“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana puasa itu telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa“ (TQS. Al-Baqarah: 183)
Ramadhan adalah bulan yang sangat istimewa bagi kaum muslim. Ghirah keislaman kaum muslim biasanya meningkat. Inilah momentum untuk melakukan takarrub ila Allah yang bisa menjadikan umat ini ‘menggeliat bangun’ untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam.
Ramadhan adalah bulan penuh berkah, penuh berkah dari semua sisi kebaikan. Oleh karena itu, umat Islam harus mengambil keberkahan Ramadhan dari semua aktivitas positif dan dapat memajukan Islam dan umat Islam. Termasuk dari sisi ekonomi, sosial, budaya dan pemberdayaan umat
Sebelum Ramadhan tiba hendaknya kita lakukan berbagai persiapan diantaranya persiapan mental, ruhiyah (spiritual) dapat dilakukan dengan memperbanyak ibadah, seperti memperbanyak membaca Al-Qur’an, puasa sunnah, dzikir, do’a dll. Dalam hal mempersiapkan ruhiyah, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan kepada umatnya dengan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, sebagaimana yang diriwayatkan ‘Aisyah ra. berkata:” Saya tidak melihat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasanya, kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak melihat dalam satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali pada bulan Sya’ban” (HR Muslim).
Persiapan fikriyah dilakukan dengan mendalami ilmu, khususnya ilmu yang terkait dengan ibadah Ramadhan.
Banyak orang yang berpuasa tidak menghasilkan kecuali lapar dan dahaga. Hal ini dilakukan karena puasanya tidak dilandasi dengan ilmu yang cukup. Seorang yang beramal tanpa ilmu, maka tidak menghasilkan kecuali kesia-siaan belaka.
Selanjutnya persiapan fisik dan materi, seorang muslim tidak akan mampu atau berbuat maksimal dalam berpuasa jika fisiknya sakit. Oleh karena itu, mereka dituntut untuk menjaga kesehatan fisik, kebersihan rumah, masjid dan lingkungan.
Merencanakan peningkatan prestasi ibadah (Syahrul Ibadah). Ibadah Ramadhan dari tahun ke tahun harus meningkat. Tahun depan harus lebih baik dari tahun ini, dan tahun ini harus lebih baik dari tahun lalu. Ibadah Ramadhan yang kita lakukan harus dapat merubah dan memberikan output yang positif. Perubahan pribadi, perubahan keluarga, perubahan masyarakat dan perubahan sebuah bangsa.
Allah subhanallahu ta’ala berfirman : “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”(TQS. AR- Ra’du: 11). Bulan Ramadhan adalah bulan dimana syaitan dibelenggu, hawa nafsu dikendalikan dengan puasa, pintu neraka ditutup dan pintu surga dibuka. Sehingga bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat kondusif untuk bertaubat dan memulai hidup baru dengan langkah baru yang lebih Islami.
Menjadikan Ramadhan sebagai Syahrul Muhasabah (Bulan Evaluasi) dan yang paling penting keistiqamahan kita setelan bulan Ramadhan selesai. Dalam sebuah hadits digambarkan amal yang paling baik dalam pandangan adalah yang terus-menerus walaupun sedikit. Memprihatinkan sekali kalau Ramadhan seakan hanya menjad masa cuti dari kemaksiatan. Berbagai bentuk kemaksiatan dihentikan selama Ramadhan dengan alasan menghormati kesucian bulan Ramadhan. Namun, begitu berlalu banyak orang beramai-ramai memulai kembali kemaksiatan yang dia lakukan sebelum Ramadhan. Bar, kafe, diskotek, dan tempat-tempat hiburan yang berbau erostis dan porno dibuka kembali. Busana islami yang dikenakan selama Ramadhan dimuseumkan karena aurat kembali diumbar.
Semua ibadah Ramadhan yang telah dilakukan tidak boleh lepas dari muhasabah atau evaluasi. Muhasabah terhadap langkah-langkah yang telah kita perbuat dengan senantiasa menajamkan mata hati (bashirah), sehingga kita tidak menjadi orang/ kelompok yang selalu mencari-cari kesalahan orang/ kelompok lain tanpa mau bergeser dari perbuatan kita sendiri yang mungkin jelas kesalahannya. Semoga Allah subhanallahu ta’ala senantiasa menerima puasa kita dan amal shaleh lainnya dan mudah-mudahan tarhib ini dapat membangkitkan semangat beribadah kita sekalian sehingga membuka peluang bagi terwujudnya Indonesia yang lebih baik, lebih aman, lebih adil dan lebih sejahtera. Dan itu baru akan terwujud jika bangsa ini yang mayoritasnya adalah umat Islam kembali kepada Syariat Allah.
Akankan Ramadhan kali ini sama saja dengan yang lalu sebagai seremonial yang kosong dari ruh, ritual tanpa bekas, dan hanya menjadi cuti dari kemaksiatan? Apakah Ramadhan telah kita jalani secara lebih bermakna, berpengaruh dan membekas? Apakah keimanan kita, ketakutan kita akan azab-Nya, kerinduan kita akan kerdhaannya dan ketaatan kita kepadan Syariah-Nya meningkat?
Puasa akan mengantarkan takwa jika dilakukan oleh orang yang beriman karena dorongan keimanannya. Ketakwaan adalah hikmah dari puasa. Sifat takwa itu tercermin dalam kesedian seorang muslim untuk tunduk dan patuh pada hukum Allah. Secara personal, Syariah yang pelaksanaannya bisa dilakukan oleh individu dan kelompok seperti shalat, puasa, zakat, memakai jilbab, berakhlak mulia, berkeluarga secara islami; atau bermuamalah seperti jual-beli, sewa-menyewa secara syar’i dan sebagainya bisa dilaksanakan saat ini juga. Disamping berkaitan personal, banyak hukum syariah yang berkaitan dengan masalah sosial kemasyarakatan, hukum-hukum tersebut meliputi peradilan/ persaksian seperti qishash, potong tangan bagi perncuri, cambuk seratus kali bagi pezina, dsb. Ekonomi sepeti hukum tentang kepemilikan, pengelolaan kekayaan milik umum, penghapusan riba, dsb. Selain itu, bagaimana politik luar negeri dan kewarganegaraan.
Setiap orang dari kita sesungguhnya diperintahkan untuk menjalankan semua hukum tersebut. Kita juga diperintahkan untuk memutuskan semua perkara di tengah-tengah masyarakat dengan hukum-hukum Allah, yaitu dengan syariah Islam. Sebagaimana hukum-hukum yang bersifat personal seperti shalat, puasa Ramadhan, zakat, ibadah haji, dll wajib dilaksanakan maka demikian pula hukum-hukum yang bersifat sosial. Hanya saja, semua hukum yang terkait dengan pengaturan masyarakat tersebut adalah kewenangan penguasa atau pemerintah, bukan kewenangan individual atau personal. Karena itu, justru disinilah pentingnya kaum muslim memiliki penguasa dan sistem pemerintahan yang sanggup menerapkan hukum-hukum Islam (daulah khilafah islamiyah).
Kesedian kita untuk tunduk dan patuh pada semua hukum itulah realisasi ketakwaan. Selama bulan Ramadhan nanti ketakwaan kita ditempa, seharusnya selepas Ramadhan kita lebih bertakwa, lebih gigih melaksanakan syariah Islam serta melakukan semua kewajiban dan meninggalkan semua larangan-Nya. Semangat ketakwaan inilah yang akan mendorong kita lebih gigih memperjuangkan syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Penerapan syariah Islam secara total yang merupakan wujud nyata dari ketakwaan kita itulah sebenarnya yang akan menentukan kemulian kita juga akan mendatangkan jalan keluar bagi kita dari permasalahan-permasalahan yang kita hadapi. Firman Allah: “Siapa saja yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar”(TQS. Ath. Thalaq: 2).
Semoga kaum muslim bisa memanfaatkan momentum Ramadhan nanti untuk melakukan transformasi kesadaran: dari ketakwaan individu ke ketakwaan kolektif sebagai penduduk negeri muslim terbesar; dari ketakwaan sektoral pada batas-batas ibadah ritual ke ketakwaan secara total dalam seluruh aspek kehidupan yaitu penegakan syariah dan khilafah.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Penulis : Rahmi Surainah, S.Pd; Mahasiswa Magister.PBSID FKIP Unlam & Aktivis MHTI
Ramadhan adalah bulan yang sangat istimewa bagi kaum muslim. Ghirah keislaman kaum muslim biasanya meningkat. Inilah momentum untuk melakukan takarrub ila Allah yang bisa menjadikan umat ini ‘menggeliat bangun’ untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam.
Ramadhan adalah bulan penuh berkah, penuh berkah dari semua sisi kebaikan. Oleh karena itu, umat Islam harus mengambil keberkahan Ramadhan dari semua aktivitas positif dan dapat memajukan Islam dan umat Islam. Termasuk dari sisi ekonomi, sosial, budaya dan pemberdayaan umat
Sebelum Ramadhan tiba hendaknya kita lakukan berbagai persiapan diantaranya persiapan mental, ruhiyah (spiritual) dapat dilakukan dengan memperbanyak ibadah, seperti memperbanyak membaca Al-Qur’an, puasa sunnah, dzikir, do’a dll. Dalam hal mempersiapkan ruhiyah, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan kepada umatnya dengan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, sebagaimana yang diriwayatkan ‘Aisyah ra. berkata:” Saya tidak melihat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasanya, kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak melihat dalam satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali pada bulan Sya’ban” (HR Muslim).
Persiapan fikriyah dilakukan dengan mendalami ilmu, khususnya ilmu yang terkait dengan ibadah Ramadhan.
Banyak orang yang berpuasa tidak menghasilkan kecuali lapar dan dahaga. Hal ini dilakukan karena puasanya tidak dilandasi dengan ilmu yang cukup. Seorang yang beramal tanpa ilmu, maka tidak menghasilkan kecuali kesia-siaan belaka.
Selanjutnya persiapan fisik dan materi, seorang muslim tidak akan mampu atau berbuat maksimal dalam berpuasa jika fisiknya sakit. Oleh karena itu, mereka dituntut untuk menjaga kesehatan fisik, kebersihan rumah, masjid dan lingkungan.
Merencanakan peningkatan prestasi ibadah (Syahrul Ibadah). Ibadah Ramadhan dari tahun ke tahun harus meningkat. Tahun depan harus lebih baik dari tahun ini, dan tahun ini harus lebih baik dari tahun lalu. Ibadah Ramadhan yang kita lakukan harus dapat merubah dan memberikan output yang positif. Perubahan pribadi, perubahan keluarga, perubahan masyarakat dan perubahan sebuah bangsa.
Allah subhanallahu ta’ala berfirman : “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”(TQS. AR- Ra’du: 11). Bulan Ramadhan adalah bulan dimana syaitan dibelenggu, hawa nafsu dikendalikan dengan puasa, pintu neraka ditutup dan pintu surga dibuka. Sehingga bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat kondusif untuk bertaubat dan memulai hidup baru dengan langkah baru yang lebih Islami.
Menjadikan Ramadhan sebagai Syahrul Muhasabah (Bulan Evaluasi) dan yang paling penting keistiqamahan kita setelan bulan Ramadhan selesai. Dalam sebuah hadits digambarkan amal yang paling baik dalam pandangan adalah yang terus-menerus walaupun sedikit. Memprihatinkan sekali kalau Ramadhan seakan hanya menjad masa cuti dari kemaksiatan. Berbagai bentuk kemaksiatan dihentikan selama Ramadhan dengan alasan menghormati kesucian bulan Ramadhan. Namun, begitu berlalu banyak orang beramai-ramai memulai kembali kemaksiatan yang dia lakukan sebelum Ramadhan. Bar, kafe, diskotek, dan tempat-tempat hiburan yang berbau erostis dan porno dibuka kembali. Busana islami yang dikenakan selama Ramadhan dimuseumkan karena aurat kembali diumbar.
Semua ibadah Ramadhan yang telah dilakukan tidak boleh lepas dari muhasabah atau evaluasi. Muhasabah terhadap langkah-langkah yang telah kita perbuat dengan senantiasa menajamkan mata hati (bashirah), sehingga kita tidak menjadi orang/ kelompok yang selalu mencari-cari kesalahan orang/ kelompok lain tanpa mau bergeser dari perbuatan kita sendiri yang mungkin jelas kesalahannya. Semoga Allah subhanallahu ta’ala senantiasa menerima puasa kita dan amal shaleh lainnya dan mudah-mudahan tarhib ini dapat membangkitkan semangat beribadah kita sekalian sehingga membuka peluang bagi terwujudnya Indonesia yang lebih baik, lebih aman, lebih adil dan lebih sejahtera. Dan itu baru akan terwujud jika bangsa ini yang mayoritasnya adalah umat Islam kembali kepada Syariat Allah.
Akankan Ramadhan kali ini sama saja dengan yang lalu sebagai seremonial yang kosong dari ruh, ritual tanpa bekas, dan hanya menjadi cuti dari kemaksiatan? Apakah Ramadhan telah kita jalani secara lebih bermakna, berpengaruh dan membekas? Apakah keimanan kita, ketakutan kita akan azab-Nya, kerinduan kita akan kerdhaannya dan ketaatan kita kepadan Syariah-Nya meningkat?
Puasa akan mengantarkan takwa jika dilakukan oleh orang yang beriman karena dorongan keimanannya. Ketakwaan adalah hikmah dari puasa. Sifat takwa itu tercermin dalam kesedian seorang muslim untuk tunduk dan patuh pada hukum Allah. Secara personal, Syariah yang pelaksanaannya bisa dilakukan oleh individu dan kelompok seperti shalat, puasa, zakat, memakai jilbab, berakhlak mulia, berkeluarga secara islami; atau bermuamalah seperti jual-beli, sewa-menyewa secara syar’i dan sebagainya bisa dilaksanakan saat ini juga. Disamping berkaitan personal, banyak hukum syariah yang berkaitan dengan masalah sosial kemasyarakatan, hukum-hukum tersebut meliputi peradilan/ persaksian seperti qishash, potong tangan bagi perncuri, cambuk seratus kali bagi pezina, dsb. Ekonomi sepeti hukum tentang kepemilikan, pengelolaan kekayaan milik umum, penghapusan riba, dsb. Selain itu, bagaimana politik luar negeri dan kewarganegaraan.
Setiap orang dari kita sesungguhnya diperintahkan untuk menjalankan semua hukum tersebut. Kita juga diperintahkan untuk memutuskan semua perkara di tengah-tengah masyarakat dengan hukum-hukum Allah, yaitu dengan syariah Islam. Sebagaimana hukum-hukum yang bersifat personal seperti shalat, puasa Ramadhan, zakat, ibadah haji, dll wajib dilaksanakan maka demikian pula hukum-hukum yang bersifat sosial. Hanya saja, semua hukum yang terkait dengan pengaturan masyarakat tersebut adalah kewenangan penguasa atau pemerintah, bukan kewenangan individual atau personal. Karena itu, justru disinilah pentingnya kaum muslim memiliki penguasa dan sistem pemerintahan yang sanggup menerapkan hukum-hukum Islam (daulah khilafah islamiyah).
Kesedian kita untuk tunduk dan patuh pada semua hukum itulah realisasi ketakwaan. Selama bulan Ramadhan nanti ketakwaan kita ditempa, seharusnya selepas Ramadhan kita lebih bertakwa, lebih gigih melaksanakan syariah Islam serta melakukan semua kewajiban dan meninggalkan semua larangan-Nya. Semangat ketakwaan inilah yang akan mendorong kita lebih gigih memperjuangkan syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Penerapan syariah Islam secara total yang merupakan wujud nyata dari ketakwaan kita itulah sebenarnya yang akan menentukan kemulian kita juga akan mendatangkan jalan keluar bagi kita dari permasalahan-permasalahan yang kita hadapi. Firman Allah: “Siapa saja yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar”(TQS. Ath. Thalaq: 2).
Semoga kaum muslim bisa memanfaatkan momentum Ramadhan nanti untuk melakukan transformasi kesadaran: dari ketakwaan individu ke ketakwaan kolektif sebagai penduduk negeri muslim terbesar; dari ketakwaan sektoral pada batas-batas ibadah ritual ke ketakwaan secara total dalam seluruh aspek kehidupan yaitu penegakan syariah dan khilafah.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Penulis : Rahmi Surainah, S.Pd; Mahasiswa Magister.PBSID FKIP Unlam & Aktivis MHTI
No comments:
Post a Comment