Jumlah penduduk Indonesia, sudah mencapai 238 juta dengan pertumbuhan penduduk pertahun 3,2 juta jiwa. Dengan laju pertumbuhan seperti ini, dalam beberapa tahun ke depan diperkirakan jumlah penduduk Indonesia akan menyalip jumlah penduduk Amerika Serikat (AS). Ketakutan akan pertambahan penduduk khususnya di Indonesia bahkan dilukiskan sama dengan terorisme, sebagai mana yang terdapat dalam situs www.bkkbnonline. Dalam situs tersebut menyatakan: “Ancaman bom yang mengintai Indonesia saat ini bukan hanya datang dari kelompok teroris. Ada ancaman bom lain yang diam-diam mengintai dan tidak kalah gawat dampaknya dari ancaman kelompok teroris: Bom Kepedudukan. Indonesia akan menghadapi ancaman Bom Kependudukan dalam 5 tahun ke depan”
Di Indonesia pertambahan penduduk karena angka fertilitas yang relatif tinggi juga dianggap suatu masalah besar dan harus mendapat perhatian. Kondisi ini tidak menguntungkan dari sisi pembangunan ekonomi karena ini terkait dengan kualitas pendidikan masyarakat yang masih rendah sehingga penduduk lebih diposisikan sebagai beban pembangunan daripada modal pembangunan. Logika ini secara makro digunakan untuk memberikan justifikasi mengenai pentingnya suatu keluarga melakukan pembatasan jumlah anak.
Oleh karena itu, beberapa tahun belakangan ini program KB kembali digalakkan. Bahkan dengan slogan baru. Jika dulu “2 anak cukup” kini pemerintah semakin menganjurkan warganya untuk hanya memiliki 2 orang anak saja dengan slogan “2 anak lebih baik”. Penggalakan kembali program KB ini dilatarbelakangi oleh pesatnya pertumbuhan penduduk Indonesia, bahkan dunia.
Penduduk dunia mengalami pertambahan jumlah 1,2 persen setiap tahunnya dan menurut BKKBN pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 1,4 persen per tahun. Pesatnya pertumbuhan penduduk ini dituduh sebagai penyebab utama tersudutnya dunia ke jurang bencana. Sering dikatakan bahwa dunia ini tengah mengalami over populasi sehingga bumi ini sudah kehilangan kemampuannya untuk menyuplai bahan pangan bagi seluruh penghuninya yang kian banyak. Besarnya populasi (over populasi) dianggap telah menimbulkan ketimpangan global karena sumber daya alam yang ada tidak cukup lagi untuk memenuhi kebutuhan seluruh manusia. Hal inilah yang dituduh sebagai penyebab kemiskinan, kehancuran lingkungan, dan kerawanan sosial.
Perekonomian di Dunia Ketiga dipandang mustahil dapat berkembang selama pertumbuhan penduduknya tidak ditekan. Hal inilah yang membuat lembaga – lembaga internasional dan pemerintahan dunia ketiga semakin kreatif menyusun program–program untuk menekan laju pertumbuhan penduduk. Persepsi ini muncul akibat diyakininya teori Thomas Malthus (1798), yang dalam tulisannya yang terkenal berjudul Essay on the Principle of Population, menyatakan bahwa kelangkaan barang akan menyebabkan masalah karena penduduk bertambah sesuai dengan deret ukur (2, 4, 8, 16, 32), sedangkan sumber-sumber daya seperti makanan bertambah sesuai dengan deret hitung (2, 4, 6, 8, 10). Akibatnya, tanpa dilakukan ‘pengecekan’ lebih dulu untuk mengkontrol fertilitas, populasi akan bertambah sehingga menghabiskan sumber daya dunia dan akhirnya menyebabkan kelaparan, hingga terjadi peperangan dan penyakit untuk menyeimbangkan sumber daya dan populasi.
Namun, benarkah dunia telah mengalami over populasi? Juga benarkah besarnya jumlah penduduk yang menghambat kelajuan ekonomi dan menyebabkan keterbelakangan negara – negara dunia ketiga? Over populasi merupakan suatu istilah yang terkait dengan perbandingan antara jumlah manusia dan sumber daya alam yeng tersedia untuk memenuhi kebutuhannya. Suatu wilayah dikatakan mengalami over populasi jika sumber daya alam yang ada tidak mampu mencukupi kebutuhan standar masyarakat (papan, sandang, pangan, pendidikan, kesehatan, dll).
Para pendukung overpopulasi mengklaim bahwa pertumbuhan populasi dunia yang besar inilah yang menyebabkan kemiskinan, kehancuran lingkungan dan ketimpangan sosial. Tidak mungkin terjadi pertumbuhan ekonomi pada Dunia Ketiga selama populasinya terus bertambah. Akibatnya, lembaga-lembaga internasional dan pemerintahan di dunia mengembangkan banyak program untuk mengurangi tingkat pertumbuhan penduduk, yang semuanya diterapkan pada Dunia Ketiga.
Negara–negara di Dunia Ketiga memang banyak mengalami masalah kemiskinan, bahkan kelaparan. Salah satu dia antaranya adalah Indonesia (berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 34.963.000 jiwa). Tetapi benar kah over populasi dan pertumbuhan ekonomi di Dunia Ketiga tersebut saling berkorelasi? Jika benar logika yang menyatakan “besarnya jumlah penduduk menghambat kemajuan ekonomi”. Maka, seharusnya China adalah Negara paling terbelakang karena merurut Internasional Data Base (IDB), lima besar negara dengan jumlah penduduk terbesar berturut – turut adalah China, India, USA, Indonesia, dan Brazil. Tetapi masyarakat dunia pun tahu bahwa saat ini, dengan jumlah penduduknya yang sangat besar itu pun China tetap menjadi negara maju dan terdepan dalam perekonomian. Demikian pula dengan India dan USA.
Namun sebaliknya, banyak wilayah dengan jumlah penduduk kecil, wilayah luas, dan SDA yang melimpah tetapi terbelakang, miskin, bahkan kelaparan. Contoh paling dekat adalah Papua. Sudah menjadi rahasia umum bahwa tanah Papua memiliki kekayaan alam yang melimpah. Tanah Papua kaya akan sumber daya hutan, laut/sungai, pertambangan mineral, minyak bumi, gas alam, bahkan gunung emas. Jumlah penduduknya pun kecil. Tapi apa yang terjadi di sana? Masyarakatnya hidup dalam keterbelakangan, bahkan mengalami kelaparan dan gizi buruk. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi?
Jika dicermati lebih dalam, sesungguhnya isu “telah terjadi over populasi dunia” adalah isu yang sengaja digulirkan sebagai bagian dari agenda politik negara – negara imperialis – kapitalis. Dengan menggulirkan isu tersebut, mereka berusaha untuk menutupi penyebab terjadinya bencana global—kelaparan, kerusakan lingkungan, ketimpangan social, dsb—yang sebenarnya; yaitu keserakahan mereka dalam mengeruk kekayaan alam negara – negara dunia ketiga untuk memenuhi gaya hidup mereka yang konsumtif, upaya pemiskinan dan eksploitasi yang terang-terangan oleh Barat (kapitalis) atas Dunia Ketiga agar Dunia Barat dapat hidup tanpa Dunia Ketiga dan untuk mempertahankan cengkeraman hegemoni mereka atas dunia. Contohnya di Papua. Sebenarnya apa yang membuat masyarakatnya miskin dan terbelakang? Bukankah karena keserakahan PT. Freeport yang siang – malam mengeruk gunung emas Papua tanpa peduli dengan kesetimbangan ekosistem di sana? Demikian pula yang terjadi di negara – negara Afrika. Mereka miskin dan terbelakang bukan karena banyaknya penduduk dan kurangnya SDA tetapi karena penjajahan. Negara – negara Barat mengonsumsi 81% SDA dunia padahal sebagian besarnya dihasilkan oleh negara – negara dunia ketiga. Dunia Ketiga hanya mengkonsumsi 3.6 %. Dunia Barat mengkonsumsi 50% sumber daya paling penting di abad ke 21; yakni minyak, padahal mereka memproduksi minyak kurang dari seperempatnya. Sehingga, untuk memenuhi nafsu keserakahannya itu, negara – negara Barat menjajah dan menguras kekayaan alam negara – negara dunia ketiga seperti Indonesia dan sebagian besar Afrika.
Pada tahun 1950-an dan 1960-an, Amerika mulai mengembangkan kebijakan-kebijakan dalam negeri untuk melawan tantangan atas meningkatnya jumlah penduduk di Dunia Ketiga. Peningkatan penduduk di Negara-negara miskin mulai menjadi perhatian para pemerintahan Barat. Sebuah memorandum dari US National Security Study yang dibuat tahun 1974 oleh the National Security Council atas permintaan Menteri Luar Negeri AS, Henry Kissinger, menyimpulkan bahwa ada empat tipe alasan yang menjadikan pertumbuhan ekonomi di Negara-negara miskin bisa menjadi ancaman bagi keamanan nasional AS :
• Negara-negara dengan jumlah penduduk lebih besar punya pengaruh politik lebih besar
• Negara-negara semacam itu akan lebih mampu untuk menolak akses bagi Barat atas sumber-sumber daya yang banyak dimiliki oleh negara – negara Dunia Ketiga
• Meningkatnya jumlah kaum muda akan bisa menantang struktur kekuasaan global
• Meningkatnya penduduk bisa merupakan ancaman bagi para investor Amerika di Negara-negara itu
Upaya untuk mewujudkan gagasan ini adalah langkah lain yang dilakukan Barat yang dimotori AS untuk semakin melemahkan negara-negara berkembang, khususnya negeri-negeri Muslim, dengan cara menekan populasi (jumlah) penduduknya; selain melalui program pembatasan kelahiran melalui program KB, larangan menikah dini, dll. Barat juga mengembangkan dan menerapkan strategi untuk menekan laju pertumbuhan di Dunia Islam dengan dua strategi: kontrol populasi dan genosida (pembantaian massal) melalui “kesehatan reproduksi”. Beberapa upaya yang telah dilakukan oleh Barat, khususnya AS, untuk menghentikan ledakan jumlah penduduk di negeri-negeri Islam adalah sebagai berikut
Pertama, pada tahun 1960-an telah diungkapkan secara terang-terangan oleh para pemimpin Eropa dan Amerika untuk melakukan ‘pemusnahan total’ terhadap bangsa-bangsa ‘tertentu’ secara bertahap.
Kedua, tahun 1974, atas permintaan Menteri Luar Negeri AS saat itu, Henry Kissinger, AS mengeluarkan dokumen National Security Study Memorandum 200, 1974 (NSSM, 200) yang menggambarkan kebencian dan rencana AS untuk menghabisi kaum Muslim. Intinya, mereka menyebut masalah kelebihan penduduk dunia sebagai “musuh” yang mengancam keamanan nasional Amerika. Dokumen NSSM 200 yang juga disebut Kissinger’s Report itu hingga hari ini tidak pernah dicabut. Penting dicatat, dokumen itu menyebut Indonesia sebagai salah satu dari 13 negara target utama politik depopulasi (pengurangan jumlah penduduk) (Hli.org/nssm_200_exposed.html
Ketiga, pada bulan Mei 1991, pemerintah AS telah mempublikasikan beberapa dokumen rahasia yang isinya berupa pandangan pemerintah AS, bahwa pertambahan penduduk Dunia Ketiga merupakan ancaman bagi kepentingan dan keamanan AS.
Keempat, AS mengandeng PBB (melalui Lembaga UNDP, UNFPA) dan Bank Dunia untuk mengarahkan opini dunia, bahwa “pertumbuhan penduduk adalah sebuah masalah bagi Afrika, Amerika Latin dan Asia”.
Kelima, AS telah menyalurkan dana yang cukup besar untuk mewujudkan dua strategi ini. Dalam suatu laporan USAID dinyatakan, tahun 1965 sampai dengan 1974, AS telah menetapkan anggaran US$ 625 juta untuk kepentingan kontrol populasi. Anggaran yang telah dihabiskan dari tahun 1968 hingga 1995 adalah sejumlah US$ 1,5 miliar. Dana sebesar itu di antaranya digunakan untuk membeli sekaligus mendistribusikan alat kontrasepsi berupa 10,5 juta kondom, 2 juta pil aborsi, lebih dari 73 juta IUD, lebih dari 116 juta tablet vaginal foaming. Semua bantuan itu ditujukan untuk negara-negara yang dinamakannya LCDs/Negara-negara berkembang (baca: Negeri-negeri Muslim). Bantuan itu di antaranya disalurkan melalui UNFPA, WHO, UNICEF, ILO, UNESCO, World Bank, ADB (Tatad, 2008).
Di Indonesia, program pembatasan kelahiran dikenal dengan istilah halus ”Keluarga Berencana (KB)”. Organisasi internasional yang mempelopori KB adalah International Planned Parenthood Federation (IPPF) yang berdiri pada tahun 1952 berpusat di London, terdiri dari delapan negara (di antaranya AS dan Inggris). IPPF membentuk federasi dengan tujuan pemberdayaan perempuan dalam mengakses layanan kontrasepsi. Selanjutnya di Indonesia didirikan sebuah LSM bernama PKBI (Perkumpulan KB Indonesia) pada tanggal 23 Desember 1957 di Jakarta, yang kemudian pada tahun 1967 PKBI menjadi anggota Federasi Keluarga Berencana Internasional (IPPF) yang berkantor pusat di London. PKBI sebagai cabang dari IPPF memiliki kesamaan dari visi dan misinya. Hal ini semakin memperjelas bahwa program KB adalah rekayasa Barat atas negeri Muslim. Di Indonesia selama program KB dijalankan (1967-2000) kelahiran tercegah mencapai 80 juta, dan diperkirakan hingga tahun 2009 kelahiran tercegah menjadi 100 juta (Syarief, 2009).
Islam Memberi solusi
Islam menganjurkan untuk memiliki keturunan yang banyak juga berkualitas. Negara dalam Islam (khilafah Islamiyah) menjamin setiap individu untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan pokok yang bersifat individu berupa makanan, pakaian dan tempat tinggal maupun kebutuhan yang bersifat kolektif berupa pendidikan, kesehatandan keamanan.
Islam juga menjelaskan konsep rizki bahwa Allah -lah yang menjamin rizki untuk setiap makhluk yang Dia ciptakan baik hewan melata apalagi manusia. Sehingga yang harus kita lakukan sebagai Muslim adalah tetap berupaya secara maksimal agar dapat memenuhi rizqi melalui tangan–tangan kita sendiri, bukan menggantungkannya pada orang lain. Islam juga melarang boros dan rakus seperti orang – orang Kapitalis.
Islam membolehkan mengatur jarak kehamilan (melalui ‘azl atau menggunakan alat kontrasepsi yang tidak menimbulkan bahaya bagi pasangan suami istri), tetapi bukan membatasi kelahiran dalam bentuk permanen. Pengaturan kelahiran boleh saja dilakukan oleh kaum muslimin dalam skala individu. Setiap pasangan suami istri berhak menentukan jumlah anak dan jarak waktu kelahiran anak-anak mereka sesuai perencanaan masing-masing. Negara tidak perlu melakukan pembatasan kelahiran secara sistemik dalam skala bangsa. Negara wajib memfasilitasi agar setiap keluarga bisa mendapatkan jaminan kesehatan maupun sarana dan prasarana dalam proses melahirkan. Negara (Khilafah Islamiyah) menganjurkan setiap keluarga muslim untuk memperbanyak keturunan tanpa perlu khawatir dalam mencukupi kebutuhan anak-anak mereka
Tidak layak bagi seorang Muslim mempercayai isu over populasi hingga berupaya untuk membatasi jumlah kelahiran dengan KB, penundaan usia nikah, dsb. Apalagi jika telah diketahui bahwa isu over populasi merupakan senjata yang digunakan kaum kafir untuk menekan jumlah kaum Muslimin. Tidak layak bagi seorang Muslim yang beriman dan berakal tunduk pada arahan kebijakan kaum kafir yang hanya ingin mengokohkan cengkeraman mereka atas dunia Islam.
Islam juga telah mengharamkan ideologi Kapitalisme yang telah membuat jurang kesenjangan yang sangat lebar antara kaya dan miskin dengan paham kebebasan kepemilikannya. Berbeda dengan ideologi Kapitalisme yang membebaskan individu atau corporate mengeksploitasi SDA apa pun dan sebanyak apa pun sehingga menimbulkan kesengsaraan bagi masyarakat luas. Islam membatasi SDA tidak boleh dikuasai oleh individu atau corporate tetapi dimiliki bersama oleh segenap kaum Muslimin.
Islam memerintahkan Khalifah untuk menyediakan kebutuhan dasar dari penduduknya. Islam menganggap kemiskinan sebagai masalah siapapun di Negara manapun dan pada generasi kapanpun. Kebutuhan dasar dalam Islam didefinisikan atas tiga hal yakni makanan, pakaian dan tempat tinggal. Kemiskinan dalam pandangan Islam adalah tidak terpenuhinya kebutuhan dasar itu secara lengkap. Islam menjadikan pemenuhan dan penyediaan kebutuhan-kebutuhan dasar itu suatu hak bagi seseorang yang tidak mampu memperolehnya. Khalifah akan mengembangkan proyek-proyek untuk memastikan ekonomi yang dapat memenuhi kebutuhan atas tiap individu. Khalifah juga memiliki kebijakan pertanian dan memberikan orang-orang yang tidak punya pekerjaan sebidang tanah secara gratis untuk dikembangkan. Perhatian ekonomi Islam akan dicurahkan untuk memastikan adanya distribusi kekayaan yang merata.
Demikianlah, sesungguhnya bencana kemiskinan dan kelaparan yang melanda dunia tidak disebabkan oleh over populasi dan tidak ada kaitannya dengan jumlah penduduk dunia yang besar. Semua itu disebabkan oleh kerakusan Negara – Negara Kapitalis dalam mengeruk SDA dunia dan tidak adanya mekanisme distribusi kekayaan yang adil dalam sistem Kapitalisme. Masalah kemiskinan dan kelaparan dunia hanya dapat diselesaikan dengan mengembalikan solusi masalah tersebut kepada Islam dan menyerahkan pengaturan tata kehidupan dunia pada Islam dibawah naungan khilafah Islamiyah), bukan dengan mengurangi populasi dunia!
Wallahu a’lam bi ash shawab …….
Faridah Afifah, S.Pd;
No comments:
Post a Comment