Oleh: Hafidz Abdurrahman (Lajnah Tsaqafiyah DPP HTI )
Upaya stigmatisasi negara Islam sedang berlangsung. Isu terorisme mencuat dan terus-menerus dipelihara oleh negara-negara Kafir penjajah dan antek-anteknya untuk memerangi Islam.
Isu tersebut kini dengan terang-terangan dialamatkan kepada upaya untuk mendirikan negara Islam. Informasi dari pihak berwajib, konon para teroris yang ditembak mati dan ditangkap di seluruh Indonesia sedang berupaya memperjuang-kan berdirinya negara Islam. Juga dikatakan, konon mereka kini bukan saja menjadikan sasaran negara-negara Barat dan warganya, tetapi juga menjadikan pre-siden dan simbol-simbol negara sebagai sasarannya. Benarkah?
Tentu masih harus dicek dan dicek kebenarannya. Perta-ma, karena seluruh berita terse-but bersumber dari satu pihak, yaitu aparat keamanan. Kedua, kalaupun berita tersebut ber-sumber dari tersangka kasus terorisme, tetap harus dicek dan dicek kebenarannya.
Boleh jadi mereka menya-takan demikian karena under-pressure (di bawah tekanan) atau by design (mengikuti skenario) yang telah dibuat. Skenario ini bertujuan untuk mencari legiti-masi menghalangi gerakan Islam yang menginginkan tegaknya kembali syariah Islam dalam naungan Khilafah, kendati tanpa kekerasan.
Dapat diduga, di balik kepentingan itu adalah Amerika Serikat dan Barat yang sangat paham betul terhadap konstelasi politik dunia. Mereka sangat takut terhadap bangkitnya kem-bali Islam dalam sebuah negara. Skenario ini dibangun sebagai bentuk kekalahan intektual kare-na AS dan sekutunya telah keha-bisan argumentasi.
Stigmatisasi negatif ini bisa dibaca arahnya yakni menjauh-kan umat Islam dari gerakan Islam yang sedang berjuang me-negakkan kembali Daulah Islam. Dalam skala yang lebih ekstrim, umat Islam diajak memusuhi gerakan Islam tersebut.
Ketiga, kalaupun bukan karena underpressure dan by design, dengan kata lain bahwa mereka benar-benar mengingin-kan berdirinya negara Islam. Maka tindakan ini bukan saja bertentangan dengan tujuan-nya, tetapi juga salah, baik dari segi hukum, politik maupun strategi.
Dikatakan bertentangan dengan tujuan, karena mendiri-kan negara, jelas tidak sama dengan mendirikan bangunan fisik, tinggal merobohkan ba-ngunan lama, lalu diganti de-ngan bangunan baru.
Negara adalah entitas pe-laksana, yang melaksanakan kumpulan pemahaman (mafa-him), standarisasi (maqayis) dan keyakinan (qana'at) yang diteri-ma oleh umat (an-Nabhani, Muqaddimatu ad-Dustur, hal. 6). Dengan teror, kekerasan bahkan kudeta, jelas tidak akan meng-ubah kumpulan pemahaman (mafahim), standarisasi (maqa-yis) dan keyakinan (qana'at) umat.
Bahkan sebaliknya, umat menjadi antipati terhadap apa yang mereka perjuangkan. Kare-na itu, teror, tindak kekerasan dan kudeta tersebut justru nyata-nyata bertentangan dengan tujuan yang hendak diraihnya.
Selain bertentangan de-ngan tujuannya, aksi terorisme dan kekerasan jelas melanggar hukum Islam. Dengan tegas Is-lam mengharamkan penyerang-an kepada individu, baik dengan tujuan untuk membunuh mau-pun melukainya, sementara me-reka berstatus ma'shum ad-dam (darahnya harus dijaga).
Islam juga mengharamkan perusakan fasilitas negara, publik maupun pribadi, apapun alasan-nya. Bahkan, Islam telah mene-tapkan sanksi yang berat kepada mereka, baik dalam bentuk had al-hirabah, jika memenuhi krite-ria sebagai tindakan hirabah, atau ta'zir, jika tidak memenuhi kriteria tindakan hirabah. Ini bukti, bahwa tindakan tersebut jelas-jelas diharamkan dan ter-masuk dalam kategori dosa besar.
Aksi-aksi seperti ini, bukan saja bertentangan dengan tuju-annya dan melanggar hukum Islam, tetapi juga salah dari segi politik dan strategi. Aksi fisik dan kekerasan, terbukti tidak pernah mampu mewujudkan tujuannya, padahal aksi-aksi tersebut dilaku-kan karena tidak sabar dengan perjuangan secara intelektual dan politik.
Alih-alih menyatukan umat, kelompok-kelompok se-perti ini untuk meraih dukungan dan simpati umat pun sangat sulit. Lalu, bagaimana caranya mereka akan menyatukan umat, jika cara-cara yang mereka tem-puh saja justru mengundang antipati. Padahal, secara politik, tidak akan ada kelompok apapun yang akan berhasil meraih tuju-annya kecuali dengan dukungan umat.
Selain itu, dari aspek stra-tegi, tindakan teror dan keke-rasan ini juga salah. Aksi-aksi seperti akan dengan mudah di-patahkan, bahkan ditumpas hingga ke akar-akarnya. Contoh ekstrimnya adalah aksi teror dan kekerasan yang pernah dilaku-kan oleh PKI, yang dengan mu-dah dipatahkan, dan ditumpas habis, dengan dukungan dan simpati rakyat.
Di Mesir, Tandzim Jihad yang didirikan oleh Muhammad 'Abdussalam Faraj, seorang insi-nyur listrik, telah melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap para pemimpin politik, di antaranya pembunuhan ter-hadap Anwar Sadat, tetapi nyatanya tidak bisa mere-alisasi-kan apapun (Abu Za'rur, as-Shahwah al-Islamiyyah Bain al-Waqi' wa Tathallu'at al-Mustaq-bal, hal. 94).
Jangankan mendirikan ne-gara Islam, mengganti rezim dan sistem pun tidak. Sebaliknya, dengan tindakan tersebut, pe-merintah Mesir bukan saja ber-sikap represif terhadap Tandzim Jihad, tetapi juga terhadap siapapun yang bertujuan untuk mendirikan negara Islam.
Di sisi lain, kita juga telah menyaksikan keberhasilan Tali-ban meraih tampuk kekuasaan melalui gerakan jihad melawan faksi-faksi Mujahidin di Afganis-tan, namun fakta juga menunjuk-kan, bahwa kekuasaan mereka tidak berumur panjang.
Selain menghadapi peng-khianatan dari Aliansi Utara, kesalahan politik dan strategi dari pilihan perjuangan mereka, pada akhirnya menjadi titik balik perjuangan mereka. Akhirnya, apa yang telah mereka raih pun, ibarat pasir di tepi pantai yang diterpa ombak, dengan mudah habis, dan nyaris tanpa bekas.
Karena itu, hanya ada satu jaminan keberhasilan dalam mendirikan kembali negara yang diwariskan oleh Nabi itu, tidak lain adalah metode yang sama, yang telah ditempuh oleh ba-ginda Rasulullah SAW. Metode itu adalah politik dan intelektual (thariqah siyasiyyah wa fikriyyah). Bukan metode kekerasan dan fisik (ghaira 'unfiyyah wa la madiy-yah).
Dimulai dengan membina beberapa orang sampai matang, kemudian membentuk kelom-pok dakwah yang diikat dengan pemikiran, hukum dan pandang-an yang ditanamkan dalam pembinaan tersebut, lalu ber-sama-sama kelompok itu ber-juang mengemban ideologinya di tengah-tengah masyarakat, hingga akhirnya Allah meme-nangkan perjuangan mereka. Terutama setelah dakwah yang diembannya mendapat dukung-an dari orang-orang kuat dan berpengaruh. Akhirnya, terbukti metode ini telah berhasil mewu-judkan negara, yang dalam wak-tu singkat telah menjadi adidaya baru, dan mampu bertahan hing-ga empat belas abad lamanya.[]
No comments:
Post a Comment