Wednesday, January 13, 2010

Dad...


Laki-laki yang sedang duduk itu adalah papa ku, seperti nya papa sedang memikirkan sesuatu. ku akui kami memang tidak terlalu dekat. Papa tidak banyak bicara, dan ketika ia bicara, bagi ku kata-kata itu adalah sesuatu yang menjadi keputusan yang tidak bisa ditolak. Tapi bagi ku, papa adalah sosok yang gigih yang sangat ku kagumi, seorang montir yang cerdas. Sempat terfikir di pikiran ku, tanpa bersekolah di perguruan tinggi teknik mesin sekali pun, papa bisa menyelesaikan tugas-tugas nya,. Pernah aku datang ke tempat kerja papa ku, ketika itu, ada seorang bapak-bapak membawa mobilnya, bapak itu mengatakan ada yang tidak beres dengan mobil nya, segera papa menyuruh bapak itu untuk menyalakan mobilnya, dengan mendengar suara mobil itu saja papa sudah bisa mengetahui yang tidak beres dari mobil itu. Iyya, papa cerdas!!!

Tapi Entah kenapa…aku lebih dekat dengan mama ketimbang papa.

Tapi, setidak nya aku masih punya banyak kenangan bersama nya. Waktu ku kecil papa selalu mengajari aku dan adik perempuan ku yang berumur tepat di bawah ku satu tahun, bagaimana berbahasa tionghoa itu, bahasa papa ku..yah,,papa adalah seorang cina yang dulu beragama budha yang menyatakan keislamannya dan menjadi mualaf ketika menikahi mama.. alhasil teman-teman ku banyak yang tionghoa dan aku sedikit banyak mengerti bahasa papa walau rada susah untuk mengucapkannya. Dan papa ketika berbicara pada kami menggunakan bahasa indonesia yang kadang masih lucu kedengarannya dicampur bahasa tionghoa yang kami mengerti.

Dari kecil, keluarga mendidikku dengan penuh disiplin, dan kata mama, aku dan adik perempuan ku dulu adalah anak yang nurut sama ortu. Ketika SD, Pagi-pagi mama telah mememakaikan seragam SD ku, setelah pulang sekolah, aku dan adikku segera makan dan mandi untuk sekolah di TPQ (taman Pengajian Qur’an) yang jarak nya tidak jauh dari rumah dan ku tempuh dengan berjalan kaki, papa melarang aku bersepeda, karena sebelum aku masuk SD, aku pernah mengalami kecelakaan. Dulu, aku sangat suka bersepeda, suatu hari aku ingin membeli ice krim kesukaan ku dan ketika menyebrang jalan aku tertabrak motor, hal ini menjadikan trauma bagi orang tua ku. Sejak saat itu aku dilarang bersepeda. Dan Sampai sekarang, sepeda kecil ku itu masih tergantung di belakang rumah, dan yang menggantungnya adalah papa. pulangnya aku segera ke rumah nenek dan kakek ku, beliau adalah ayah dan ibu dari mama yang ku panggil dengan “nyai” dan “yai” yang rumahnya terletak di belakang masjid dan TPQ ku dan kebetulan nyai dan yai adalah seorang guru ngaji dan aku belajar ngaji bersama nya. Sekitar jam 16.00 aku sudah selesai ngaji dan langsung pulang ke rumah. Seperti biasa, setiap sore, papa akan membawa aku dan adikku bersama motor king papa ke rumah Ibu nya yang ku panggil dengan “ama” dan ayah papa ku yang ku panggil “Akong”, papa sangat dekat dengan ibu nya, karena beliau adalah anak bungsu yang kata kakak-kakak papa, beliau adalah anak kesayangan ama. Dari kecil juga papa mengajarkan ku untuk menghormati orang yang lebih tua dengan menyapa nya ketika bertemu, ketika keluarga papa ngumpul di rumah ama, aku harus memanggil semua nya, hm, kebayang kan.. banyak nya sebutan yang harus ku hafal.. papa memiliki sekitar delapan kakak yang dua diantaranya perempuan. Panggilan kepada paman adalah “pek” kalo kakak yang pertama dipanggil “Tua pek”, Tua arti nya paling tua dan pek arti nya paman, istrinya “ Tua em”. Kakak yang ke dua dipanggil “Ngo pek”, istri nya “Ngo em” ke tiga “Sa pek”, istri nya “ Sa em”. ke empat “Si pek”, dan seterusnya. Sedangkan kakak perempuan papa ku panggil “Tua kou”, suami nya “ Tua Tio” dan “Soi kou”, suaminya “ Soi Tio”.
Pulang nya, ama pasti membekali aku dan adikku seplastik permen, karena aku sangat suka permen, al hasil, sewaktu kecil gigi ku hitam-hitam dan kalau ditanya oleh paman-paman ku mengapa gigi nya hitam, lalu ku jawab, “di gigit sama ulat jagung”…hhe…

Hari sudah menjelang magrib. Aku mandi dan sholat dilanjutkan makan bersama kedua orang ku dengan tak banyak bicara. Hanya aku masih ingat, suatu saat papa mengajarkan ku bagaimana cara memegang sendok yang benar dan makan jangan berbunyi, karena saat itu aku meniru gaya teman ku makan di kantin sekolah yang luar biasa berisik makannya, sendok dibunyi-bunyi kan di atas piring dan sebagainya. Papa juga melarang aku dan adikku untuk makan tidak pakai sendok (pakai tangan), karena kotor, dan aku pun menuruti nya. Tapi terkadang aku juga ingin seperti saudara-saudara ku yang lain yang makan tanpa sendok, yang bisa lakukan setiap lebaran setahun sekali di rumah nyai dan yai tanpa terlihat papa. Hasil nya, sampai sekarang aku masih susah makan tanpa sendok, dan terkesan aneh oleh teman-teman di kosan, karena memegang nasi dan makanannya seperti tidak tepat. Lebih mudah, bahasa melayu nya “kekok”,,hhe..

Masih banyak kenangan bersama papa. Yang sampai saat ini aku sangat merinduinya, dari mama, aku baru tau, ternyata sewaktu aku berangkat ke pulau Jawa ini untuk meneruskan pendidikan ku ke sebuah universitas di Bandung, papa menangis ketika kami saling melambaikan tangan.. dan papa lah yang biasa mengusulkan mama untuk menelpon ku sekali setiap minggu nya, bahkan bisa lebih dari sekali dalam seminggu nya dan kemudian menyerahkan telpon ke mama, papa hanya mendengarkan saja obrolan ku bersama mama sedang suara telponnya di “loude speaker”, , hm,,,itu lah papa ku…
Papa…
Rata Penuh

No comments:

Post a Comment