Monday, December 24, 2012

Derita TKW, Bukti Nyata Eksploitasi Perempuan atas Nama Pahlawan Devisa.



Pemimpin Indonesia layak Malu! Betapa tidak, belum lama ini terpampang jelas iklan ‘Indonesian Maids now on Sale’ di negara tetangga, Malaysia. Dimana tenaga kerja Indonesia yang diantaranya perempuan dianggap sebagai komoditas jual beli yang dihargai murah.   

Fenomena wanita indonesia yang berbondong-bondong bekerja ke luar negeri untuk mencari Dollar, Ringgit, ataupun Dirham demi menyambung hidup bukanlah hal yang asing bagi masyarakat Indonesia. Menjadi tenaga kerja di luar negeri dengan harapan mendapat imbalan yang cukup tinggi membuat banyak perempuan Indonesia tergiur untuk menjalaninya. Namun, tak jarang Jauh panggang dari api, tidak sedikit yang justru menderita. Selain gajinya yang tidak dibayarkan, banyak pula yang menerima siksaan fisik hingga pemerkosaan yang berujung pada kehamilan dan memiliki anak di luar nikah.
Masih belum lepas dari ingatan kita kisah derita Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia di Malaysia, saat Ceriyati, TKW asal Brebes, Jawa Tengah yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Kuala Lumpur, nekad turun melalui jendela lantai 15 apartemen, tempatnya bekerja dengan menggunakan potongan-potongan baju yang disimpul menjadi tali akibat tidak tahan menerima perlakuan kasar dan siksaan majikannya. Saat itu tubuh Ceriyati amat kurus, penuh luka dan memar termasuk di wajahnya akibat ulah majikannya. Ceriyati jelas bukan satu-satunya. Sebut saja Sartinah, bukan nama sebenarnya, TKW asal Jawa Timur yang harus melahirkan bayi hasil tindak perkosaan seorang sopir taksi sesaat setelah ia kabur dari rumah majikannya akibat tak tahan atas perilaku sang majikan. Sementara Juminten, TKW asal Banyuwangi, Jawa Timur selama 5 tahun bekerja tidak pernah menerima gaji dari majikannya.
Bahkan, Menurut Satgas Pelayanan dan Perlindungan TKI KBRI di Malaysia, Tatang Razak, kasus kekerasan seksual yang menimpa TKW di Malaysia mencapai 5 persen atau 50 orang tiap tahunnya dari total jumlah TKW Indonesia yang mencapai 2 juta orang. Dari jumlah itu, sekitar 10 orang  tiap tahunnya melahirkan bayi hasil perkosaan. Dalam satu bulan, KBRI Kuala Lumpur menampung 1000 lebih TKW yang kabur dari majikannya akibat diperlakukan semena-mena. Diantaranya tidak dibayar gajinya, mengalami pelecehan seksual dan kekerasan fisik.
Berita lainnya yang tak kalah miris, Ruyati binti Satubi yang dihukum pancung di Mekkah, Arab Saudi, 18 Juni 2011 lalu. Demikian pula ketika Sumiati, perempuan berusia 23 tahun asal Dompu, disiksa secara sadis oleh majikannya di Arab Saudi Sebetulnya kasus Ruyati bukanlah yang pertama. Sepanjang tahun 2011 sudah ada 28 orang yang dihukum mati di Arab dan masih ada 27 lagi TKW yang terancam hukuman mati. Belum lagi kasus penyiksaan dan tindakan tidak adil yang diterima TKW disana.
Memandang potret nasib perempuan saat ini kita akan menjumpai betapa perempuan Indonesia saat ini masih jauh dari kemuliaan dan kesejahteraan. Tak sedikit fakta perempuan hari ini yang masih berada di kubangan keterpurukan. Kemiskinan, kebodohan, kekurangan pangan-sandang-papan, derajat kesehatan buruk masih menghiasi wajah perempuan indonesia sehingga akhirnya mereka beramai-ramai bekerja ke luar negeri untuk mencari sesuap nasi, membantu perekonomian keluarga, yang dampaknya pelalaian terhadap tugas utama seorang perempuan yaitu sebagai Ummu wa Rabbatul bait, menelantarkan anak di rumah dan juga kewajibannya sebagai istri, maka wajar ketika angka perceraian dan anak putus sekolah meningkat tajam. Ironisnya, ketika perempuan-perempuan ini bekerja sebagai TKW dan mempertaruhkan nyawa serta kehormatan, negara justru memberi gelar sebagai PAHLAWAN DEVISA karena jasa mereka yang ikut memberi pemasukan kepada perekonomian negara. Nampaknya sudah hilang rasa malu pemimpin-pemimpin negeri ini yang menjadikan keringat, tenaga, kehormatan kaum perempuan nya sebagai salah satu mesin pencari uang untuk stabilisasi ekonomi negara.
Potret buram nasib perempuan di abad 21 ini tak bisa dilepaskan di era globalisasi yang disetting oleh sistem demokrasi-kapitalisme. Gelombang globalisasi saat ini harus dibayar mahal dengan kenyataan bahwa 2/3 angka buta huruf dunia serta 3/5 angka penduduk dunia TERMISKIN masih diwakili oleh kaum perempuan. Inilah paradoks globalisasi yang dipimpin oleh ideologi Kapitalisme. Kemiskinan yang mendera sebagian rakyat negeri ini bukan karena negeri ini miskin. Sebaliknya negeri ini kaya raya. Sebab kemiskinan di negeri ini adalah kekayaan itu tidak terdistribusi secara merata dan adil pada seluruh rakyat. Itu terjadi karena sistem ekonomi kapitalisme yang diadopsi dan diterapkan di negeri ini tidak bisa mendistribusikan kekayaan secara merata dan adil.
Pangkal penyebab kemiskinan tidak lain adalah sistem ekonomi kapitalisme-liberal yang diterapkan di negeri ini, hingga akhirnya kaum perempuan ikut merasakan dampaknya. Ketenagaan perempuan menjadi salah satu fokus utama yang dioptimalisasi untuk mencegah kebangkrutan ekonomi, karena karakter perempuan yng lebih ‘nerimo’ dengan gaji yang kecil sekalipun, perempuan akan dengan rela menerima, di samping karakternya yang lebih ulet merupakan suatu hal yang menguntungkan.
Kemiskinan yang terjadi di negeri ini adalah kemiskinan struktural, diakibatkan oleh sistem dan bersifat sistemik. Masalah kemiskinan tidak mungkin diatasi selama sistem yang menjadi penyebab utamanya yaitu sistem kapitalisme berikut sistem politik demokrasinya terus eksis. Solusi problem kemiskinan haruslah solusi sistemik dan ideologis, yaitu dengan jalan mencampakkan sistem ekonomi kapitalisme liberal. Hal itu tidak bisa dilakukan kecuali dengan juga merubah sistem kapitalisme yang eksis.  Solusi sistemik dan ideologis itu adalah dengan jalan menerapkan syariah Islam secara utuh termasuk sistem ekonomi Islam dalam bingkai sistem Khilafah Rasyidah. Hanya sistem Islam lah yang bisa mendistribusikan kekayaan secara merata dan adil. Yaitu melalui penerapan hukum-hukum Sistem Ekonomi Islam termasuk tentang kepemilikan, tasharruf kepemilikan dan pendistribusian harta diantara masyarakat.
Kapitalisme dan liberalisme telah mendatangkan bencana besar bagi perempuan dan dunia. Siapakah yang dapat menyelamatkan kembali perempuan agar kembali meraih kemuliaannya? Ya, harapan itu hanya dapat diwujudkan oleh sebuah institusi yang berdasarkan syari’ah Islam. Institusi yang diwariskan oleh Rasululloh SAW kepada umatnya, Khilafah ‘ala Minhaj an Nubuwwah. [MH]

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Alloh dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu (QS al-Anfal: 24)

No comments:

Post a Comment