Rambut boleh sama hitam, namun belum tentu isi kepala setiap orang sama. Artinya perbedaan pemahaman
adalah sebuah keniscayaan. Hidup di masyarakat yang heterogen dan tidak adanya
filter pemikiran menjadikan manusia bervariatif pola fikirnya.
Dalam
cakupan lebih kecil, pembahasan tentang kedewasaan bisa kita temui di
lingkungan yang ada, saat pertama kali bersosialisasi di tempat atau kalangan yang
baru, adakalanya seseorang membutuhkan waktu untuk beradaptasi. Misal, orang yang berasal dari kalangan masyarakat
jawa yang lingkungan hidupnya masih memegang teguh sopan santun, lemah lembut tutur bahasa, dan adab-adab
bersosialisasi bisa jadi akan terkejut
ketika berada di lingkungan yang tipikal masayarakatnya keras, tegas,
dan berbicara apa adanya. Dan juga sebaliknya. Ada pula tipikal orang yang
tidak butuh waktu lama untuk dapat diterima oleh kalangan tertentu, dengan
apapun corak masyarakat tempat ia tinggal ia dengan mudah menyesuaikan diri
dengan baik tanpa meninggalkan prinsip hidup dan tanpa berkonflik dengan
kalangan tersebut.
Jika
dilihat lebih jauh, sebentar atau lamanya waktu beradaptasi adalah hal yang
wajar, dimana setiap orang memiliki perbedaan dalam pemahaman tadi, setiap
orang pula memiliki perbedaan pandangan dalam menyikapi peristiwa-peristiwa
hidupnya. Dan yang tidak kalah penting, kedewasaan setiap orang pun
berbeda-beda, ada yang masih muda namun ia lebih matang dalam pola fikir dan
pola sikapnya. Namun tak sedikit pula yang sudah berusia namun masih harus
dibimbing kedewasaannya. Semua itu adalah hal yang alami.
Menyoal
kedewasaan seseorang, ada hal yang baik untuk direnungi, apa sebenarnya standar
seseorang disebut dewasa atau tidak? Apakah standar ini berbeda-beda tergantung
siapa yang menilainya? Atau kita bisa menentukan sebuah standar baku yang
setiap orang dapat memberi penilaian yang sama? Hal ini menjadi penting untuk
difikirkan agar kita dapat memberi solusi, masukan, atau treatment yang tepat dalam mengobatinya.
Terlepas
dari banyaknya sudut pandang social kemasyarakatan atau teori-teori psikologi, secara
pribadi, pandangan saya adalah bahwa standar kedewasaan manusia haruslah
standar yang baku, kecuali ada faktor-faktor X yang mencakup Qadha
(ketetapanNya) yang tidak bisa diganggu gugat. Seseorang dikatakan dewasa
adalah saat Mafahim (pemahaman), maqoyyis (standar), Qana’ah (ketundukan) nya
bersumber kepada Islam. Aqliyah (pola fikir) dan nafsiah (pola sikap) nya
adalah islam, artinya jika seseorang menjadikan Islam sebagai satu-satunya sumber
hukum dari perbuatan dan pemikirannya maka ia layak dikatakan dewasa. Termasuk jika
seseorang yang sama sekali tidak menjadikan Islam sebagai landasan perbuatan
dan pemikirannya maka ia belum dewasa. Bisa disimpulkan bahwa Kedewasaan itu karena
menjadikan Islam sebagai patokan.
Dari
sini bisa kita lihat bahwa selain bukan karena faktor usia, kedewasaan pun
tidak ditentukan oleh rendah atau tingginya latar belakang pendidikan, pejabat
pemerintahan atau buruh sekalipun. Tidak cepat menyimpulkan bahwa pejabat yang
lulusan s1, s2, bahkan s3 pasti lebih dewasa sementara buruh atau pekerja biasa
tidak dewasa.Memang benar bahwa pendidikan ikut menentukan arah berfikir
seseorang. Namun sekali lagi, kedewasaan
seseorang ditentukan pemahamannya akan kehidupan bukan jenjang pendidikan
semata. Contohnya, sering muncul di pemberitaan media bahwa para pejabat yang
notabene lulusan dari perguruan tinggi terkemuka di negeri ini melakukan
praktik korupsi, menjual asset bangsanya kepada para penjajah (Freeport, exonmobile,
blok cepu, dll), bayak pula para ilmuwan yang mengkaji tentang penyebab
permasalahan bangsa ini yang dipenuhi dengan kemunduran dari segala aspek, penelitian-penelitian
dilakukan, studi banding yang menghabiskan milyaran uang negara, namun
kesimpulan dan solusi yang diambil hanya sebatas langkah-langkah parsial, masih
berharap pada sistem yang telah gagal, apakah ini disebut dewasa? tentu tidak
sama sekali, karena sikap tersebut tidak lebih dari sikap seorang yang pragmatis
dan pecundang, jauh dari kedewasaan dan penuh dengan motif kepentingan. Namun sebaliknya,
sering pula kita menyaksikan di sekitar kita para buruh, ibu-ibu rumah tangga
yang tidak mengenyam pendidikan tinggi namun menyadari akan konsekuensi hidup
di dunia ini, ia wakafkan hidupnya menjadi agent perubahan Islam, menyeru
kepada yang makruf dan mencegah pada yang munkar. Inilah kedewasaan itu, meski
terkadang manusia tidak lepas dari kealfaan yang harus senantiasa dibenahi.
Selain
itu, tidak juga mencari legitimasi karena suku atau ras itu lebih baik dari
suku atau ras ini karena justru akan terjebak pada ahobiyyah. Pemahaman bahwa suku
yang masih memegang kental adab bersosialisai lebih dewasa dan sebaliknya masih kerap dijumpai. Perlu
diluruskan, memang benar pula bahwa latar belakang suku dan corak masyarakat
menetukan sikap atau ‘pembawaan’ seseorang, namun harus difahami juga bahwa manusia bersikap a atau b karena hukum Syara' yang mmerintahkan, bukan cuma sebatas ‘saya lembut karena saya
aslinya lembut, dimana-mana sayapun akan berlemah lembut, saya tidak bisa tegas
termasuk ketika menemukan sebuah kemaksiatan, saya pun tidak bisa berteman dengan orang berbeda karakter ’, atau ada argumentasi lain ‘saya
keras, karena saya hidup dilingkungan yang keras, orang-orang yang cepat emosi,
maka saya tidak bisa lembut termasuk kepada saudara seaqidah’, namun, pembawaan
kita, sikap kita, lebih jauhnya lagi akhlak kita haruslah berlandaskan perintah
dan larangan Alloh, tidak bisa yang lainnya.
Terakhir,
proses adalah jalan keberhasilan yang tidak mudah, termasuk proses
menuju kedewasaan. Hargailah dan bersabar dengan proses itu, ibarat kereta api,
jika rel nya baik, rute nya tepat, masinisnya ahli, maka para penumpang akan
sampai dengan selamat. Sama hal nya dengan proses kedewasaan agar menjadi pribadi
yang lebih baik dari hari kehari proses pembinaan diri harus benar, fikroh
(pemikiran) dan thoriqoh (metode) kelompok yang membina juga harus yang sesuai
dengan perjuangan Rasulullah saw, sehingga akan muncul pribdi-pribadi dewasa
layaknya para sahabat Nabi Muhammad yang mulia. Kekhilafan adalah hal yang fitrah,
mengingatkan dan diingatkan pun hal yang seharusnya. Selebihnya, mari
melayakkan diri untuk menjadi dewasa yang dengan kedewasaan itu menyelamatkan
dan menghantarkan kepada keridhoanNya.
No comments:
Post a Comment