Pemimpin Indonesia layak Malu! Betapa
tidak, belum lama ini terpampang jelas iklan ‘Indonesian Maids now on Sale’ di negara tetangga, Malaysia. Dimana tenaga
kerja Indonesia yang diantaranya perempuan dianggap sebagai komoditas jual beli yang
dihargai murah.
Fenomena wanita indonesia yang berbondong-bondong bekerja ke
luar negeri untuk mencari Dollar, Ringgit, ataupun Dirham demi menyambung hidup bukanlah
hal yang asing bagi masyarakat Indonesia. Menjadi tenaga kerja di luar negeri
dengan harapan mendapat imbalan yang cukup tinggi membuat banyak perempuan
Indonesia tergiur untuk menjalaninya. Namun, tak jarang Jauh panggang dari api, tidak sedikit yang justru menderita. Selain
gajinya yang tidak dibayarkan, banyak pula yang menerima siksaan fisik hingga
pemerkosaan yang berujung pada kehamilan dan memiliki anak di luar nikah.
Masih belum
lepas dari ingatan kita kisah derita Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia di
Malaysia, saat Ceriyati, TKW asal Brebes, Jawa Tengah yang bekerja sebagai
pembantu rumah tangga di Kuala Lumpur, nekad turun melalui jendela lantai 15
apartemen, tempatnya bekerja dengan menggunakan potongan-potongan baju yang
disimpul menjadi tali akibat tidak tahan menerima perlakuan kasar dan siksaan
majikannya. Saat itu tubuh Ceriyati amat kurus, penuh luka dan memar termasuk
di wajahnya akibat ulah majikannya. Ceriyati jelas bukan satu-satunya. Sebut
saja Sartinah, bukan nama sebenarnya, TKW asal Jawa Timur yang harus melahirkan
bayi hasil tindak perkosaan seorang sopir taksi sesaat setelah ia kabur dari
rumah majikannya akibat tak tahan atas perilaku sang majikan. Sementara
Juminten, TKW asal Banyuwangi, Jawa Timur selama 5 tahun bekerja tidak pernah
menerima gaji dari majikannya.
Bahkan, Menurut Satgas Pelayanan dan Perlindungan TKI KBRI di
Malaysia, Tatang Razak, kasus kekerasan seksual yang menimpa TKW di Malaysia
mencapai 5 persen atau 50 orang tiap tahunnya dari total jumlah TKW Indonesia
yang mencapai 2 juta orang. Dari jumlah itu, sekitar 10 orang tiap
tahunnya melahirkan bayi hasil perkosaan. Dalam satu bulan, KBRI Kuala Lumpur
menampung 1000 lebih TKW yang kabur dari majikannya akibat diperlakukan
semena-mena. Diantaranya tidak dibayar gajinya, mengalami pelecehan seksual dan
kekerasan fisik.
Berita lainnya yang tak kalah miris, Ruyati binti Satubi yang
dihukum pancung di Mekkah, Arab Saudi, 18 Juni 2011 lalu. Demikian pula ketika
Sumiati, perempuan berusia 23 tahun asal Dompu, disiksa secara sadis oleh
majikannya di Arab Saudi Sebetulnya kasus Ruyati bukanlah yang pertama.
Sepanjang tahun 2011 sudah ada 28 orang yang dihukum mati di Arab dan masih ada
27 lagi TKW yang terancam hukuman mati. Belum lagi kasus penyiksaan dan
tindakan tidak adil yang diterima TKW disana.
Memandang potret nasib perempuan saat ini kita akan menjumpai
betapa perempuan Indonesia saat ini masih jauh dari kemuliaan dan
kesejahteraan. Tak sedikit fakta perempuan hari ini yang masih berada di
kubangan keterpurukan. Kemiskinan, kebodohan, kekurangan pangan-sandang-papan,
derajat kesehatan buruk masih menghiasi wajah perempuan indonesia sehingga
akhirnya mereka beramai-ramai bekerja ke luar negeri untuk mencari sesuap nasi,
membantu perekonomian keluarga, yang dampaknya pelalaian terhadap tugas utama
seorang perempuan yaitu sebagai Ummu wa
Rabbatul bait, menelantarkan anak di rumah dan juga kewajibannya sebagai
istri, maka wajar ketika angka perceraian dan anak putus sekolah meningkat
tajam. Ironisnya, ketika perempuan-perempuan ini bekerja sebagai TKW dan
mempertaruhkan nyawa serta kehormatan, negara justru memberi gelar sebagai
PAHLAWAN DEVISA karena jasa mereka yang ikut memberi pemasukan kepada perekonomian
negara. Nampaknya sudah hilang rasa malu pemimpin-pemimpin negeri ini yang menjadikan
keringat, tenaga, kehormatan kaum perempuan nya sebagai salah satu mesin
pencari uang untuk stabilisasi ekonomi negara.
Potret buram nasib perempuan di abad 21 ini tak bisa dilepaskan di
era globalisasi yang disetting oleh sistem demokrasi-kapitalisme. Gelombang
globalisasi saat ini harus dibayar mahal dengan kenyataan bahwa 2/3 angka buta
huruf dunia serta 3/5 angka penduduk dunia TERMISKIN masih diwakili oleh kaum
perempuan. Inilah paradoks globalisasi yang dipimpin oleh ideologi Kapitalisme.
Kemiskinan yang mendera
sebagian rakyat negeri ini bukan karena negeri ini miskin. Sebaliknya negeri
ini kaya raya. Sebab kemiskinan di negeri ini adalah kekayaan itu tidak
terdistribusi secara merata dan adil pada seluruh rakyat. Itu terjadi karena
sistem ekonomi kapitalisme yang diadopsi dan diterapkan di negeri ini tidak
bisa mendistribusikan kekayaan secara merata dan adil.
Pangkal
penyebab kemiskinan tidak lain adalah sistem ekonomi kapitalisme-liberal yang
diterapkan di negeri ini, hingga akhirnya kaum perempuan ikut merasakan dampaknya.
Ketenagaan perempuan menjadi salah satu fokus utama yang dioptimalisasi untuk
mencegah kebangkrutan ekonomi, karena karakter perempuan yng lebih ‘nerimo’ dengan gaji yang kecil sekalipun,
perempuan akan dengan rela menerima, di samping karakternya yang lebih ulet
merupakan suatu hal yang menguntungkan.
Kemiskinan yang terjadi di negeri ini adalah kemiskinan
struktural, diakibatkan oleh sistem dan bersifat sistemik. Masalah
kemiskinan tidak mungkin diatasi selama sistem yang menjadi penyebab utamanya
yaitu sistem kapitalisme berikut sistem politik demokrasinya terus eksis. Solusi
problem kemiskinan haruslah solusi sistemik dan ideologis, yaitu dengan jalan
mencampakkan sistem ekonomi kapitalisme liberal. Hal itu tidak bisa dilakukan
kecuali dengan juga merubah sistem kapitalisme yang eksis. Solusi
sistemik dan ideologis itu adalah dengan jalan menerapkan syariah Islam secara
utuh termasuk sistem ekonomi Islam dalam bingkai sistem Khilafah Rasyidah. Hanya
sistem Islam lah yang bisa mendistribusikan kekayaan secara merata dan
adil. Yaitu melalui penerapan hukum-hukum Sistem Ekonomi Islam termasuk
tentang kepemilikan, tasharruf kepemilikan dan pendistribusian harta diantara
masyarakat.
Kapitalisme dan liberalisme telah mendatangkan bencana besar
bagi perempuan dan dunia. Siapakah yang dapat menyelamatkan kembali perempuan
agar kembali meraih kemuliaannya? Ya, harapan itu hanya dapat diwujudkan oleh
sebuah institusi yang berdasarkan syari’ah Islam. Institusi yang diwariskan
oleh Rasululloh SAW kepada umatnya, Khilafah
‘ala Minhaj an Nubuwwah. [MH]
Hai orang-orang yang beriman,
penuhilah seruan Alloh dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu
yang memberi kehidupan kepada kamu (QS al-Anfal: 24)
No comments:
Post a Comment