Sunday, April 27, 2014

Yai


Jelang tengah hari, gerombolan anak-anak kecil berlarian datang mengaji ke rumah Yai (kakek) dan Nyai (nenek). Di muka pintu, ucapan salam anak-anak sahut menyahut riuh, ‘assalamu’alaikum Yai, Assalamu’alaikum Nyai, ada juga yang mengucapkan separuh fasih ‘assemelekom Nyai, Yai..’

Yai sudah siap duduk di ruang mengaji dan menjawab.. ‘wa’alaikumussalam warahmatullah…’ masuk…. Dari dapur tampak Nyai berjalan ke ruang mengaji sambil memakai kerudung dan menjawab salam kami.. ‘wa’alaikumussalam.. masuk masuk… pelan-pelan jangan lari-lari ya…’ dari jam 12.00-17.00 WIB rumah Yai dan Nyai memang tidak pernah sepi dari anak-anak, kedua nenek kakek yang sudah sepuh ini adalah guru ngaji sejak muda.
Keriuhan di rumah Yai tidak sampai disitu, saat giliran mengaji, kembali anak-anak berebutan mau mengaji duluan. Karena setelah itu bisa langsung pulang, apalagi cucu-cucu Yai dan Nyai... Yai, ici dulu.. Nyai, ali dulu.. Yai, puput dulu.. Yai, abang dulu… Nyai, rian dulu… Nyai jujun dulu.. dan suara-suara memelas lainnya.. kami semua berjumlah 25 orang, aku pun apalagi… Yai, Ita dulu ya…. sambil bisik-bisik ke Yai… hhe.. hari mengaji lah yang paling disukai karena yang cepat bisa pulang duluan, biasa hari lain diisi dengan menghafal juz Amma, dan hari belajar sholat berjama’ah. Akhirnya hari itu selesai juga semua anak-anak mengaji…
Setelah selesai mengaji, kami dua beradik tidak langsung pulang, adek (ici) lebih memilih bermain anak patung yang telah ia siapkan dari rumah… banyak sekali anak patungnya lengkap dengan pakaiannya, sudah sejak lama ia mengkoleksi anak patung, sekantong pelastik ada agaknya, ku lihat dari sudut pintu… khusu’ sekali ia bermain anak patung, bercakap-cakap sendiri.. anak patungnya diberinya nama, dan setiap hari nama itu berganti-ganti. Tidak tega memanggilnya untuk bersama-sama pulang, lalu aku ke ruang belakang Yai yang menyatu dengan dapur, selesai mengajar ngaji biasa Yai duduk disini menunggu azan magrib.
‘Yai…. Lagi apa yai…?? Ita belum pulang, nunggu adek selesai main anak patung.. ‘ sapaku, kemudian duduk di samping Yai.. ‘dah nak magreb loh ta.. nanti kemalaman ??’ Yai biasanya memanggil namaku dengan nama seperti yang ku sebut sendiri, dan memang cuma Yai yang kuizinkan memanggil aku dengan ‘ita’, dulu masih kecil belum biasa menyebut huruf ‘T dan K’.
Sambil melihatku, Yai berkata,’ ini Yai lagi melihat gigi.. ‘ wah.. masih bagus ya gigi Yai’, sambil focus melihatnya satu persatu. Gigi Yai masih bagus, padahal saat itu Yai sudah berusia 70 thn. ‘orang Islam harus menjaga kebersihannya ta, termasuk menjaga kebersihan gigi’, kata Yai. Lalu aku pun mengambil cermin kecil yang ada di depan Yai sambil melihat gigiku. Saat itu masih berusia 5 thn. ‘Yai, kenapa ya gigi ita itam-itam di depannya? Padahal ita dah rajin sikat gigi’. Yai  kemudian menjawabnya ‘itu karena ita suka makan gula-gula (permen) makanya gigi nya digigit ulat jagung’, serius sekali Yai menjelaskannya, hingga akhirnya aku bilang ‘oh… gt ye.. Yai, bisa tolong buangkan ulat jagungnya gk di gigi ita?’ ‘agak susah ta, ini dah nempel ulat jagungnya, tapi sinilah yai coba buang’.. bergegas aku menunjukkan deretan gigiku biar Yai bisa buang ulat nya.. Yai lalu dengan seriusnya mengotak-atiknya dengan alat khusus yang biasa untuk membersihkan gigi, belakangan setelah kuliah baru tau bahwa alat yang dulu Yai pakai untuk membersihkan gigiku adalah alat yang dipakai dokter gigi untuk men scalling gigi pasiennya. Entah dari mana yai dapat alat itu.. 15 menit berlalu dan akhirnya selesai juga ‘ta, dah susah buang ulat jagungnya, tu lah karena terlalu banyak makan gula-gula’. Kata Yai dengan logat Jawa dan sedikit melayu.. Mendengarnya aku pun tidak dapat berkata apa-apa, rasanya campur aduk.. tidak tau pula apa maksud Nyai tertawa melihat aku dan Yai dari tadi… dengan perasaan yang tidak menentu itu, aku kemudian berpamitan dengan Yai Nyai untuk pulang, adek pun sudah selesai bermain anak patung, di sepanjang perjalanan aku hanya ingat bahwa di gigiku sekarang ada ulat jagung yang susah dibuang, berarti aku harus mengurangi makan gula-gula.
Hari-hari terus berlalu, Di usia yang ke 13 thn… baru mengerti, mungkin itu cara Yai mengajariku… Yai selalu punya banyak cara mengajariku dengan pelajaran-pelajaran yang membekas. Dan selalu siap meladeni cucunya yang selalu ingin tau. makasih Yai….  :)

No comments:

Post a Comment