Monday, March 31, 2014

Derita Muslim Republik Afrika Tengah : Umat Butuh Khilafah



Muslim Cleansing di Republik Afrika Tengah
Selama beberapa bulan ini Republik Afrika Tengah tengah menjadi saksi operasi yang disebut sebagai Muslim Cleansing (pembersihan agama) terhadap kaum Muslim oleh milisi Kristen. Akibatnya ratusan meninggal dan ribuan lainnya mengungsi karena takut akan pembunuhan brutal tanpa pandang bulu. Dalam laporannya pada Rabu (12/2), Amnesty Internasional menyatakan telah mendokumentasi lebih dari 200 kasus pembunuh terhadap umat Islam yang dilakukan milisi Kristen. Sejak Desember tahun lalu, setelah milisi Kristen melakukan serangan terkoordinasi, lebih dari 1000 orang muslim terbunuh. Total sejak konflik terjadi ada 2,5 juta orang yang terlantar sebagian besar adalah muslim .Puluhan ribu orang mengungsi dari kampungnya tetapi kemudian terjebak tanpa tujuan. Pembantaian ini dilakukan secara sadis yang tidak bisa dibayangkan oleh manusia normal.  Secara terbuka,pendukung milisi Kristen memakan daging seorang muslim yang mereka bunuh. Wanita-wanita muslimah juga diperkosa. Rumah-rumah dan masjid dibakar dan dihancurkan. Penyiksaan terhadap muslim dilakukan di jalan-jalan secara terbuka. Mereka melakukan kebiadaban ini dengan ini dengan wajah yang gembira dan penuh kesombongan. “Muslim! Muslim! Muslim. Saya menusuknya di kepala. Saya menuangkan bensin padanya. Saya membakarnya. Lalu saya memakan kakinya, semuanya hingga ke tulang-tulangnya dengan roti. Itu sebabnya orang-orang memanggilku dengan sebutan Mad Dog (anjing gila), “, ujar Magloire dengan sombongnya.

Menurut Amnesty International juga bahwa pada tanggal 18 Januari milisi melancarkan serangan di utara kota Bossemptele, yang mengakibatkan lebih dari seratus orang meninggal di kalangan penduduk Muslim. Kekerasan sektarian ini telah menyebabkan seperempat dari penduduk negara itu—yang berjumlah 4,6 juta orang—melarikan diri ke daerah di sekitar mereka karena takut serangan balasan yang menewaskan sedikitnya dua ribu orang. Dan puluhan ribu kaum Muslim melarikan diri ke negara-negara tetangga, Chad dan Kamerun. Dengan semakin banyaknya jumlah kaum Muslim yang melarikan diri, Peter Bouckaert, Direktur Kondisi Darurat Human Right Watch mengumumkan bahwa dalam hitungan hari semua kaum Muslim Afrika Tengah akan melarikan diri untuk menghindari kekerasan. Ia menambahkan: “Ada sebuah perkampungan kaum Muslim yang seluruh warganya melarikan diri, kemudian rumah-rumah mereka dihancurkan secara sistematis, di mana satu persatu pintu, jendela dan langit-langit dibongkar. Bahkan ada bukti bahwa mereka semua sengaja dilenyapkan.” Bouckaert mengatakan bahwa ia melihat sendiri tubuh seorang pria Muslim dibakar di jalan. Dan ia juga melihat milisi Kristen menangkap seorang Muslim lainnya, kemudian memukulinya sampai meninggal. Sebelum itu, anggota parlemen Jean-Emmanuel Djarawa dibunuh, setelah ia mengumumkan penentangannya yang keras terhadap sejumlah serangan yang menargetkan pembunuhan terhadap kaum Muslim di negara ini.

Jumlah kaum Muslim di Republik Afrika Tengah sekitar 15 persen, sehingga menjadi agama terbesar kedua di negara tersebut setelah Kristen yang dianut oleh setengah dari jumlah penduduk (25 persen Protestan dan 25 persen Katolik), sedangkan sisanya menganut agama-agama lokal. Sebagian besar kaum Muslim Afrika Tengah bermukim di utara, dekat perbatasan dengan Chad. Di mana dari mereka inilah tampil Michel Djaotodia sebagai Presiden Muslim pertama negara itu, dan pendukungnya para perwira di koalisi Celica.

Meski telah menjadi korban, umat Islam pun disalahkan dalam pembantaian ini. Menyalahkan korban (blame the victim) menjadi pola yang berulang. Umat Islam dianggap bersekongkol dengan Michel Djaotodia  (seorang yang kebetulan muslim)  yang  didukung koalisi Seleka menggulingkan Presiden  Francois Bozize pada bulan Maret 2013 yang telah berkuasa selama 10 tahun. Djotodia, pemimpin muslim pertama Republik Afrika Tengah, akhirnya menjadi presiden setelah kudeta Maret lalu. Menyusul penggulingan Presiden Francois Bozize, negara  yang mayoritas penduduknya beragama Kristen itu, jatuh ke dalam kekerasan sektarian antara Muslim Seleka dan kelompok-kelompok Kristen Anti Bakala. Berbagai aksi kekerasan mulai terjadi pada hari Kamis (5/12) ketika milisi Kristen yang setia kepada presiden terguling François Bozize Yangouvonda melancarkan serangan terhadap kaum Muslim, Sejak pengunduran diri Djaotodia, negara itu tenggelam lingkaran kekerasan sektarian dan pembalasan yang dilancarkan oleh milisi-milisi Kristen terhadap milisi Celica dan warga sipil Muslim, terjadi aksi yang diklaim sebagai aksi balas dendam. Seluruh umat Islam pun dianggap bersalah dan dibantai.  Padahal kebijakan Djaotodia bukanlah mewakili umat Islam, apalagi  selama ini umat Islam (15 persen dari penduduk CAR) dan warga Kristen bersama penganut agama-agama lokal lainnya  hidup berdampingan dengan damai.

Akar Masalah
Sama dengan tahun-tahun sebelumnya awal tahun 2014  ini umat Islam dunia masih diliputi berbagai persoalan. Intinya, dunia Islam masih dijajah baik penjajahan itu secara langsung dengan pendudukan militer, ataupun penjajahan dalam bentuk lain secara ideologi, ekonomi, politik, pertahanan atau sosial budaya. Secara ideologi hampir semua negeri Islam mengadopsi ideologi kapitalisme sebagai dasar negara dan asas pengaturan masyarakat. Penjajahan ideology inilah yang menjadi sumber penyebab penjajahan lainnya termasuk aspek keamanan yang tengah dihadapi muslim Afrika Tengah.
Dunia internasional seperti biasa hanya sebatas aklamasi berrkomitmen membantu menyelesaikan konflik berdarah ini, 1.600 tentara Perancis yang dikirim ke Afrika Tengah tidak dapat diterima masyarakat karena berpihak kepada milisi Kristen. Sistem internasional ala kapitalis dengan organ PBB-nya juga menyusul gagal, keprihatian yang disampaikan oleh sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon nampak mandul, diplomasi-diplomasi yang dilakukan juga bukan solusi nyata dalam mengentaskan permasalahan tersebut. Penguasa-penguasa boneka negeri Islam, alih-alih peduli dengan penindasan yang dialami muslim di negeri lain, untuk melindungi rakyat dan kekayaan alam negeri sendiri saja gagal dan  mereka justru menjadi pembunuh bagi rakyatnya sendiri  dan memberikan jalan negara-negara penjajah untuk merampok kekayaan negeri Islam. Diamnya lisan penguasa-penguasa negeri Islam menunjukkan betapa nasionalisme telah mengakar di benak mereka dan menjadi racun yang mematikan umat Islam. Dengan alasan, tidak berhubungan dengan kepentingan nasional Negara masing-masing, penguasa-penguasa negeri Islam tidak ambil pusing. Tidak peduli dengan nasib muslim di Negara Afrika Tengah, sebagaimana mereka tidak berbuat apa-apa terhadap penderitaan muslim rohingya, Suriah, Palestina, Irak dan negeri-negeri Islam lainnya.
Nasionalisme yang merupakan produk ideology kapitalisme sesungguhnya merupakan ikatan ashobiyah, yang hanya mementingkan suku atau bangsa Imam Abu Dawud menuturkan sebuah hadits dari Jubair bin Muth’im ra bahwasanya Nabi saw bersabda: “Tidaklah termasuk golongan kami, siapa saja yang menyeru kepada ‘ashabiyyah, dan bukanlah termasuk golongan kami, siapa saja yang berperang di atas ‘ashabiyyah, dan bukan termasuk golongan kami, siapa saja yang mati di atas ‘ashabiyyah”. [HR. Imam Abu Dawud].

Belenggu Nasionalisme terbukti mengikis ukhuwah islamiyah dan kepedulian umat sehingga umat menjadi lemah. Negeri-negeri Islam menjadi santapan empuk bangsa-bangsa imperialis, meskipun jumlah kita lebih dari 1,5 milyar di seluruh dunia. Nasionalisme juga telah memecah belah umat Islam dengan kehadiran nation-state (negara bangsa) yang jumlahnya banyak. Padahal Umat Islam diwajibkan hidup dalam satu kepemimpinan seorang khalifah dalam institusi Negara Khilafah, bukan justru mengadopsi konsepsi nation state yang dipimpin oleh banyak presiden atau raja seperti saat ini. “Jika dibaiat dua orang khalifah(kepala negara) maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya.” (HR Muslim). 

Pembantaian seperti ini berulang karena ketiadaan Khilafah yang melindungi umat, maka melihat kondisi umat Islam yang memilukan ini,  umat Islam tidak dapat bersatu tanpa sebuah institusi yang menyatukan mereka di bawah komando Khalifah, Secara politik jumlah 1,5 Milyar umat Islam yang merupakan angka yang besar tersebut pun tidak membuat umat Islam menjadi negara adi daya di dunia.Meskipun sudah merdeka secara formal, namun sebagian besar negeri Islam masih belum independen, masih dijajah, tertindas dan tunduk kepada kepentingan negara-negara imperialis. Sebagian besar penguasa negeri-negeri Islam adalah penguasa dictator yang represif dan mengabdi ke Barat.
Umat Butuh Khilafah
Maka tidaklah mengherankan meskipun jumlahnya besar umat Islam tidak bisa membebaskan diri atau membebaskan saudaranya yang ditindas diberbagai kawasan dunia Islam seperti Chechnya, Irak, Afrika Tengah, Afghanistan, Pakistan, Thailand Selatan , Philipina Selatan, Turkistan Timur (Xianjiang), Bosnia, atau Palestina. Umat Islam belum bisa berbuat banyak menghentikan kekejaman. Bandingkan dengan hanya gabungan Iran (74 juta) , Irak (30 juta), Suriah (20 juta) , Saudi Arabia (25 juta) , Yaman (23 juta ) , Mesir (79 juta) saja populasi muslim hampir mencapai 251 juta. Artinya kalaulah diambil 10 % saja menjadi tentara, berarti ada 25 juta tentara yang bisa digerakan untuk membebaskan Palestina. Tapi itu tidak terjadi. Karena tidak ada yang memobilisasi tentara yang demikian banyak itu.
Apa yang digambarkan oleh hadist Rosulullah untuk melihat kondisi umat Islam saat ini sangatlah tepat. Seperti makanan yang dikerubungi oleh musuh-musuhnya yang buas. Padahal jumlahnya banyak. Rosulullah menggambarkan umat Islam bagaikan buih dilautan, banyak tapi lemah.
Umat Islam sesungguhnya telah diberikan oleh Allah SWT dengan segala kebaikan untuk menjadi negara adi daya di dunia Islam. Umat Islam memiliki potensi dengan jumlah pululasi yang besar, kekayaan alamnya melimpah, secara geopolitik posisi negeri Islam sangatlah strategis, umat Islam juga memiliki ideology yang shohih yakni Islam. Umat Islam tinggal butuh satu saja, yakni negara Khilafah yang menyatukan dan menerapkan ideology Islam.

Walhasil jumlah yang besar atau kenaikan populasi muslim tidak berarti apa-apa tanpa ada yang menyatukan dan mengorganisir umat Islam. Disinilah kenapa seruan penegakan Khilafah menjadi sangat relevan untuk menyatukan umat Islam dan menerapkan syariah Islam yang akan mengatur (mengorganisir) umat Islam . Dengan khilafah potensi umat yang besar dan berserakan itu akan menjadi kekuatan yang dahsyat untuk menyelamatkan negeri Islam tertindas dan mensejahterakan dunia. Allohu’alam..

No comments:

Post a Comment