Yai
sudah siap duduk di ruang mengaji dan menjawab.. ‘wa’alaikumussalam
warahmatullah…’ masuk…. Dari dapur tampak Nyai berjalan ke ruang mengaji sambil
memakai kerudung dan menjawab salam kami.. ‘wa’alaikumussalam.. masuk masuk…
pelan-pelan jangan lari-lari ya…’ dari jam 12.00-17.00 WIB rumah Yai dan Nyai
memang tidak pernah sepi dari anak-anak, kedua nenek kakek yang sudah sepuh ini
adalah guru ngaji sejak muda.
Keriuhan
di rumah Yai tidak sampai disitu, saat giliran mengaji, kembali anak-anak berebutan
mau mengaji duluan. Karena setelah itu bisa langsung pulang, apalagi cucu-cucu
Yai dan Nyai... Yai, ici dulu.. Nyai, ali dulu.. Yai, puput dulu.. Yai, abang
dulu… Nyai, rian dulu… Nyai jujun dulu.. dan suara-suara memelas lainnya.. kami
semua berjumlah 25 orang, aku pun apalagi… Yai, Ita dulu ya…. sambil bisik-bisik ke Yai… hhe.. hari mengaji lah yang paling disukai karena
yang cepat bisa pulang duluan, biasa hari lain diisi dengan menghafal juz Amma,
dan hari belajar sholat berjama’ah. Akhirnya hari itu selesai juga semua
anak-anak mengaji…
Setelah
selesai mengaji, kami dua beradik tidak langsung pulang, adek (ici) lebih
memilih bermain anak patung yang telah ia siapkan dari rumah… banyak sekali anak
patungnya lengkap dengan pakaiannya, sudah sejak lama ia mengkoleksi anak
patung, sekantong pelastik ada agaknya, ku lihat dari sudut pintu… khusu’
sekali ia bermain anak patung, bercakap-cakap sendiri.. anak patungnya diberinya
nama, dan setiap hari nama itu berganti-ganti. Tidak tega memanggilnya untuk
bersama-sama pulang, lalu aku ke ruang belakang Yai yang menyatu dengan dapur,
selesai mengajar ngaji biasa Yai duduk disini menunggu azan magrib.
‘Yai….
Lagi apa yai…?? Ita belum pulang, nunggu adek selesai main anak patung.. ‘
sapaku, kemudian duduk di samping Yai.. ‘dah nak magreb loh ta.. nanti
kemalaman ??’ Yai biasanya memanggil namaku dengan nama seperti yang ku sebut
sendiri, dan memang cuma Yai yang kuizinkan memanggil aku dengan ‘ita’, dulu
masih kecil belum biasa menyebut huruf ‘T dan K’.
Sambil
melihatku, Yai berkata,’ ini Yai lagi melihat gigi.. ‘ wah.. masih bagus ya
gigi Yai’, sambil focus melihatnya satu persatu. Gigi Yai masih bagus, padahal
saat itu Yai sudah berusia 70 thn. ‘orang Islam harus menjaga kebersihannya ta,
termasuk menjaga kebersihan gigi’, kata Yai. Lalu aku pun mengambil cermin
kecil yang ada di depan Yai sambil melihat gigiku. Saat itu masih berusia 5
thn. ‘Yai, kenapa ya gigi ita itam-itam di depannya? Padahal ita dah rajin
sikat gigi’. Yai kemudian menjawabnya ‘itu
karena ita suka makan gula-gula (permen) makanya gigi nya digigit ulat jagung’,
serius sekali Yai menjelaskannya, hingga akhirnya aku bilang ‘oh… gt ye.. Yai,
bisa tolong buangkan ulat jagungnya gk di gigi ita?’ ‘agak susah ta, ini dah
nempel ulat jagungnya, tapi sinilah yai coba buang’.. bergegas aku menunjukkan
deretan gigiku biar Yai bisa buang ulat nya.. Yai lalu dengan seriusnya mengotak-atiknya
dengan alat khusus yang biasa untuk membersihkan gigi, belakangan setelah
kuliah baru tau bahwa alat yang dulu Yai pakai untuk membersihkan gigiku adalah
alat yang dipakai dokter gigi untuk men scalling gigi pasiennya. Entah dari
mana yai dapat alat itu.. 15 menit berlalu dan akhirnya selesai juga ‘ta, dah
susah buang ulat jagungnya, tu lah karena terlalu banyak makan gula-gula’. Kata
Yai dengan logat Jawa dan sedikit melayu.. Mendengarnya aku pun tidak dapat
berkata apa-apa, rasanya campur aduk.. tidak tau pula apa maksud Nyai tertawa
melihat aku dan Yai dari tadi… dengan perasaan yang tidak menentu itu, aku
kemudian berpamitan dengan Yai Nyai untuk pulang, adek pun sudah selesai bermain
anak patung, di sepanjang perjalanan aku hanya ingat bahwa di gigiku sekarang
ada ulat jagung yang susah dibuang, berarti aku harus mengurangi makan
gula-gula.
Hari-hari
terus berlalu, Di usia yang ke 13 thn… baru mengerti, mungkin itu cara Yai
mengajariku… Yai selalu punya banyak cara mengajariku dengan
pelajaran-pelajaran yang membekas. Dan selalu siap meladeni cucunya yang selalu
ingin tau. makasih Yai…. :)
No comments:
Post a Comment