Monday, April 21, 2014

Dewasa dengan Islam

Rambut boleh sama hitam, namun belum tentu isi kepala setiap orang sama. Artinya perbedaan pemahaman adalah sebuah keniscayaan. Hidup di masyarakat yang heterogen dan tidak adanya filter pemikiran menjadikan manusia bervariatif pola fikirnya.

Dalam cakupan lebih kecil, pembahasan tentang kedewasaan bisa kita temui di lingkungan yang ada, saat pertama kali bersosialisasi di tempat atau kalangan yang baru, adakalanya seseorang membutuhkan waktu untuk beradaptasi.  Misal, orang yang berasal dari kalangan masyarakat jawa yang lingkungan hidupnya masih memegang teguh sopan santun,  lemah lembut tutur bahasa, dan adab-adab bersosialisasi bisa jadi akan terkejut  ketika berada di lingkungan yang tipikal masayarakatnya keras, tegas, dan berbicara apa adanya. Dan juga sebaliknya. Ada pula tipikal orang yang tidak butuh waktu lama untuk dapat diterima oleh kalangan tertentu, dengan apapun corak masyarakat tempat ia tinggal ia dengan mudah menyesuaikan diri dengan baik tanpa meninggalkan prinsip hidup dan tanpa berkonflik dengan kalangan tersebut.
Jika dilihat lebih jauh, sebentar atau lamanya waktu beradaptasi adalah hal yang wajar, dimana setiap orang memiliki perbedaan dalam pemahaman tadi, setiap orang pula memiliki perbedaan pandangan dalam menyikapi peristiwa-peristiwa hidupnya. Dan yang tidak kalah penting, kedewasaan setiap orang pun berbeda-beda, ada yang masih muda namun ia lebih matang dalam pola fikir dan pola sikapnya. Namun tak sedikit pula yang sudah berusia namun masih harus dibimbing kedewasaannya. Semua itu adalah hal yang alami.
Menyoal kedewasaan seseorang, ada hal yang baik untuk direnungi, apa sebenarnya standar seseorang disebut dewasa atau tidak? Apakah standar ini berbeda-beda tergantung siapa yang menilainya? Atau kita bisa menentukan sebuah standar baku yang setiap orang dapat memberi penilaian yang sama? Hal ini menjadi penting untuk difikirkan agar kita dapat memberi solusi, masukan, atau treatment yang tepat dalam mengobatinya.
Terlepas dari banyaknya sudut pandang social kemasyarakatan atau teori-teori psikologi, secara pribadi, pandangan saya adalah bahwa standar kedewasaan manusia haruslah standar yang baku, kecuali ada faktor-faktor X yang mencakup Qadha (ketetapanNya) yang tidak bisa diganggu gugat. Seseorang dikatakan dewasa adalah saat Mafahim (pemahaman), maqoyyis (standar), Qana’ah (ketundukan) nya bersumber kepada Islam. Aqliyah (pola fikir) dan nafsiah (pola sikap) nya adalah islam, artinya jika seseorang menjadikan Islam sebagai satu-satunya sumber hukum dari perbuatan dan pemikirannya maka ia layak dikatakan dewasa. Termasuk jika seseorang yang sama sekali tidak menjadikan Islam sebagai landasan perbuatan dan pemikirannya maka ia belum dewasa. Bisa disimpulkan bahwa Kedewasaan itu karena menjadikan Islam sebagai patokan.
Dari sini bisa kita lihat bahwa selain bukan karena faktor usia, kedewasaan pun tidak ditentukan oleh rendah atau tingginya latar belakang pendidikan, pejabat pemerintahan atau buruh sekalipun. Tidak cepat menyimpulkan bahwa pejabat yang lulusan s1, s2, bahkan s3 pasti lebih dewasa sementara buruh atau pekerja biasa tidak dewasa.Memang benar bahwa pendidikan ikut menentukan arah berfikir seseorang. Namun sekali lagi, kedewasaan seseorang ditentukan pemahamannya akan kehidupan bukan jenjang pendidikan semata. Contohnya, sering muncul di pemberitaan media bahwa para pejabat yang notabene lulusan dari perguruan tinggi terkemuka di negeri ini melakukan praktik korupsi, menjual asset bangsanya kepada para penjajah (Freeport, exonmobile, blok cepu, dll), bayak pula para ilmuwan yang mengkaji tentang penyebab permasalahan bangsa ini yang dipenuhi dengan kemunduran dari segala aspek, penelitian-penelitian dilakukan, studi banding yang menghabiskan milyaran uang negara, namun kesimpulan dan solusi yang diambil hanya sebatas langkah-langkah parsial, masih berharap pada sistem yang telah gagal, apakah ini disebut dewasa? tentu tidak sama sekali, karena sikap tersebut tidak lebih dari sikap seorang yang pragmatis dan pecundang, jauh dari kedewasaan dan penuh dengan motif kepentingan. Namun sebaliknya, sering pula kita menyaksikan di sekitar kita para buruh, ibu-ibu rumah tangga yang tidak mengenyam pendidikan tinggi namun menyadari akan konsekuensi hidup di dunia ini, ia wakafkan hidupnya menjadi agent perubahan Islam, menyeru kepada yang makruf dan mencegah pada yang munkar. Inilah kedewasaan itu, meski terkadang manusia tidak lepas dari kealfaan yang harus senantiasa dibenahi.
Selain itu, tidak juga mencari legitimasi karena suku atau ras itu lebih baik dari suku atau ras ini karena justru akan terjebak pada ahobiyyah. Pemahaman bahwa suku yang masih memegang kental adab bersosialisai lebih dewasa dan sebaliknya masih kerap dijumpai. Perlu diluruskan, memang benar pula bahwa latar belakang suku dan corak masyarakat menetukan sikap atau ‘pembawaan’ seseorang, namun harus difahami juga bahwa  manusia bersikap a atau b karena hukum Syara' yang mmerintahkan, bukan cuma sebatas ‘saya lembut karena saya aslinya lembut, dimana-mana sayapun akan berlemah lembut, saya tidak bisa tegas termasuk ketika menemukan sebuah kemaksiatan, saya pun tidak bisa berteman dengan orang berbeda karakter ’, atau ada argumentasi lain ‘saya keras, karena saya hidup dilingkungan yang keras, orang-orang yang cepat emosi, maka saya tidak bisa lembut termasuk kepada saudara seaqidah’, namun, pembawaan kita, sikap kita, lebih jauhnya lagi akhlak kita haruslah berlandaskan perintah dan larangan Alloh, tidak bisa yang lainnya. 
Terakhir, proses adalah jalan keberhasilan yang tidak mudah, termasuk proses menuju kedewasaan. Hargailah dan bersabar dengan proses itu, ibarat kereta api, jika rel nya baik, rute nya tepat, masinisnya ahli, maka para penumpang akan sampai dengan selamat. Sama hal nya dengan proses kedewasaan agar menjadi pribadi yang lebih baik dari hari kehari proses pembinaan diri harus benar, fikroh (pemikiran) dan thoriqoh (metode) kelompok yang membina juga harus yang sesuai dengan perjuangan Rasulullah saw, sehingga akan muncul pribdi-pribadi dewasa layaknya para sahabat Nabi Muhammad yang mulia. Kekhilafan adalah hal yang fitrah, mengingatkan dan diingatkan pun hal yang seharusnya. Selebihnya, mari melayakkan diri untuk menjadi dewasa yang dengan kedewasaan itu menyelamatkan dan menghantarkan kepada keridhoanNya.

No comments:

Post a Comment