Monday, April 7, 2014

Menyimpang

Seperti biasa, setiap pukul 08.30 wib, saya dan adek perempuan berjalan keluar rumah menuju tempat tujuan masing-masing. Di perjalanan keluar kompleks ke jalan raya, lewatlah dari arah depan agak samping seorang laki-laki dewasa tak dikenal, ia tersenyum ramah pada kami. Saya dan adek lalu bertatapan tanda tanya, setelah itu adek saya langsung menghadapkan wajahnya ke arah lain, dan saya yang tidak bisa menahan ketika ada yang tersenyum lalu membalas dengan senyum kecil sambil menundukkan kepala.
Semenit berlalu begitu cepat dan orang ini pun telah pergi, kami pun memulai percakapan.
A : ‘Kak, orang tadi itu homo lho… ‘.
K : (Deg) ,  ‘apa iya dek? Adek tau darimana?’
A : ‘iya, itu rumahnya yang deket tempat kita tinggal. Selalu tinggal berdua dengan pacarnya yang juga laki-laki’.
K : ‘Masa iya sih dek…  gak boleh lho su’udzon… kan kita belum tau benar apa enggaknya’.
A : ‘iya, benar kak…. Setiap sore coba lihat pacarnya yang laki-laki itu sering nyiram bunga, aku udah mengamati beberapa minggu ini, kehidupannya berbeda dengan orang2 kebanyakan, gak bergaul, berdua-duaan kan keliatan kalo kita lewat, pintunya gak ditutup’.
K : ‘duuh… parah sekali kalo itu benar ya.. kehidupan rusak akibat sistem yang dipake bathil yang menyuburkan prilaku-prilaku keji’.
A : ‘iya kak… memang parah di Batam nih… ‘.
Dear sobat, itu sekilas percakapan saya dan adek tadi pagi. Miris ya dengan pergaulan rusak seperti itu, laki-laki dan perempuan yang berpacaran saja akan buat kita ill feel, apalagi ini laki-laki pacaran dengan laki-laki dan yang wanita juga berpacaran dengan sesamanya. Na’udzubillaah…
Percakapan sekilas itupun mengingatkan saya tentang cerita seorang ukhti yang sudah berkeluarga dan tinggal di kompleks perumahan yang dekat dengan perusahaan, dimana warga nya kebanyakan pendatang, belum menikah dan berstatus sebagai karyawan perusahaan.
Ukhti ini bercerita, Suatu hari ia menyebar brosur usahanya ke rumah-rumah dan kost kostan yang ada di komplek perumahan itu, alangkah terkejutnya saat mendapati di beberapa blok rumah didiami oleh wanita lesbian, jumlahnya pun tidak sedikit,  kamar mereka berderetan. Dalam dunia lesbian, ada wanita yang menjadi abang-abangnya (laki-lakinya) dengan tampilan tomboy dan sok maskulin (rambut dipotong pendek, penampilan mirip laki-laki, merokok, dan suaranya dibuat besar dan berat seperti kaum adam) dan ada yang menjadi wanitanya dengan feminimnya (berambut panjang, dan penampilan seperti wanita keumuman). Pengakuan dari seorang temannya yang mantan lesbian, bahwa awal mula mereka tertarik dengan sesama jenis adalah berawal dari rasa sakit hati setelah putus pacaran, empati, kemudian diberi perhatian dengan materi, hingga akhirnya ‘cinta alias nafsu.
Tercengang-cengang sekali saya dibuatnya… ukhti ini menambahkan, ayolah tik kalo gak percaya saya ajak tika kesana dan lihat mereka…hmm astagfirulloh.. :(
Dear sobat, cerita diatas menjadi pengingat bahwa kita tidak hidup di tengah masyarakat yang normal, yang bersih dari prilaku keji. Namun kita hidup di tengah kondisi carut marut sejak Institusi penjaga aqidah, nasab, kehormatan (Khilafah) telah runtuh lebih kurang 90 tahun silam. Kondisi yang sangat tidak kondusif untuk lahirnya generasi-generasi kebanggaan Islam. Pola fikir dan pola sikap manusia telah terkontaminasi paham-paham liberal dan pola hidup permisif buah dari sistem Sekuler Kapitalistik.
Kepadamu wahai pemuda pembawa perubahan sejati, terus kita obati ‘penyakit’ social di tengah masyarakat agar sembuh, dan yang tak kalah penting adalah pengupayaan mengembalikan  khilafah yang akan membasmi kemaksiatan menjadi darurat, untuk kita upayakan saat ini. Semangat! :)

No comments:

Post a Comment