswa, sudah seharusnya kita bangga akan kemajuan yang dihasilkan oleh peradaban Islam. Dan kini tampak didepan mata bahwa satu-satunya konsep hidup yang layak diterapkan adalah Islam. Apalagi sebagai seorang muslim tentu hanya Islam-lah satu-satunya konsep kehidupan harus yang kita pegang dan perjuangkan, bukan Sosialisme yang sudah tumbang dan bukan juga kapitalisme yang sudah sekarat, kerena keduanya merupakan konsep hidup buatan manusia yang justru telah terbukti menjerumuskan umat manusia ke lembah kesengsaraan.

Kebangkitan suatu peradaban manusia dimanapun tempatnya dan kapanpun waktunya tidak dapat terlepas dari peran pemuda di dalamnya. Dalam sejarah berbagai peradaban, tidak bisa dipungkiri pemuda merupakan rahasia kebangkitan yang mengibarkan panji-panji kemenangannya. Maka peradaban Islam akan kembali bangkit dengan pemuda sebagai tonggak kebangkitan dan Ideologi Islam sebagai asas perjuangannya. Allohuakbar!!

Catatan :

[1] Arbi sanit dalam Karim, M Rusli, HMI MPO dalam Kemelut Modernisasi Politik di Indonesia, 1997, hlm 95. Lihat juga Arbi Sanit, Pergolakan Melawan Kekuasaan Gerakan Mahasiswa Antara Aksi Moral dan Politik, 1999.

[2] Andi Rahmat dan Muhammad Najib, Perlawanan dari Masjid Kampus, 2001, hlm 188.

No comments:

Post a Comment