Nama lengkap Ibnu Katsir ialah, Abul Fidâ ‘Imaduddin Isma’il bin Syeh Abi Haffsh Syihabuddin Umar bin Katsir bin Dla`i ibn Katsir bin Zarâ` al-Qursyi al-Damsyiqi. Ia di lahirkan di kampung Mijdal, daerah Bashrah sebelah timur kota Damaskus, pada tahun 700 H. Ayahnya berasal dari Bashrah, sementara ibunya berasal dari Mijdal. Ayahnya bernama Syihabuddin Abu Hafsh Umar ibn Katsir. Ia adalah ulama yang faqih serta berpengaruh di daerahnya. Ia juga terkenal dengan ahli ceramah. Hal ini sebagaimana di ungkapkan Ibnu Katsir dalam kitab tarikhnya (al-Bidâyah wa al-Nihâyah). Ayahnya lahir sekitar tahun 640 H, dan ia wafat pada bulan Jumadil ‘Ula 703 H. di daerah Mijdal, ketika Ibnu Katsir berusia tiga tahun, dan dikuburkan di sana.
Ibnu Katsir adalah anak yang paling kecil di keluarganya. Hal ini sebagaimana yang ia utarakan; “ Anak yang paling besar di keluarganya laki-laki, yang bernama Isma’il, sedangkan yang paling kecil adalah saya “. Kakak laki-laki yang paling besar bernama Ismail dan yang paling kecilpun Ismail.
Sosok ayah memang sangat berpengaruh dalam keluarga. Kebesaran serta tauladan ayahnyalah pribadi Ibnu Katsir mampu menandingi kebesaran ayahnya, bahkan melebihi keluasan ilmu ayahnya. Dibesarkan dalam keluarga yang taat beragama, serta senantiasa menjunjung nilai-nilai keilmuan, mampu melahirkan sosok anak saleh dan bersemangat dalam mencari mutiara-mutiara ilmu yang berharga dimanapun. Dengan modal usaha dan kerja keras Ibnu Katsir menjadi sosok ulama yang diperhitungkan dalam percaturan keilmuan.
Ibnu Katsir mulai sedari kecil mencari ilmu. Semenjak ayahnya wafat kala itu Ibnu Katsir baru berumur tiga tahun, selanjutnya kakaknya bernama Abdul Wahab yang mendidik dan mengayomi Ibnu Katsir kecil. Ketika genap usia sebelas tahun, Ia selesai menghafalkan al-Qur`an.
Pada tahun 707 H, Ibnu Katsir pindah ke Damaskus. Ia belajar kepada dua Grand Syaikh Damaskus, yaitu Syaikh Burhanuddin Ibrahim Abdurrahman al-Fazzari (w. 729) terkenal dengan ibnu al-Farkah, tentang fiqh syafi’i. lalu belajar ilmu ushul fiqh ibn Hâjib kepada syaikh Kamaluddin bin Qodi Syuhbah. Lalu ia berguru kepada; Isa bin Muth’im, syeh Ahmad bin Abi Thalib al-Muammari (w. 730), Ibnu Asakir (w. 723), Ibn Syayrazi, Syaikh Syamsuddin al-Dzhabi (w. 748), Syaikh Abu Musa al-Qurafi, Abu al-Fatah al-Dabusi, Syaikh Ishaq bin al-Amadi (w. 725), Syaikh Muhamad bin Zurad. Ia juga sempat ber-mulajamah kepada Syaikh Jamaluddin Yusuf bin Zaki al-Mazi (w. 742), sampai ia mendapatkan pendamping hidupnya. Ia menikah dengan salah seorang putri Syaikh al-Mazi. Syeh al-Mazi, adalah yang mengarang kitab “Tahdzîbu al-kamâl” dan “Athrâf-u al-kutub-i al-sittah“.
Begitu pula, Ibnu Katsir berguru Shahih Muslim kepada Syaikh Nazmuddin bin al-Asqalani. Selain guru-guru yang telah dipaparkan di atas, masih ada beberapa guru yang mempunyai pengaruh besar terhadap Ibnu Katsir; mereka adalah Ibnu Taymiyyah. Banyak sekali sikap Ibnu Katsir yang terwarnai dengan Ibnu Taymiyah, baik itu dalam berfatwa, cara berpikir juga dalam metode karya-karyanya. Dan hanya sedikit sekali fatwa beliau yang berbeda dengan Ibnu Taymiyyah.
Sementara murid-murid beliaupun tidak sedikit, diantaranya Syihabuddin bin haji. Pengakuan yang jujur lahir dari muridnya, “Ibnu Katsir adalah ulama yang mengetahui matan hadits, serta takhrij rijalnya. Ia mengetahui yang shahih dan dha’if”. Guru-guru maupun sahabat beliau mengetahui, bahwa ia bukan saja ulama yang kapabel dalam bidang tafsir, juga hadits dan sejarah. Sejarawan sekaliber al-Dzahabi, tidak ketinggalan memberikan sanjungan kepada Ibnu Katsir, “Ibnu Katsir adalah seorang mufti, muhaddits, juga ulama yang faqih dan kapabel dalam tafsir”.
Genap usia tujuh puluh empat tahun akhirnya ulama ini wafat, tepatnya pada hari Kamis, 26 Sya’ban 774 H. Ia di kuburkan di pemakaman shufiyah Damaskus, disisi makam guru yang sangat dicintai dan dihormatinya yaitu Ibnu Taimiyah
Sekilas tentang karya - karya Ibnu katsir
Sosok ulama seperti Ibn Katsir, memang jarang kita temui, ulama yang lintas kemampuan dalam disiplin ilmu. Spesialisasinya tidak hanya satu jenis ilmu saja. Selain itu, ia juga sangat produktif dalam karya, telah banyak karya-karya yang lahir dari tangan dan ketajaman berpikirnya. Di antara karya-karya beliau adalah :
1. Tafsîr al-Qur`an al-Azhîm ( akan kita bahas dalam tulisan ini)
2. Al-Bidâyah wa al-Nihâyah. Buku ini membahas tentang sejarah. Buku ini sering dijadikan rujukan para peneliti sejarah. Sumbernya begitu autentik. Karyanya ini berisikan berbagai tinjauan sejarah. Pertama, pemaparan tentang sejarah dan kisah Nabi-nabi beserta umatnya di masa lalu. Kisah ini ditopang dengan dalil-dalil yang kuat, baik itu dari al-Qur`an maupun al-Sunnah, juga pendapat-pendapat para mufassir, muhaddits dan sejarawan. Kedua, Ia menguraikan secara jelas mengenai bangsa Arab jaman jahiliyah, kemudian bangsa Arab ketika kedatangan Nabi Saw dan perjalanan dakwah Nabi Saw beserta para sahabatnya. Buku ini di akhiri dengan kisah Dazzal, juga ia ungkapkan mengenai tanda-tanda kiamat lainnya.
3. Al-Takmîl fî makrifati al_tsiqât wa al-dlu’afâ` wa- al majâhil. Buku ini adalah rujukan dalam ilmu hadist serta untuk mengetahui jarh wa ta’dil. karya ini adalah karya gabungan dua karya imam Dzahabi yaitu Tahdzîbu al-kamâl fî asmâ`i al rijâl dan Mîzân al i’tidâl fî naqdi al-rijâl dengan tambahan dalam jarh wa ta’dil.
4. Al-Hadyu wa al-Sunan fî Ahâdits al-Masânid wa al-Sunan atau yang mashur dengan istilah Jâmi’ al-Masânid. Dalam kitab ini, Ibnu Katsir menggabungkan kitab musnad imam Ahmad (w.241), al-Bajjar (w.291), Abi Ya’la (w.307) Ibn Abi Syaybah (w.297), bersama kitab yang enam. Kemudian Ia menyusunnya dengan bab per bab.
5. Al-Sîrah al-Nabawiyah
6. Al-Musnad al-syaykhân (musnad Abu Bakar dan Umar).
7. Syamâil al-rasûl wa dalâilu nubuwwatihi wa fadlâilihi wa khashâ`isihi (di nukil dari kitab bidâyah wa nihâyah)
8. Ikhtishar al-Sîrah al-Nabawiyah. Di ambil dari bidâyah wa nihâyah terkhusus mengenai kisah bangsa Arab jaman jahiliyah dan jaman Islam serta sirah Nabi Saw.
9. Al-Ahâdîts al-tawhîd wa al-rad ‘alâ al-syirk.
10. Syarh Bukhari (tidak selesai)
11. Takhrîj ahâdîts muktashar ibn al-hâjib.
12. Takhrîj ahâdîts adillatu al-tanbîh fî fiqh al-syaafi’i.
13. Muktashar kitab Bayhaqi (al-madkhal ilâ al-sunan)
14. Ikhtishar ‘ulûmu al-hadîts li ibn al-shalâh.
15. Kitâb al-simâ’.
16. Kitâb al-ahkâm (tidak selesai hanya sampai bab haji saja)
17. Risâlah al-jihâd.
18. Thabâqât al-syafi’iyyah.
19. Al-Kawâkib al-Dirâri (dinukil dari kitab bidâyah wa nihâyah)
20. Al-Ahkâm al-Kabîrah.
21. Manâqib al-syâfi’i.
Ibnu Katsir adalah anak yang paling kecil di keluarganya. Hal ini sebagaimana yang ia utarakan; “ Anak yang paling besar di keluarganya laki-laki, yang bernama Isma’il, sedangkan yang paling kecil adalah saya “. Kakak laki-laki yang paling besar bernama Ismail dan yang paling kecilpun Ismail.
Sosok ayah memang sangat berpengaruh dalam keluarga. Kebesaran serta tauladan ayahnyalah pribadi Ibnu Katsir mampu menandingi kebesaran ayahnya, bahkan melebihi keluasan ilmu ayahnya. Dibesarkan dalam keluarga yang taat beragama, serta senantiasa menjunjung nilai-nilai keilmuan, mampu melahirkan sosok anak saleh dan bersemangat dalam mencari mutiara-mutiara ilmu yang berharga dimanapun. Dengan modal usaha dan kerja keras Ibnu Katsir menjadi sosok ulama yang diperhitungkan dalam percaturan keilmuan.
Ibnu Katsir mulai sedari kecil mencari ilmu. Semenjak ayahnya wafat kala itu Ibnu Katsir baru berumur tiga tahun, selanjutnya kakaknya bernama Abdul Wahab yang mendidik dan mengayomi Ibnu Katsir kecil. Ketika genap usia sebelas tahun, Ia selesai menghafalkan al-Qur`an.
Pada tahun 707 H, Ibnu Katsir pindah ke Damaskus. Ia belajar kepada dua Grand Syaikh Damaskus, yaitu Syaikh Burhanuddin Ibrahim Abdurrahman al-Fazzari (w. 729) terkenal dengan ibnu al-Farkah, tentang fiqh syafi’i. lalu belajar ilmu ushul fiqh ibn Hâjib kepada syaikh Kamaluddin bin Qodi Syuhbah. Lalu ia berguru kepada; Isa bin Muth’im, syeh Ahmad bin Abi Thalib al-Muammari (w. 730), Ibnu Asakir (w. 723), Ibn Syayrazi, Syaikh Syamsuddin al-Dzhabi (w. 748), Syaikh Abu Musa al-Qurafi, Abu al-Fatah al-Dabusi, Syaikh Ishaq bin al-Amadi (w. 725), Syaikh Muhamad bin Zurad. Ia juga sempat ber-mulajamah kepada Syaikh Jamaluddin Yusuf bin Zaki al-Mazi (w. 742), sampai ia mendapatkan pendamping hidupnya. Ia menikah dengan salah seorang putri Syaikh al-Mazi. Syeh al-Mazi, adalah yang mengarang kitab “Tahdzîbu al-kamâl” dan “Athrâf-u al-kutub-i al-sittah“.
Begitu pula, Ibnu Katsir berguru Shahih Muslim kepada Syaikh Nazmuddin bin al-Asqalani. Selain guru-guru yang telah dipaparkan di atas, masih ada beberapa guru yang mempunyai pengaruh besar terhadap Ibnu Katsir; mereka adalah Ibnu Taymiyyah. Banyak sekali sikap Ibnu Katsir yang terwarnai dengan Ibnu Taymiyah, baik itu dalam berfatwa, cara berpikir juga dalam metode karya-karyanya. Dan hanya sedikit sekali fatwa beliau yang berbeda dengan Ibnu Taymiyyah.
Sementara murid-murid beliaupun tidak sedikit, diantaranya Syihabuddin bin haji. Pengakuan yang jujur lahir dari muridnya, “Ibnu Katsir adalah ulama yang mengetahui matan hadits, serta takhrij rijalnya. Ia mengetahui yang shahih dan dha’if”. Guru-guru maupun sahabat beliau mengetahui, bahwa ia bukan saja ulama yang kapabel dalam bidang tafsir, juga hadits dan sejarah. Sejarawan sekaliber al-Dzahabi, tidak ketinggalan memberikan sanjungan kepada Ibnu Katsir, “Ibnu Katsir adalah seorang mufti, muhaddits, juga ulama yang faqih dan kapabel dalam tafsir”.
Genap usia tujuh puluh empat tahun akhirnya ulama ini wafat, tepatnya pada hari Kamis, 26 Sya’ban 774 H. Ia di kuburkan di pemakaman shufiyah Damaskus, disisi makam guru yang sangat dicintai dan dihormatinya yaitu Ibnu Taimiyah
Sekilas tentang karya - karya Ibnu katsir
Sosok ulama seperti Ibn Katsir, memang jarang kita temui, ulama yang lintas kemampuan dalam disiplin ilmu. Spesialisasinya tidak hanya satu jenis ilmu saja. Selain itu, ia juga sangat produktif dalam karya, telah banyak karya-karya yang lahir dari tangan dan ketajaman berpikirnya. Di antara karya-karya beliau adalah :
1. Tafsîr al-Qur`an al-Azhîm ( akan kita bahas dalam tulisan ini)
2. Al-Bidâyah wa al-Nihâyah. Buku ini membahas tentang sejarah. Buku ini sering dijadikan rujukan para peneliti sejarah. Sumbernya begitu autentik. Karyanya ini berisikan berbagai tinjauan sejarah. Pertama, pemaparan tentang sejarah dan kisah Nabi-nabi beserta umatnya di masa lalu. Kisah ini ditopang dengan dalil-dalil yang kuat, baik itu dari al-Qur`an maupun al-Sunnah, juga pendapat-pendapat para mufassir, muhaddits dan sejarawan. Kedua, Ia menguraikan secara jelas mengenai bangsa Arab jaman jahiliyah, kemudian bangsa Arab ketika kedatangan Nabi Saw dan perjalanan dakwah Nabi Saw beserta para sahabatnya. Buku ini di akhiri dengan kisah Dazzal, juga ia ungkapkan mengenai tanda-tanda kiamat lainnya.
3. Al-Takmîl fî makrifati al_tsiqât wa al-dlu’afâ` wa- al majâhil. Buku ini adalah rujukan dalam ilmu hadist serta untuk mengetahui jarh wa ta’dil. karya ini adalah karya gabungan dua karya imam Dzahabi yaitu Tahdzîbu al-kamâl fî asmâ`i al rijâl dan Mîzân al i’tidâl fî naqdi al-rijâl dengan tambahan dalam jarh wa ta’dil.
4. Al-Hadyu wa al-Sunan fî Ahâdits al-Masânid wa al-Sunan atau yang mashur dengan istilah Jâmi’ al-Masânid. Dalam kitab ini, Ibnu Katsir menggabungkan kitab musnad imam Ahmad (w.241), al-Bajjar (w.291), Abi Ya’la (w.307) Ibn Abi Syaybah (w.297), bersama kitab yang enam. Kemudian Ia menyusunnya dengan bab per bab.
5. Al-Sîrah al-Nabawiyah
6. Al-Musnad al-syaykhân (musnad Abu Bakar dan Umar).
7. Syamâil al-rasûl wa dalâilu nubuwwatihi wa fadlâilihi wa khashâ`isihi (di nukil dari kitab bidâyah wa nihâyah)
8. Ikhtishar al-Sîrah al-Nabawiyah. Di ambil dari bidâyah wa nihâyah terkhusus mengenai kisah bangsa Arab jaman jahiliyah dan jaman Islam serta sirah Nabi Saw.
9. Al-Ahâdîts al-tawhîd wa al-rad ‘alâ al-syirk.
10. Syarh Bukhari (tidak selesai)
11. Takhrîj ahâdîts muktashar ibn al-hâjib.
12. Takhrîj ahâdîts adillatu al-tanbîh fî fiqh al-syaafi’i.
13. Muktashar kitab Bayhaqi (al-madkhal ilâ al-sunan)
14. Ikhtishar ‘ulûmu al-hadîts li ibn al-shalâh.
15. Kitâb al-simâ’.
16. Kitâb al-ahkâm (tidak selesai hanya sampai bab haji saja)
17. Risâlah al-jihâd.
18. Thabâqât al-syafi’iyyah.
19. Al-Kawâkib al-Dirâri (dinukil dari kitab bidâyah wa nihâyah)
20. Al-Ahkâm al-Kabîrah.
21. Manâqib al-syâfi’i.
No comments:
Post a Comment