Malangnya nasib anak-anak di Indonesia, banyaknya anak yang jadi gelandangan, menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), jumlah anak jalanan di Indonesia semakin bertambah, tahun 2008 sekitar 50.000 anak dan tahun 2009 sekitar 150.000 anak berkeliaran di ibu kota. Berdasarkan data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS), dari 154.861 anak, separu lebih menggelandang di ibu kota. Anak jalanan tersebut terbagi tiga kelompok yaitu anak terlantar adalah anak-anak yang mengalami frustasi karena lari atau diusir orang tuanya; ekploitasi anak adalah anak-anak yang disuruh mengemis oleh cukong; dan pekerja anak adalah anak-anak yang menjadi pedagang asongan. Anak-anak jalanan sering menjadi korban pelaku kekerasan seksual seperti pencabulan anak atau sodomi.
Kepedihan anak Indonesia bukan cuma menjadi korban pelaku kejahatan seksual, tapi juga tren bunuh diri di kalangan anak tanpa pandang derajat sosial ekonomi keluarganya. Sudah banyak kasus anak bunuh diri di negara kita, penyebabnya pun kadang hal-hal yang sifatnya kecil/sepele seperti takut ketahuan atau takut dimarahi, tidak naik kelas atau belum bayar sekolah. Adanya UN menyebabkan ada anak yang bunuh diri karena stres dan panik takut tidak lulus UN atau karena kecewa dengan hasil UN. Begitulah ketakutan-ketakutan seperti itu menyebabkan anak-anak nekat mengakhiri hidupnya.
Banyaknya anak-anak yang menjadi pekerja, menurut data BPS pekerja anak usia 10-14 tahun untuk tahun 2000 mencapai 2,3 juta anak. Kini jumlah pekerja anak di Indonesia diperkirakan lebih dari 10 juta, diantaranya menjadi penjaja seks dan sekitar 30% pramusyahwat berusia di bawah 18 tahun. Berdasarkan data Pusat Kajian Perlundungan Anak (PKPA) jumlah pelacuran anak di Indonesia tahun 2009 dari 150 ribu anak, 30% pekerja seks komersil atau sekitar 45 ribu di seluruh Indonesia.
Penderitaan anak Indonesia disebabkan kungkungan ideologi kapitalisme. Mereka korban kemiskinan orang tuanya, dimana orang tuanya miskin korban dari penerapan sistem yang tidak berkeadilan dan tidak menjamin pemerataan pendapatan dan sumber daya alam. Mahalnya biaya pendidikan sehingga mereka hanya bisa mengenyam pendidikan rendah sehingga pekerjaan yang dapat dimasuki pun adalah jenis pekerjaan yang tidak menghasilkan banyak uang jadi atau bahkan ada yang menjadi pengangguran karena tidak memiliki keahlian. Ada orang tua yang justru menuntut anaknya mencari makan sendiri bahkan memaksa mereka bekerja untuk menopang kehidupan keluarganya seperti fenomena anak jalanan. Yang lebih mengerikan orang-orang terkasih tersebut menjerumuskan mereka melakukan maksiat dengan bekerja di hotel atau tempat-tempat hiburan atau lokalisasi hanya demi uang.
Anak-anak seharusnya diberikan pengamanan dan pemeliharaan khusus. Disinilah peran penting dari orang tua untuk melakukannya karena ini adalah kewajiban utama orang tua. Anak adalah amanah, karena itu pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi tanggung jawab orang tua, semakin banyak anak maka semakin besarlah tanggung jawab orang tuanya. Orang tua harus memperhatikan kehidupan anaknya, harus mendidik dan menyayangi anak-anaknya serta jangan menelantarkannya. Anak punya hak untuk mendapat pengasuhan yang baik, kasih sayang, perhatian, pendidikan dan nafkah (pangan, sandang, papan) dari orang tuanya. Sehingga bagaimanapun keadanya tidak dibenarkan seorang anak menafkahi dirinya sendiri dan kehilangan waktu bermain karena harus membanting tulang untuk menghidupi diri atau bahkan keluarganya.
Meskipun anak berada dalam tanggungan orang tua, bukan berarti negara melepas tanggung jawabnya. Anak-anak adalah generasi penerus bangsa. Mengabaikan mereka sama dengan mempertaruhkan masa depan keluarga, umat dan bangsa. Bisa jadi, kebobrokan perilaku orang dewasa saat ini sebagai cermin kegagalan keluarga, lingkungan dan negara dalam membentuk pribadi anak-anak dimasa lalu. Sudah saatnya memberikan hak-hak anak, mewujudkan dunia akan sama dengan menyelamatkan masa depan generasi penerus dan juga masa depan dunia.
Perlu upaya untuk mewujudkan generasi dampaan umat yaitu : Pertama, Generasi yang berkepribadian Islam. Generasi yang memiliki keimanan kuat terhadap Islam (aqidah Islam), yang dijadikan sebagai landasan dan standar satu-satunya dalam berfikir dan bersikap. Semua aktivitas dan problem dalam kehidupan, baik di keluarga, masyarakat maupun negara ditata dan diselesaikan berdasarkan petunjuk yang datang dari Islam (Syariah Islam). Generasi yang berkepribadian Islam akan terus-menerus melakukan perubahan di masyarakat menuju kehidupan yang Islami. Generasi yang berkepribadian Islam akan berusaha semaksimal mungkin menjadi teladan dan motor perjuangan Islam yang nyata di tengah masyarakat.
Kedua, generasi yang berjiwa pemimpin. Generasi yang memberikan keteladanan dan mengajak umat manusia untuk mengambil jalan Islam. Generasi yang berjiwa pemimpin tampak dari tanggung jawabnya terhadap segala aktivitas dalam kehidupannya, baik pemimpin bagi dirinya, keluarganya, masyarakat, bahkan umat di seluruh dunia. Mereka mengerti bahwa hidupnya penuh dengan amanah, dan kelak akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT.
Ketiga, mampu menjawab tantangan perkembangan jaman. Generasi yang mendapatkan pembinaan untuk mengokohkan aqidah Islam dalam dirinya akan mampu mengarungi medan kehidupan dengan penuh keberanian. Tidak ada hal yang patut ditakuti kecuali murka Allah. Hidupnya hanya diabdikan kepada Allah, pantang putus asa dan menyerah pada masalah atau konflik yang melanda kehidupannya.
Untuk mewujudkan generasi cerdas, generasi peduli bangsa, pada dasarnya diperoleh melalui proses pendidikan dan pembinaan. Pendidikan generasi menjadi tanggungjawab keluarga, masyarakat dan juga pemerintah (Negara). Keluarga adalah institusi pertama yang melakukan pendidikan dan pembinaan terhadap anak (generasi). Disanalah pertama kali dasar-dasar ke-Islaman ditanamkan. Kemudian masyarakat yang menjadi lingkungan anak. Interaksi dalam lingkungan ini sangat diperlukan dan berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, baik secara fisik maupun biologis. Masyarakat yang terdiri dari sekumpulan orang yang mempunyai pemikiran dan perasaan yang sama serta interaksi mereka diatur dengan aturan yang sama. Peran masyarakat sebagai kontrol sosial untuk terwujudnya generasi ideal menjadi hal yang urgen. Masyarakat yang menjadi lingkungan hidup generasi tidak saja para tetangganya tetapi juga termasuk sekolah dan masyarakat dalam satu negara. Karena itu para tetangga, para pendidik dan juga pemerintah sebagai penyelenggara urusan negara bertanggungjawab dalam proses pendidikan generasi.
Negara sebagai penyelenggara pendidikan generasi yang utama, wajib mencukupi segala sarana untuk memenuhi kebutuhan pendidikan umat secara layak. Negara wajib menyempurnakan pendidikan bebas biaya bagi seluruh rakyatnya. Hal ini akan membuka peluang yang sebesar-besarnya bagi setiap individu rakyat untuk mengenyam pendidikan, sehingga pendidikan tidak hanya menyentuh kalangan tertentu (yang mampu) saja, dan tidak lagi dijadikan ajang bisnis yang bisa mengurangi mutu pendidikan itu sendiri. Negara wajib membuka dan membangun sekolah mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, lengkap dengan segala fasilitas dan sarana yang mendukung proses pendidikan. Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Penulis : Melly Agustina Permatasari. S.Pd; Dosen Pendidikan Ekonomi FKIP Unlam
No comments:
Post a Comment